MENURUT Sayuti Melik sebabnya di pasal 6 ayat (1) U.U.D. ditulis
"Presiden ialah orang Indonesia asli," adalah karena Jepang
menghendaki agar Kepala Negara Indonesia dijabat orang Jepang.
Maka untuk menolak itu dalam sidang Cuo Sangi In dirumuskan
sedemikian rupa supaya dapat diduduki orang Indonesia, dan
hasilnya adalah seperti tertera di atas (TEMPO, 3 Pebruari
1979).
Untuk mendudukkan persoalan pada proporsi sebenarnya di bawah
ini Penulis akan kutipkan beberapa halaman dari buku Pro. Mr.
H. Muh. Yamin "Naskah Persiapan U.U.D. 1945" jilid I:
Yang mempersiapkan segala sesuatu untuk kemerdekaan Bangsa
Indonesia bukan Cua Sangi In, melainkan Dokuritsu Junbi Cosakai
(Badan Persiapan Kemerdekaan Indonesia). Badan ini mempunyai
Panitia bersama Panitia Perancang Undang-undang Dasar.
Anggota-anggota Panitia ini adalah Soekarno (Ketua), Maramis,
Oto Iskandardinata Purbojo, Salim, Subardjo, Supomo, Hasjim,
Parada Harahap, Latuharhary, Susanto, Sartono, Wongsonegoro,
Wurjaningrat, Singgih, Tan Eng Hoa, Djajadiningrat, Sukiman dan
Ny. Santoso.
Dalam rapatnya tanggal 13 Juli 1945 Panitia ini a.l. merumuskan
sebagai pasal 4 bahwa Presiden dan Wakil-wakil Presiden hanya
orang Indonesia aseli.
Dalam rapat Pleno tanggal 16 Juli 1945 dengan perasaan menangis
Bung Karno meny.takan bahwa persyaratan untuk Presiden
diperpanjang menjadi: Presiden R.I. harus orang Indonesia aseli
yang beragama Islam (hal. 392 dari buku tersebut). Untunglah
pada tanggal 17 Agustus 1945 diproklamasikan kemerdekaan Bangsa
Indonesia, dan dalam rapat pertama badan tersebut dialam
kemerdekaan, yaitu pada tanggal 18 Agustus 1945 pasal tersebut
selain dirubah menJadi pasal 6, juga syarat "beragama Islam"
dicoret. Jumlah Wakil Presiden cukup seorang. Dan yang tidak
kalah pentingnya untuk diketahui adalah bahwa baru pada rapat
tersebut. Sajuti Melik ditambahkan sebagai anggota, bersama-sama
Wiranatakusuma, Ki Hadjar Dewantara, Mr. Kasman dan Kusuma
Sumantri. Catatan: Nama-nama ditulis seperti tercantum dalam
buku Prof. Yamin tersebut di atas.
JOEWONO SH.
Jl. Prof. Dr. Soepomo SH. No. 52
Jakarta Selatan.
Ada tanggapan, pak Yuti? -- Red.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini