Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kolom

Keindonesiaan di Asrama Mahasiswa

Muhammad Yunan Setiawan,
Mahasiswa Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Semarang (USM)

Sejarah nasionalisme Indonesia pada dekade kedua abad ke-20 pernah bersemi dalam asrama mahasiswa. Kita dapat menemukan kisah tersebut dalam biografi-biografi penggerak Indonesia. Harry A. Poeze (2008:161) dalam Di Negeri Penjajah memuat selebaran yang berjudul "Wisma untuk Pelajar Indonesia".

14 Maret 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Muhammad Yunan Setiawan,
Mahasiswa Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Semarang (USM)

Sejarah nasionalisme Indonesia pada dekade kedua abad ke-20 pernah bersemi dalam asrama mahasiswa. Kita dapat menemukan kisah tersebut dalam biografi-biografi penggerak Indonesia. Harry A. Poeze (2008:161) dalam Di Negeri Penjajah memuat selebaran yang berjudul "Wisma untuk Pelajar Indonesia".

Selebaran bertanggal 12 Februari 1921 yang ditulis oleh aktivis Perhimpunan Hindia itu menginformasikan: "Pengurus Perhimpunan Hindia telah menyusun rencana mendirikan Wisma Nasional untuk orang Indonesia yang belajar di Negeri Belanda. Tujuannya dua macam: idiil dan praktis." Idiil memiliki maksud untuk menjadikan wisma sebagai ruang menyusun dan menyebarkan gagasan keindonesiaan. Kesadaran mendirikan wisma membuktian bahwa imajinasi kemerdekaan Indonesia bermula dari asrama.

Salah satu mantan pemimpin Perhimpunan Indonesia, Ahmad Soebardjo, dalam otobiografinya, Kesadaran Indonesia (1978:118), memberi kesaksian, "Flat saya terletak di tengah-tengah kota sehingga saya selalu mendapat kunjungan dari teman-teman anggota perhimpunan. Mereka senang duduk di kamar saya yang diperlengkapi dengan baik, di mana tersedia teh, kopi, dan lain-lain minuman dan juga dapat mengambil sendiri minuman tersebut; berjam-jam tinggal di sini sambil bersenda gurau, membicarakan soal-soal yang aktual, berfilsafat mengenai hal abstrak, teoritis tentang pemerintahan, masyarakat di negara Timur dan Barat dan sebagainya." Etos intelektual membuat Soebardjo menyemaikan tempat tinggal sebagai pusat pemikiran dan keindonesiaan. Ini adalah flat bernuansa intelektual dan nasionalisme.

Mohammad Hatta pun turut mengisahkan suasana rumah Soebardjo di Bilderijkstraat no. 1. Dalam Memoir Hatta (1982:106), Hatta menulis perihal otonomi untuk Hindia Belanda, "Yang banyak bicara adalah Nazir Pamontjak dan Darmawan Mangoenkoesoemoe. Darmawan pendiriannya radikal, ia tidak percaya kerja sama dengan Belanda akan berhasil. [] Sebagai pendatang baru dari Tanah Air dan belum mempunyai pengalaman di Nederland, aku hanya mendengarkan saja. Diskusi itu berakhir kira-kira pukul 12 malam lewat sedikit." Dari wisma pelajar Indonesia, sampai rumah Soebardjo, kita tahu bahwa pikiran-pikiran mahasiswa Indonesia berambisi membawa misi nasionalisme Indonesia. Bagi penggerak Indonesia, tempat tinggal adalah ruang untuk merayakan gagasan keindonesiaan.

Kini tentu kita semakin susah memfungsikan tempat tinggal mahasiswa sebagai ruang persemaian nasionalisme. Kita bahkan mulai susah mendefinisikan perbedaan kos, asrama, atau bahkan apartemen mahasiswa yang sekarang mulai marak dijajakan. Ruang tinggal mahasiswa ini lebih banyak berfungsi untuk menaruh tubuh. Peristiwa berbuku, berdiskusi, dan berdebat di tempat tinggal pun lenyap. Persaingan dalam menyuguhkan fasilitas kenyamanan tempat tinggal mengaburkan fungsi ideal dari tempat tinggal seorang mahasiswa.

Kita berharap pelajar dan mahasiwa menjadikan tempat tinggal sebagai ruang pergumulan dengan ilmu. Nafsu berilmu bisa menjadikan kos, kontrakan, atau apartemen sebagai ruang pertemuan untuk membicarakan berbagai persoalan. Kita patut mengingat bahwa gagasan nasionalisme Indonesia bermula dari pertemuan-pertemuan yang diselenggarakan di kos, asrama, atau kontrakan. *

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus