Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Konflik Kepentingan

1 Desember 2002 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Joseph E. Stiglitz Guru besar ekonomi di Columbia University, AS, dan pemenang Hadiah Nobel di bidang ekonomi tahun 2001 Pembicaraan tentang korupsi di negara berkembang—dan juga di negara maju—sedang marak. Di masa lampau, korupsi biasanya berlangsung di kalangan pegawai negeri, dan hal ini dijadikan salah satu alasan pembenaran swastanisasi. Para pendukung privatisasi sepertinya tak menyadari kemampuan para pemimpin perusahaan untuk melakukan korupsi pada skala yang hampir tak terbatas, seperti yang dicontohkan oleh korporasi Amerika Serikat. Para bos swasta yang korup ini telah mengerdilkan arti petualangan birokrat kecil yang mengkorup beberapa ribu atau juta dolar. Pencurian yang dilakukan para perampok Enron, Worldcom, dan korporasi lainnya berlangsung dalam bilangan miliar dolar, lebih besar ketimbang produk domestik bruto banyak negara. Riset saya selama 30 tahun lebih berfokus pada ekonomi informasi. Dengan sistem informasi yang sempurna, masalah seperti ini tak mungkin muncul. Para pemegang saham akan segera mengetahui segala penyimpangan dalam pembukuan dan langsung menghukum harga saham perusahaan yang melakukannya. Namun informasi tak pernah sempurna. Karena pertimbangan pajak dan praktek pembukuan yang tak patut, perusahaan-perusahaan memberikan opsi saham yang besar bagi para eksekutifnya. Dengan saham di tangan, para bos perusahaan bisa mendapat penghasilan besar tanpa bekerja keras memperbaiki kinerja perusahaannya. Apa yang mereka butuhkan hanyalah memompa harga saham perusahaan lalu menjual opsinya. Ini adalah sistem yang nikmat: para eksekutif menerima kompensasi jutaan dolar dan sepertinya tak ada yang dirugikan. Tentu saja ini sebuah fatamorgana. Pemberian opsi itu sebenarnya mendilusi nilai pemegang saham. Lagi pula praktek ini telah merangsang para manajer untuk menaikkan harga saham mereka secepat mungkin. Yang penting bukanlah kekuatan jangka panjang perusahaan melainkan penampilan jangka pendeknya. Para pengurus korporasi sangat tanggap terhadap insentif dan peluang yang ada. Satu setengah dekade terakhir ini kompensasi buat eksekutif di AS membubung tinggi. Hal yang sama juga berlaku pada pemberian kompensasi yang dihubungkan dengan harga saham perusahaan. Hukum pasar menyatakan insentif punya peran penting. Namun insentif yang keliru tak akan menghasilkan kekayaan nyata dalam ekonomi, malah menciptakan misalokasi sumber daya seperti yang sekarang terjadi di industri telekomunikasi. Harga yang terinflasi berlebihan akan menyebabkan perusahaan melakukan investasi berlebihan pula. Riset selama tiga dekade belakangan membuktikan, jika informasi tak sempurna, tangan tak terlihat Adam Smith—yang seharusnya membuat sistem harga menjadi pengarah ekonomi agar jadi efisien—menjadi betul-betul tak terlihat, karena menghilang. Dengan hadirnya insentif yang keliru, dorongan untuk menciptakan penampilan kekayaan berlangsung dengan merugikan kekayaan sebenarnya. Dengan cara yang sama, perusahaan audit yang mendapat lebih banyak penghasilan dari jasa konsultasi ketimbang jasa auditnya, akan masuk perangkap konflik kepentingan. Insentif yang ada adalah dengan bersikap lunak pada klien. Bahkan, sebagai konsultan, mereka membantu klien memikirkan cara untuk memperbaiki kesan keuntungannya. Demikian pula dengan para analis di bank-bank investasi yang mendapat komisi besar dari penjualan saham, yang terus menawarkan saham kendati mereka sendiri tak yakin nilainya. Ditambah lagi, distorsi insentif di dunia swasta mempengaruhi insentif di dunia publik. Pengaruh uang swasta dalam politik mendistorsi kebijakan publik. Sehingga, koreksi terhadap kegagalan pasar tak terjadi. Kepala Komisi Efek dan Saham AS menyadari masalah konflik kepentingan dalam akunting. Namun upayanya memberlakukan peraturan untuk mengatasi persoalan ini mendapat perlawanan sengit dari pelaku pasar, sampai munculnya skandal membuat perubahan ini tak lagi tertahankan. Demikian pula, persoalan akunting opsi saham para eksekutif telah diketahui Badan Standardisasi Akunting Keuangan. Namun upaya awal untuk mengatasinya mendapat resistansi dari mereka yang menikmatinya. Bahkan tekanan politik, termasuk dari departemen keuangan, terjadi pada badan yang seharusnya independen ini agar tak membuat perubahan. Beberapa negara mencoba memutuskan lingkaran setan ini. Karena curiga terhadap para pejabat pemerintah yang secara cepat berpindah ke sektor swasta yang berkaitan dengan tugas mereka sebelumnya, banyak negara demokratis melarang kegiatan seperti ini. Pembatasan ini punya sisi negatif juga, misalnya membuat kandidat berkualitas segan menjadi pejabat publik. Namun restriksi seperti ini acap kali memang diperlukan karena ketidaksempurnaan informasi: kita tak pernah bisa yakin terhadap motif seseorang kendati orang tersebut tampaknya punya integritas tinggi. Hilangnya kepercayaan publik jika pembatasan seperti ini tak dilakukan boleh jadi lebih merugikan ketimbang dampak negatif dari peraturan pemerintah ini. Terbukti, hilangnya kepercayaan publik baru-baru ini mengakibatkan kerugian miliaran dolar akibat jatuhnya harga saham. Konflik kepentingan tak mungkin dihilangkan baik di sektor publik maupun swasta. Namun, dengan membuat kita lebih peka terhadap keberadaannya, dan dengan menyadari insentif distortif yang dihasilkannya, serta memberlakukan peraturan yang mempersempit peluangnya dan meningkatkan jumlah informasi yang harus dinyatakan, kita dapat memperkecil konsekuensinya. Hak Cipta: Project Syndicate, Desember 2002

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus