Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Masih soal kalah menang

Bahasa indonesia dan malaysia berkembang dari bahasa melayu. dalam sidang parlemen malaysia, seorang anggota menyesalkan pihak malaysia sering kalah dalam menentukan istilah baru.

21 Mei 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DALAM sidang parlemen Malaysia Maret lalu, seorang anggota menyatakan penyesalannya: mengapa dalam kerja sama bahasa Indonesia-Malaysia pihak Indonesia sering "menang" dalam perlombaan menentukan istilah baru (Utusan Malaysia, 23 Maret 1983). Angota parlemen itu berbicara ketika ada pembahasan masalah istilah dalam bahasa Malaysia, yang akhir-akhir ini sempat menimbulkan kesalahpahaman dalam lingkungan pendidikan di sana. Tampaknya perhitungan kalah menang dalam bidang ini masih ada juga lagi. Di negeri kita sendiri dahulu, antara 1967 dan 1972, pernah pula soal ini dihebohkan, khususnya dalam bidang ejaan. Justru salah satu sebab ejaan baru bahasa Indonesia yang pernah diejek dengan sebutan "ejabu" (rupanya dihubungkan dengan sebutan ejekan 'Menikebu') pada mulanya ditentang habis-habisan oleh sebagian golongan, adalah karena faktor apa yang disebut "kekalahan" dalam menghadapi Malaysia. "Kalian dibayar berapa oleh Malaysia?" tanya sinis seorang anggota pimpinan PWI kepada panitia ejaan, 1967. "Konsep ejabu adalah konsep yang menyerah kepada nekolim!" tuding sekjen lembaga kebudayaan sebuah partai politik yang waktu itu masih menggebu-gebu dengan slogan antinekolimnya, juga tahun 1967. "Kenapa Indonesia yang berpenduduk 125 juta jiwa mau menyerah kepada Malaysia yang hanya berpenduduk 10 juta?" sela seorang tokoh politik lainnya pula, masih dalam tahun 1967. Tokoh-tokoh yang duduk dalam panitia ejaan terkesima. Mereka menjawab secara "lurus tabung" saja. Maklum mereka tidak mempolitikkan kegiatan ilmiah mereka -- satu hal yang kemudian dianggap kekurangan kaum ilmuwan. Dihebohkanlah bahwa perubahan huruf-huruf dalam ejaan baru bahasa Indonesia adalah tiruan sistem ejaan bahasa Malaysia. Panitia ejaan menjawab, sebenarnya tidak demikian. Karena ejaan Malaysia pun mengalami perubahan banyak pula. Antara lain: ch menjadi c, sh menjadi sy, sa menjadi se, ka menjadi ke, o menjadi u (burong -- burung), e menjadi i (kaseh -- kasih), dan beberapa ratus kata yang harus berubah penulisannya seperti ayer menjadi air, di samping perubahan penulisan kata depan di dan ke, awalan di dan ke, serta se yang tidak lagi memakai tanda sempang. Perubahan yang banyak inilah yang menimbulkan reaksi pula di Malaysia. "Mengapa Malaysia harus menyerah kepada Indonesia? Apakah tanpa mengalah, bahasa Malaysia akan rusak? Mengapa Malaysia mencari-cari pasal untuk mempersukar diri sendiri?" Kerepotan yang dialami Malaysia dalam menerangkan konsep ejaan baru tersebut kepada masyarakatnya tidak kalah pula dengan kerepotan Indonesia. Tantangan yang hebat ialah terhadap ch yang dijadikan c dan sh menjadi sy tersebut. Menteri-menteri pendidikan kedua negara turun tangan memberikan keterangan. Menteri P & K RI, Mashuri, S.H., sampai perlu menerangkan dalam sidang DPR dan Kabinet, bahwa usaha penyempurnaan ejaan bahasa Indonesia itu merupakan landasan usaha pembakuan tata bahasa, istilah, dan perkamusan bahasa Indonesia. Jadi bertolak dari kebutuhan bahasa Indonesia sendiri. Bahwa di samping itu usaha tersebut dapat pula dimanfaatkan untuk menyusun ejaan bersama dengan negara tetangga, adalah perkara kedua -- yang kemudian ternyata amat besar artinya, bagi usaha bersama penjayaan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional di Indonesia dan bahasa Melayu sebagai bahasa kebangsaan di Malaysia. Agaknya lafal gi pada biologi atau sosiologi, misalnya (dalam karangan ini tanda-tanda fonetik tidak digunakan) yang sudah disetujui bersama dibunyikan gi seperti pada kata gigi, dianggap sebagai "penyerahan" kepada Indonesia. Mungkin pula lafal dan ejaan Malaysia untuk istilah asing psychology, yang di Malaysia dituliskan saikoloji lalu sekarang disetujui menjadi psikologi, dianggap tanda "kemenangan" Indonesia. Yang jelas pembahasan mendalam dan berulang-ulang antara ahli bahasa dan ahli bidang-bidang istilah tersebut dari kedua pihak telah berlangsung sejak 1972 -- melalui Majelis Bahasa Indonesia-Malaysia yang bersidang dua kali setahun. Tentunya penetapan psikologi telah dipikirkan masak-masak di antara pilihan psychologi, psichologi, psikhologi, dan saikoloji, berdasar Pedoman Pembentukan Istilah yang telah disetuui bersama pula. Pada permulaan tentu ada kesulitan untuk membiasakan diri dengan istilah-istilah baru. Dapat dipahami ada sedikit kesukaran mengucapkan psikologi bagi orang Malaysia didikan Inggris, karena harus membunyikan p pada awal kata, lalu sai menjadi si, dan ji menjadi gi. Tetapi soalnya memang pembiasaan. Orang Indonesla hasil didikan Belanda pun sering mengalami kesukaran melafalkan gi pada psikologi atau biologi. Sampai hari ini berapa banyak orang Indonesia yang masih melafalkan g menurut g bahasa Belanda yang mirip kh itu. Ini juga bukan tidak dapat diatasi. Bahasa-bahasa Indonesia dan Malaysia adalah dua bahasa yang berkembang dari dasar yang sama, bahasa Melayu. Wajar bila kedua bahasa yang makin mendapat perhatian di Asia dan beberapa bagian dunia lainnya ini diusahakan terus memiliki kaidah-kaidah yang sama, tanpa melupakan hal-hal yang memang tidak mungkin atau tidak perlu disamakan. Datuk Khalil Yaakob, wakil Menteri Pelajaran Malaysia, menjawab tanggapan anggota parlemen itu menyatakan: Indonesia dan Malaysia memang mempunyai hubungan kerja sama yang rapat dalam bidang pembinaan bahasa nasional masing-masing. Memang, bukan soal kalah menang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus