Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Kurang ikhlas

Tulisan tempo tentang nurcholis madjid (19 juli) dan beberapa komentarnya, ada positif dan negatifnya. keikhlasan para cendikiawan semakin luntur & egois, seperti nurcholis madjid dan hasbullah bakry.(kom)

9 Agustus 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Saya bukan anti-Hasbullah Bakry, S.H., bukan pula anti-Nurcholish Madjid kedua-duanya saya kenal sebagai seorang Muslim yang baik. Insya Allah. Karena itu, sebagai sesama Muslim, saya ingin mengomentari pendapat mereka berdua, dan boleh juga untuk para penulis lainnya, yang ikut menanggapi tulisan TEMPO tentang Nurcholish Madjid tersebut (TEMPO, 19 juli). Dari semua tulisan yang dimuat TEMPO (14 Juni dan 19 Juli), ada positifnya dan ada juga negatifnya. Positifnya, terbukanya iklim "dialog" antara para cendekiawan, yang akhir-akhir ini agak mandek. Salut untuk TEMPO (Bung Syu'bah Asa) yang telah berani mengawali dan mewadahi dialog yang semakin langka ini. Sedangkan negatifnya, semakin lunturnya keikhlasan para cendekiawan, dalam mengabdikan ilmunya bagi kemaslahatan umat dan bangsa Indonesia. Yang tampak menonjol justru sifat ingin menonjolkan "keakuannya". Contohnya: jawaban Nurcholish Madjid dalam menjawab wawancara TEMPO, 14 Juni 1986, yang berbunyi, "Apakah makin meluasnya syi'ar Islam di Indonesia, antara lain karena gerakan pembaruan itu?" Nurcholish Madjid menjawab, "Saya ingin sekali mengakui itu hasil kami". Kemudian, Hasbullah Bakry dalam komentar di TEMPO, 19 Juli menulis, "Beberapa tokoh Islam menyerang Pancasila menjadi asas tunggal -- dan yang membela Asas Tunggal Pancasila untukk umat Islam itu secara makalah ilmiah setahu saya cuma satu. . . yaitu tulisan saya yang berjudul Dalil Umat Islam Menerima Pancasila sebagai Asas Tunggal Perjuangan. Inilah contoh-contoh yang saya maksudkan sebagai tidak ikhlasnya kedua cendekiawan Muslim ini dalam mengamalkan ilmunya. Seingat saya, cikal bakal pembaruan (pemurnian) ajaran Islam di Indonesia ini telah dipelopori para ulama di abad ke-19 ketika mereka baru kembali dari belajar di Makkah Al Mukarromah. Tercatat, misalnya, Syekh Arsyad Al Banjari, Syekh Achmad Khotib Al Minangkabawi, dan Syekh Nawawi Al Bantani. Mereka sebagai pembawa "obor" pemurnian atau pembaruan ajaran Islam, yang hingga kini sinarnya masih cemerlang, tak pernah menonjolkan "keakuannya". Ini karena mereka ikhlas dalam mengamalkan ilmunya. Ini yang perlu saya ketengahkan. Atau, mungkin, ada hal-hal yang "negatif" dari para ulama tersebut, saya tidak ketahui, karena waktu mereka hidup TEMPO memang belum ada. EDDY YURNAIDI B.S. Pondok Babelan Indah B-304 Bekasi Utara, Jawa Barat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus