Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Keteledoran Soal Surat Suara

Banyak pemilih tidak tahu bahwa pada surat suara pemilu presiden ada halaman judul. Ini keteledoran yang membuat panik.

12 Juli 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pesta demokrasi yang lancar, tertib, aman tiba-tiba berubah jadi kisruh. Pada saat penghitungan suara, banyak surat suara yang berlubang dua, yang satu berada di dalam kotak pilihan, yang satu lagi mengenai apa yang disebut halaman judul. Ketua KPPS mengambil inisiatif masing-masing setelah berembuk dengan anggotanya dan para saksi. Ada yang langsung menyepakati surat suara itu sah. Alasannya, lubang ganda tidak sengaja dibuat, karena surat suara tidak dibuka sepenuhnya. Tetapi, banyak Ketua KPPS yang tidak sepakat dengan hal itu karena ada pedoman dari KPU bahwa setiap ada dua lubang yang tidak berada di dalam satu kotak pasangan calon presiden dan calon wakil presiden dianggap tidak sah. Ketidakseragaman ini terjadi di TPS yang berdekatan, bahkan ada yang bersitegang untuk mencari mufakat. Sempat ada kepanikan. "Kepanikan nasional" ini segera sampai ke markas KPU di Jakarta. Anggota KPU yang piket langsung mengambil keputusan. Tanpa rapat pleno?begitulah biasanya keputusan KPU diambil?anggota KPU Anas Urbaningrum membuat surat edaran yang menyebutkan coblosan yang tembus ke halaman judul dinyatakan sah. Kita memuji KPU yang begitu cepat mengambil keputusan. Namun, karena luasnya wilayah Indonesia, tidak segera surat edaran itu sampai pada waktunya. Di wilayah Indonesia bagian timur dan tengah, TPS bahkan sudah tutup ketika surat edaran itu datang, karena pemilu presiden memang sederhana dan cepat selesai. Memuji ketanggapan KPU bukan berarti harus memuji seluruh cara kerjanya. Ini adalah contoh keteledoran yang luar biasa dan berdampak besar. KPPS yang taat pada pedoman KPU sebelumnya harus menghitung ulang surat suara yang dinyatakan tidak sah. Ini perlu waktu dan banyak KPPS yang tidak mau mengerjakannya jika tidak diberi honor tambahan. Belum lagi dampak hukumnya. Memang, sampai saat ini belum ada gugatan hukum, kecuali banyak KPPS yang tak mau menghitung ulang sebelum diberi honor tambahan. Yang jelas, cara kerja KPU yang tidak mensosialisasi pencoblosan yang benar semakin banyak menuai kritik. Dalam iklan-iklan KPU di televisi, misalnya, tak pernah ada peragaan membuka surat suara. Yang ada hanya cara mencoblos. Masuk akal kesalahan mencoblos tidak hanya pada masyarakat pedesaan, tetapi juga di perkotaan, bahkan di kalangan keluarga pejabat tinggi. Kalau kita melihat tayangan berita di televisi, Susilo Bambang Yudhoyono ketika disyut kamera sebelum mencoblos tidak pula membuka bagian surat suara yang ada halaman judul itu. Jangan-jangan calon presiden yang meraih suara terbanyak ini juga salah mencoblos. Yang mengherankan, kenapa KPU merancang surat suara seperti itu. Hal yang simpel dibuat jadi ruwet. Kenapa harus ada halaman judul? Kalau halaman judul dihilangkan atau sedikit disederhanakan, surat suara bisa menjadi lebih kecil. Kalau jadi kecil, tak perlu lagi dilipat sebelum dicoblos. Biarlah pemilih yang melipat semaunya setelah mencoblos, untuk memudahkan memasukkan ke kotak suara atau untuk merahasiakan pilihannya. Dengan begitu, ada penghematan lagi untuk ongkos melipat-lipat kertas suara. KPU terlalu memikirkan keindahan desain dan lupa masalah kepraktisan dalam merancang surat suara. Konyolnya lagi, sosialisasi yang dilakukan tidak berdasarkan surat suara yang "desainnya bagus" itu. Ini pelajaran berharga untuk KPU pada pemilu presiden tahap kedua. Masalahnya, apakah KPU mau belajar dan mau mendengar orang lain.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus