Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
YANG terlibat terorisme harus ditangkap, tapi penangkapannya dijadikan masalah. Selama sebulan polisi telah menangkapi 18 orang di Jakarta, Lampung, Solo, dan Semarang yang disangka tersangkut berbagai usaha pengeboman. Gerak cepat operasi rahasia polisi ini dimulai beberapa hari setelah bom Marriott. Ada dua segi penangkapan yang dijadikan masalah, yaitu mengapa sasarannya kebanyakan dari kalangan aktivis masjid, dan cara menangkap regu intel polisi yang dianggap mirip penculikan.
Lebih dulu dari segalanya, yang harus diyakini pertama-tama ialah apakah terorisme memang mesti diberantas, dan apakah polisi memang sedang melakukan usaha pemberantasan itu. Konteks Indonesia tidak sama dengan bagian dunia lain dalam menilai apa yang sekarang disebut terorisme. Sentimen politik, pemihakan, arah solidaritas, dan persepsi tentang korban adalah hak masing-masing dan agaknya tidak bisa dipaksa jadi sama. Yang harus diusahakan ialah agar semua alasan yang tidak sama itu tidak menjadikan pemberantasan terorisme sebagai hal yang tidak dibutuhkan masyarakat, atau jadi seperti sesuatu yang salah. Selanjutnya, karena mengatasi terorisme memerlukan cara istimewa, kita tidak boleh membuat polisi jadi ragu-ragu menempuh jalan yang sesuai dengan kebutuhan itu.
Polisi membantah semua yang dimasalahkan. Polisi dituduh melakukan penyapuan dengan sasaran aktivis Islam. Usaha antiterorisme membuat aktivis Islam umumnya menjadi korban. Polisi menyangkal, karena sasarannya bukan komunitas agama, melainkan orang-orang yang jadi tersangka terlibat jaringan teror bom. Ada yang disangka ikut merakit bom, ikut menyiapkan bahan peledak, menyediakan tempat rapat, menyembunyikan tersangka pengebom Bali atau Marriott, sampai yang cuma ikut mengetahui rencana pengeboman yang sudah ataupun belum dilakukan. Semua jenis perbuatan itu termasuk melanggar undang-undang antiterorisme. Dasar penangkapan adalah sangkaan tentang perbuatan dan keterlibatan, bukan lantaran identitas atau keanggotaan seseorang dalam suatu kelompok.
Sekalipun diperlukan keistimewaan agar operasi bisa efektif, prosedur yang benar juga penting dijalankan. Polisi dianggap sembrono, menyergap tanpa menunjukkan surat perintah, menahan tanpa segera memberi tahu keluarga. Keterangan yang diberikan agak simpang-siur, sehingga polisi dianggap berbohong. Penganiayaan juga dilakukan, seperti dinyatakan keluarga yang ditangkap. Bantahan penjelasan sudah dikemukakan langsung oleh Kepala Kepolisian RI di depan Majelis Ulama Indonesia. Penangkapan didasari wewenang polisi sebagai penyidik, sesuai dengan KUHAP. Walau dilakukan secara rahasia, dasarnya bukan karena perkiraan intelijen yang membutuhkan persetujuan ketua pengadilan negeri setempat, seperti diatur UU Antiterorisme. Kalau polisi salah langkah, ajukan melalui saluran hukum, yaitu tuntutan ke praperadilan.
Kadang-kadang soal primer dan sekunder harus dipisahkan, tidak cukup hanya dibedakan. Dalam keadaan tertentu terpaksa dipilih yang mana akan didahulukan, sekadar karena keduanya tidak mungkin dilakukan sekaligus. Bagi polisi, yang primer adalah melumpuhkan jaringan teror bom secepatnya, dan ketertiban prosedur tergeser menjadi sekunder. Namun toleransi bagi keistimewaan ini rupanya sulit diberikan karena reputasi pelayanan polisi dalam mengayomi selama ini masih jauh dari dipercaya masyarakat. Lagi pula, keistimewaan penggunaan kekuasaan yang bisa dipahami hanya bagi keadaan luar biasa, dalam jangka panjang, mudah berlarut menjadi penyalahgunaan kekuasaan.
Keadaan yang nyaris muskil ini harus dipecahkan bersama oleh polisi dan masyarakat kalau sepakat bahwa teror harus diperangi. Kekurangan, bahkan cacat yang terjadi, tidak perlu membatalkan sahnya tujuan memberantas terorisme. Kewaspadaan untuk mencegah penyelewengan akan ada bila setiap keistimewaan hanya diperoleh dengan seizin masyarakat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo