Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Konflik Eropa Dengan Dunia III

Kekhawatiran eropa terhadap arus islam disebabkan akibat dari perbedaan persepsi. Arus anti barat akibat sivilisasi barat yang tidak jujur. Ekonomi eropa melemah. sementara ekonomi di asia membaik.

12 Februari 1994 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dalam dua dasawarsa belakangan ini, di Eropa memang terasa bertambahnya rasa khawatir terhadap menguatnya arus Islam yang melawan Barat. Saya berpendapat, gerakan di dalam Islam yang menghadang Barat (lihat "Islam Menghadang Barat?", Kolom Moeslim Abdurrahman, TEMPO, 18 Desember 1993) ini baru merupakan sebuah segmen dari arus yang lebih dalam dan luas, bukan saja dari segi budaya atau peradaban. Tiap budaya, menurut sejarahnya, selalu bersinggungan dengan budaya-budaya lain, dan dalam batas-batas tertentu saling mempengaruhi dan saling mengisi. Sementara itu, sains dan teknologi sifatnya universal. "Konflik" ini lebih merupakan akibat perbedaan persepsi antara Barat dan non-Barat dalam melihat dinamika kehidupan. Makin menguatnya kemandirian bangsa-bangsa Dunia III, terutama di Asia, membuat clash ini makin muncul di permukaan. Menjelang tahun baru 1994 ini, Wakil Menteri Luar Negeri Singapura Kishore Mahbubani dalam sebuah artikel mengatakan, "Bangunnya ekonomi Asia dewasa ini merupakan tanda berakhirnya era 500 tahun kekuasaan dan hegemoni sivilisasi Barat." Yang dikatakan itu tentu ada hubungannya dengan "penemuan" Benua Amerika oleh C. Columbus 500 tahun yang lalu. Sejak penemuan itu, semua negara di muka bumi ini, dari Kerajaan Inka dan Maya, Cina, India, sampai Arab dan Afrika, satu per satu jatuh dalam kekuasaan Eropa. Arus anti Barat ini tetap hidup karena pada hakikatnya sivilisasi Barat tidak jujur. Kekayaan yang diperoleh dari penjarahan maupun dari hasil penjajahan diangkut ke Eropa, digunakan untuk menaikkan standar hidup dan memperampuh teknologinya. Akhirnya, bangsa Barat mengklaim dirinya sebagai bangsa pilihan yang rajin bekerja dan ber-IQ tinggi. Semua yang berada di sekelilingnya dianggap bangsa rendah, malas, dan tidak mampu memperbaiki nasib sendiri. Betapa sikap dunia Barat ini merendahkan Dunia III bisa dilihat dari komentar Menteri Luar Negeri Amerika Serikat J.F. Dulles dalam menanggapi Konferensi Asia Afrika pada awal tahun 1950-an: "Apa yang mau dicari para Penyembah Bulan itu kecuali membicarakan impian mereka yang tak akan tercapai." Tapi siapa yang mampu melepaskan rasa tinggi-diri ini dalam tempo sehari? Eropa, saat ini, ekonominya sedang dilanda krisis besar: pengangguran sangat tinggi, produknya kalah bersaing dan kehilangan pasaran. Tahun lalu, Kanselir Helmuth Kohl, disertai 200 manajer industri dan pakar ekonomi, mengadakan muhibah dengan tujuan merebut kembali pasar di Asia. Hasilnya, ternyata, sangat minim. Atas kegagalan ini, Volker Streib, Direktur Kamar Dagang Jerman di Tokyo, memberikan ulasan: "Sayang, manajer-manajer Jerman kurang fleksibel, terlalu angkuh, dan suka menggurui kliennya." Studi Bank Dunia Das Asiatische Wunder mengungkapkan, maraknya ekonomi Asia itu bukan karena ideologi atau politik, melainkan karena manusianya lebih rajin, mau belajar, dan bersedia bekerja keras. Dari statistiknya bisa dilihat, orang Jepang bekerja per tahun rata-rata 2.600 jam, Amerika Serikat 2.000 jam, dan Jerman hanya 1.600 jam. Menurut perhitungan Bank Dunia, pada tahun 2050, Asia terutama Cina akan menjadi raksasa ekonomi terbesar di dunia. Bila dugaan ini benar, hegemoni sivilisasi Barat itu akan melemah, dan kekuatan-kekuatan yang menghadang Barat itu akan hilang dengan sendirinya. Barulah etnis Indian, Aborigin, Eskimo, dan sebagainya akan memperoleh peluang membentuk negara masing-masing dan dapat hidup sebagai bangsa yang berdaulat, mandiri, dan sederajat dengan bangsa-bangsa lain. Mudah- mudahan. ADI SOEBJANTO Ludwigsburger Str. 10 71701 Schwieberdingen Jerman

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus