Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PENGAJUAN Agus Martowardojo menjadi calon Gubernur Bank Indonesia bisa menimbulkan komplikasi berbahaya. Agus yang sekarang Menteri Keuangan itu diajukan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke Dewan Perwakilan Rakyat sebagai satu-satunya calon pengganti Gubernur BI Darmin Nasution—yang Mei mendatang habis masa jabatannya. Kepelikan bakal terjadi lantaran DPR pernah menolak Agus sebagai kandidat Gubernur BI pada 2008. Ketika itu, Presiden Yudhoyono mengajukan Agus dan ekonom Raden Pardede. DPR menolak keduanya.
Bukan tak mungkin hal yang sama terulang. Selama ini, hubungan Menteri Keuangan dengan DPR selalu bergejolak. Dalam kasus pembelian saham Newmont Nusa Tenggara, umpamanya, Agus berpendapat izin DPR tak perlu, sedangkan DPR berpendapat sebaliknya. Gara-gara itu, pembelian saham Newmont tidak mulus. Masih ada "ganjalan" lain. Menteri Agus pernah meminta Ketua Badan Anggaran Melchias Markus Mekeng diganti pada saat politikus Golkar itu memimpin rapat pembahasan APBN 2012 pada Oktober 2011.
Mengingat hubungan yang jauh dari mesra itu, peluang Agus untuk lolos dari DPR cukup berat. Apalagi Partai Demokrat, yang mengusung Agus, hanya memiliki 14 kursi dari total 52 kursi di Komisi Keuangan dan Perbankan. Artinya, Demokrat harus menarik banyak anggota fraksi lain untuk memenangkan Agus. Ini tidak mudah bagi partai yang tengah "gonjang-ganjing" itu. Pada banyak kasus bahkan Fraksi Demokrat sering kalah dalam voting. Tentu sangat memalukan jika Agus kembali ditolak DPR. Selain Menteri Agus bisa kehilangan muka, Presiden Yudhoyono akan kehilangan kredibilitas karena dua kali pilihannya ditolak DPR.
Menghadapi komplikasi seperti itu, semestinya Presiden Yudhoyono tidak mengirim Agus Martowardojo ke Senayan. Bila nanti DPR menolak Agus, sesungguhnya ada "berkah terselubung" bagi pemerintah—kecuali Presiden Yudhoyono sudah menyimpan calon Menteri Keuangan di saku. Selama ini, Menteri Agus berhasil menjaga anggaran negara tetap aman terkendali. Padahal anggaran negara mendapat tekanan cukup kuat, terutama akibat kenaikan subsidi bahan bakar minyak di tengah penurunan pendapatan negara. Peran Menteri Keuangan juga cukup vital untuk menjaga ekonomi Indonesia tetap tumbuh meskipun ekonomi dunia sedang terpuruk. Indonesia merupakan satu dari sedikit negara yang ekonominya tumbuh di atas enam persen.
Agus juga sedang melanjutkan proses reformasi birokrasi di tengah berbagai kasus korupsi yang melanda Direktorat Jenderal Pajak. Banyak kalangan menilai proses itu berjalan sesuai dengan rencana yang dirancang Sri Mulyani ketika masih menjadi Menteri Keuangan. Salah satu kekuatan lain Agus, ia teguh mempertahankan prinsip kehati-hatian pengelolaan keuangan negara. Dalam sejumlah kasus, Agus dikenal tidak mudah berkompromi. Di antaranya dalam kasus pembangunan jembatan Selat Sunda.
Maka, andaikan DPR meloloskan Agus dan ia mesti pindah ke markas BI, pemerintah menghadapi perjudian besar. Taruhannya: anggaran negara. Pengganti Agus harus kredibel dan tangguh, dua sikap yang sangat dibutuhkan untuk menjaga kebocoran anggaran negara. Apalagi kita tahu belakangan ini Komisi Pemberantasan Korupsi semakin sibuk menangani kasus korupsi anggaran negara—mulai Hambalang sampai pengadaan Al-Quran. Tanpa hadirnya Menteri Keuangan yang kuat, koruptor akan semakin nekat bancakan anggaran negara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo