Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Mobil Nasional Belum Saatnya

INDONESIA sebaiknya melupakan cita-cita memiliki mobil nasional-paling tidak dalam waktu dekat ini. Ketimbang memprioritaskan mobil nasional, lebih baik mengutamakan perbaikan fasilitas kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur peningkatan produksi pangan.

16 Februari 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

INDONESIA sebaiknya melupakan cita-cita memiliki mobil nasional-paling tidak dalam waktu dekat ini. Ketimbang memprioritaskan mobil nasional, lebih baik mengutamakan perbaikan fasilitas kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur peningkatan produksi pangan.

Dengan pertimbangan prioritas itu, pemerintahan Presiden Joko Widodo tidak perlu memberi dukungan apa pun kepada PT Adiperkasa Citra Lestari, yang menggandeng pabrikan mobil Proton, Perusahaan Otomobil Nasional Sdn Bhd Malaysia, untuk membuat mobil nasional Indonesia. Lagi pula perusahaan milik A.M. Hendropriyono, mantan Kepala Badan Intelijen Negara, itu belum pernah terdengar punya keahlian dalam industri otomotif.

Membangun proyek mobil nasional dengan menggandeng negara lain tak menguntungkan kecuali-mengutip Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo)-kandungan komponen lokal mencapai di atas 40 persen. Dalam ketentuan Masyarakat Ekonomi ASEAN, jika kandungan lokal minimal 40 persen, ekspor mobil baru bisa mendapatkan fasilitas pembebasan bea masuk. Artinya, negara yang nanti paling banyak menikmati keuntungan adalah pembuat komponen lokal. Maka lebih baik Indonesia memacu industri komponen mobil ketimbang menjadi produsen mobil.

Program mobil nasional di negeri ini selalu identik dengan nepotisme, juga pemberian fasilitas dan insentif melimpah ruah. Contohnya adalah proyek mobil nasional di era pemerintahan Soeharto. Tanpa tender, pada 1996 Soeharto mengeluarkan keputusan presiden untuk menunjuk PT Timor, perusahaan milik Tommy Soeharto, sebagai perintis mobil nasional. Fasilitas luar biasa diguyurkan pemerintah: perusahaan itu bebas bea masuk dengan syarat menggunakan komponen lokal 20 persen pada tahun pertama dan meningkat 20 persen pada tahun-tahun berikutnya.

Tanpa kejelasan pemenuhan syarat komponen lokal itu, pada tahun yang sama Soeharto menambah kenikmatan perusahaan anaknya tersebut: pembebasan bea masuk tanpa perlu menunggu pemenuhan komponen lokal. Agar proyek mobil nasional "lancar", PT Timor langsung mendatangkan KIA Sephia 1995 yang dilabeli mobil Timor S15.

Kelanjutan proyek itu tragis. Timor digugat Jepang, Amerika Serikat, dan Uni Eropa ke Organisasi Perdagangan Dunia. Dua tahun setelah lahir, proyek itu diakhiri Soeharto. Sesudah Timor tamat, PT Bimantara Citra, perusahaan yang dulu dimiliki Bambang Trihatmodjo, anak Soeharto lainnya, sempat bekerja sama dengan Hyundai. Proyek serupa mobil nasional itu kemudian juga tak berlanjut.

Maka tepatlah sikap Kementerian Perindustrian yang tidak berniat menghidupkan program mobil nasional. Indonesia memang ketinggalan terlalu jauh dalam teknologi otomotif. Satu-satunya keunggulan spesifik (comparative advantage) kita dalam industri otomotif adalah pasar yang luas lantaran jumlah penduduk yang besar. Kita tak punya keunggulan spesifik lainnya. Lagi pula, dengan sistem ekonomi terbuka seperti sekarang, rakyat memiliki banyak pilihan menentukan mobil idaman. Dalam banyak kasus sudah terbukti produk lokal tak serta-merta menjadi pilihan rakyat kita.

Sebaiknya industri manufaktur Indonesia berkonsentrasi mendapatkan nilai tambah dari bahan baku pembuatan mobil, termasuk memperbanyak paten desain mobil karya orang Indonesia. Itu lebih masuk akal ketimbang "memaksa" rakyat menggunakan "mobil nasional" yang sesungguhnya bukan karya kita.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus