Pada awal tahun 1994, surat kabar dan majalah meramaikan pro dan kontra rencana pembangunan megaproyek PLTN di Gunung Muria. Bila dilihat sepintas, kelompok yang setuju dengan pembangunan PLTN adalah orang-orang yang merasa diuntungkan, baik secara langsung maupun tidak langsung, tanpa melihat dampak yang timbul. Keuntungan tersebut tidak hanya berupa uang, tapi juga gengsi dan posisi. Lepas dari pro dan kontra tentang rencana pembangunan PLTN di Gunung Muria tersebut, saya mengajak para pembaca melihat kembali peristiwa yang ada hubungannya dengan tenaga nuklir, misalnya peristiwa bocornya reaktor atom di Chernobyl, kota di bekas negara Uni Soviet. Kebocoran itu mengakibatkan penderitaan seumur hidup bagi mereka yang terserang langsung, dan rasa cemas bagi yang belum terserang. Ketika Prancis mengapalkan uranium pesanan Jepang, banyak negara yang menentangnya dan menyatakan wilayah mereka tertutup bagi tanker pembawa uranium tersebut. Bukankah ketika itu Indonesia termasuk negara yang memberikan reaksi keras terhadap pengiriman uranium tersebut? Lalu mengapa sekarang bertolak belakang dengan reaksi yang kita tunjukkan waktu itu? Ada lagi yang perlu dipertanyakan: apakah Indonesia memiliki uranium, bahan utama tenaga nuklir, sehingga merencanakan pembangunan PLTN di Gunung Muria? Mengingat mahal, langka, dan bahayanya tenaga nuklir, saya beranggapan Indonesia belum sangat membutuhkan pembangunan proyek tersebut. Sebagai alternatif lain dari PLTN, di negara kita ini masih dimungkinkan dibangun pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) atau proyek listrik tenaga air (PLTA). Bahkan, tidak tertutup kemungkinan diadakan penelitian dan pengembangan pembangkit listrik tenaga panas bumi karena di Indonesia masih banyak terdapat gunung berapi. Lebih dari itu, untuk merealisasikan segala proyek tersebut, dibutuhkan tenaga-tenaga ahli yang tak hanya memiliki keahlian dan kecerdasan otak, tapi juga diimbangi dengan hati yang mulia, agar mereka tak hanya mencari keuntungan dengan menggunakan segala cara.R.T. YUNARTO Semarang
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini