Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Urgensi Presiden Pendukung Hak Asasi

Presiden mendatang haruslah ramah terhadap hak asasi manusia dengan melindungi HAM dan memulihkan hak korban pelanggaran HAM.

18 Desember 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Urgensi Presiden Pendukung Hak Asasi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Hak asasi manusia menjadi salah satu topik debat calon presiden.

  • Perdebatannya belum mendalam, tapi munculnya topik ini pantas diapresiasi.

  • Masih banyak agenda HAM yang harus diselesaikan presiden mendatang.

Amiruddin al-Rahab

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wakil Ketua Komnas HAM periode 2020-2022

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hak asasi manusia (HAM) menjadi salah satu topik dalam debat calon presiden di Komisi Pemilihan Umum. Meski perdebatannya belum mendalam, munculnya topik ini pantas diapresiasi. Sebab, pandangan dan sikap calon presiden tentang pelindungan dan penegakan HAM harus diketahui masyarakat yang akan memilihnya. Hal itu diperlukan karena HAM telah menjadi norma dalam UUD 1945. Artinya, pemajuan, pelindungan, dan pemenuhan HAM merupakan kewajiban pemerintah sebagai amanat dari konstitusi.

Penegakan HAM dan pemulihan hak korban pelanggaran HAM berat adalah amanat utama reformasi 1998. Sayangnya, amanat ini pulalah yang paling terbengkalai. Agar HAM tersebut bisa ditegakkan dan dipenuhi, yang dibutuhkan negara dan rakyat Indonesia adalah pemimpin yang ramah terhadap HAM, bukan pemimpin yang abai terhadap HAM atau pemimpin yang bermasalah dengan HAM.

Ada beberapa pekerjaan rumah mengenai HAM yang belum tertangani dengan saksama dalam pemerintahan saat ini. Pertama, terus-menerusnya terjadi kekerasan bersenjata di Papua. Korbannya sudah cukup banyak; baik dari orang-orang biasa maupun aparatur pemerintah, seperti anggota kepolisian dan TNI, serta orang Papua ataupun bukan orang Papua.

Bahkan penyanderaan terhadap seorang pilot warga negara asing telah berjalan selama 10 bulan di sana dan hingga kini belum bisa dibebaskan. Penyanderaan, dalam konteks HAM, merupakan perbuatan merenggut kemerdekaan seseorang yang merupakan pelanggaran HAM serius.

Kedua, kebebasan berpendapat yang tergerus. Inti dari demokrasi dan hak asasi manusia adalah adanya kebebasan berpendapat yang dijamin bagi setiap warga negara. Ketika kebebasan berpendapat tercederai, korban pertamanya adalah hak asasi manusia. Sebab, orang-orang yang menjadi korban akan terbungkam dan ketakutan bakal menyebar.

Contohnya banyak. Sebut saja apa yang terjadi pada Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti, dua orang muda yang mendedikasikan dirinya pada pelayanan publik sebagai pengacara. Ketika menyampaikan pandangannya mengenai perkembangan situasi hak asasi manusia dan lingkungan hidup di Papua, mereka diadukan ke polisi dan kemudian diadili dengan ancaman tuntutan penjara 4 tahun lebih. Banyak orang yang kini bernasib seperti Haris dan Fathia dengan tuduhan menghina karena mengkritik.

Ketiga, perlakuan tidak adil kepada rakyat pemilik tanah ketika tanahnya menjadi proyek besar, perkebunan besar, dan pertambangan mineral besar. Maraknya peristiwa-peristiwa seperti ini dikenal sebagai konflik agraria.

Peristiwa yang menimpa warga Rempang di Batam adalah contoh telanjangnya. Demi investor besar, komunitas Melayu Rempang digusur begitu saja tanpa dialog yang memadai dan diperlakukan seakan-akan mereka tidak memiliki sejarah, budaya, serta kehidupan sosial yang telah terbangun dan terjalin di daerah tersebut. Mereka diperlakukan seperti penumpang di atas tanah adatnya sendiri.

Contoh lainnya adalah masyarakat mengalami kekerasan di beberapa daerah di Kalimantan. Dalam peristiwa konflik perkebunan sawit di Kinipan, Kalimantan Tengah, pemilik tanah yang diserobot lahannya malah ditangkap dan dijadikan terdakwa. Di Boven Digul, Papua, masyarakat adat memprotes besar-besaran terhadap wilayah adatnya yang beralih menjadi kebun sawit. Begitu pula dengan proyek bendungan Wadas di Jawa Tengah.

Keempat, masih bebasnya terduga pelaku pelanggaran HAM yang berat dengan kategori kejahatan terhadap kemanusiaan. Ada 12 peristiwa kejahatan terhadap kemanusiaan yang telah diselesaikan penyelidikannya oleh Komnas HAM, yaitu kasus Talangsari, penculikan aktivis pada 1998, peristiwa Semanggi, kerusuhan Mei 1998, pembunuhan massal pada 1965-1966, penembakan di Universitas Trisakti, kasus Wamena dan Wasior di Papua, serta kasus Pidie dan Lhokseumawe di Aceh. Padahal perintah untuk menuntut tanggung jawab hukum kepada para terduga pelaku dalam 12 peristiwa itu adalah perintah undang-undang dan amanat utama reformasi. Langkah Presiden Jokowi saat ini, yang memulihkan hak korban dari 12 peristiwa itu, sungguh belum memadai.

Dalam lima tahun ke depan, akankah persoalan-persoalan HAM ini diteruskan? Tentu tidak. Jika situasi HAM seperti ini berlanjut, tentu ia akan berimplikasi buruk bagi kehidupan berbangsa dan bernegara kita.

Karena itu, menjadi urgen dan mendesak bahwa pemimpin ke depan haruslah orang yang ramah terhadap HAM. Keramahan itu harus ditunjukkan dengan adanya keberpihakan kepada HAM, dari program memulihkan hak korban, program melindungi dan memajukan HAM, program memperkuat institusi HAM, hingga anggaran yang cukup untuk institusi HAM seperti Komnas HAM.

Bahkan, untuk memulihkan hak-hak korban, pemimpin yang akan datang haruslah berani membentuk badan pelayanan dan pemulihan korban. Badan ini akan berfokus melayani kebutuhan korban dan memulihkan hak-hak korban serta merancang dan melaksanakan program pencegahan pelanggaran HAM bersama instansi lainnya.

Kita sudah berpengalaman 20 tahun dengan dua presiden yang belum ramah terhadap HAM. Dalam dua dekade itu, situasi politik berjalan stabil, tapi agenda HAM tetap macet jalannya. Untuk lima tahun ke depan, pemimpin nasional harus ramah terhadap HAM. Tanpa pelindungan dan pemenuhan hak asasi warga negara, kesejahteraan hanyalah omong kosong.


PENGUMUMAN

Redaksi menerima tulisan opini dari luar dengan syarat: panjang sekitar 5.000 karakter (termasuk spasi) atau 600 kata dan tidak sedang dikirim ke media lain. Sumber rujukan disebut lengkap pada tubuh tulisan. Kirim tulisan ke email: [email protected] disertai dengan nomor kontak dan CV ringkas.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Amiruddin al-Rahab

Amiruddin al-Rahab

Anggota Komnas HAM Periode 2017-2022

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus