Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
GERAK lambat Presiden Joko Widodo mengatasi sengketa Komisi Pemberantasan Korupsi versus Kepolisian Negara Republik Indonesia telah membawa "korban". Bukan sekadar mengeluarkan statemen "pelaku teror mesti ditangkap", Jokowi semestinya cergas menyelesaikan hulu persoalan: membatalkan pencalonan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai Kepala Polri.
Kriminalisasi dan teror terhadap pemimpin dan staf KPK adalah buah dari penetapan tersangka Komisi terhadap Budi. Jenderal bintang tiga itu dituduh menerima rasuah ketika menjadi Kepala Biro Pembinaan Karier. Dalam posisinya itu, Budi punya wewenang merekomendasikan promosi dan rotasi anggota Kepolisian. Ia dituduh telah memperdagangkan wewenangnya itu.
Melawan Komisi, saat ini Budi Gunawan tengah mengajukan gugatan praperadilan. Untuk memenangkan gugatan itulah orang-orang yang bersimpati kepada Budi diduga telah menebar teror.
Ancaman itu sudah pada tahap mengerikan. Tidak hanya ditujukan kepada pemimpin, pejabat struktur, penyidik, atau staf KPK, teror juga ditujukan kepada keluarga mereka. Kata-kata kasar lewat pesan pendek dan telepon ditebar. Rumah para korban didatangi dan diamat-amati.
Teror lisan dilakukan dari makian, permintaan mundur dari KPK, hingga ancaman akan membunuh mereka yang terus membela Komisi. Bukannya menaruh simpati kepada korban, patut disesali, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijatno malah terkesan mengabaikan teror itu. Pejabat Kepolisian pun menganggap remeh. Imbauan agar korban melapor kepada polisi adalah nasihat yang lebih tampak sebagai ledekan ketimbang upaya melindungi korban.
Adalah Pelaksana Tugas Direktur Penyidikan KPK Komisaris Besar Endang Tarsa yang paling parah didera teror. Oleh seorang petinggi Kepolisian, ia diminta mundur dari KPK. "Permintaan" itu disampaikan di sebuah restoran cepat saji dengan mengerahkan sejumlah pria berambut cepak dalam formasi siap meringkus. Dengan bahasa yang benderang, Endang juga diminta memberikan testimoni yang meringankan Budi Gunawan dalam sidang praperadilan. Komisi kini telah mengevakuasi Endang dan keluarganya.
Teror berupa kriminalisasi sebelumnya dialami Bambang Widjojanto, Wakil Ketua KPK. Ia digugat atas kasus yang sebetulnya sudah selesai: tudingan memerintahkan sumpah palsu dalam sidang sengketa pemilihan kepala daerah yang melibatkan Bambang sebagai advokat. Ketua KPK Abraham Samad terancam kasus pidana karena menemui pemimpin partai politik dalam pemilu presiden tahun lalu.
Dua pemimpin KPK lainnya, Zulkarnain dan Adnan Pandu Praja, dituding menerima suap dan mengambil alih saham perusahaan dalam kasus yang terpisah. Deputi Pencegahan KPK Johan Budi S.P. dilaporkan ke polisi karena menemui Nazaruddin jauh sebelum Bendahara Partai Demokrat itu menjadi tersangka korupsi. Pertemuan itu sudah diselidiki Komite Etik KPK empat tahun silam. Komite menyatakan Johan dan Chandra M. Hamzah, pemimpin KPK ketika itu, tidak melanggar aturan.
Kehancuran KPK sudah di depan mata. Di bawah teror, penyidik KPK tidak bisa optimal bekerja. Sejumlah pegawai KPK menyatakan akan mundur dan mengembalikan mandat pemberantasan korupsi kepada Presiden jika semua pemimpin Komisi menjadi tersangka.
Membatalkan pencalonan Budi Gunawan, Jokowi harus memastikan teror dan kriminalisasi diakhiri. Kepala Badan Reserse Kriminal Markas Besar Polri Komisaris Jenderal Budi Waseso selayaknya didiskualifikasi dari pencalonan. Dugaan keterlibatannya dalam serangan balik kepada pemimpin KPK adalah cacat besar dalam kariernya sebagai perwira polisi. Budi Waseso sebaiknya juga tak lagi dibiarkan memimpin Badan Reserse Kriminal Polri.
Presiden harus memberikan wewenang penuh kepada KPK untuk mengusut kasus Budi Gunawan. Komisi tak perlu menghiraukan praperadilan karena gugatan itu sesungguhnya salah sasaran. Menurut undang-undang, praperadilan tak bisa diselenggarakan untuk mengusut penerapan tersangka.
Teror dan tindakan kejahatan kepada KPK harus dihentikan. Pelakunya mesti diusut. Presiden Jokowi harus memerintahkan Kepala Polri baru menyelidiki pelaku dan otak teror. Mereka mesti ditangkap, diadili, dan diumumkan ke publik.
Teror untuk melumpuhkan sebuah lembaga negara seperti KPK adalah kasus sangat serius. Kredibilitas Jokowi sebagai presiden yang pernah berjanji memberantas korupsi tengah dipertaruhkan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo