Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
LAUT Nusantara kini punya penjaga baru. Dialah Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, yang menggebrak dengan aneka jurus strategis di masa jabatannya yang baru sebulan. Kapal ikan di atas 30 gross tonnage (GT) dilarang beroperasi di perairan Indonesia. Menteri Susi juga menerbitkan moratorium izin baru dan perpanjangan kapal ikan bertonase besar. Rangkaian jurus ini jelas perlu disokong semua pihak.
Menteri Susi tak sekadar menerbitkan peraturan. Pemetaan, pendataan, dan operasi penangkapan pelaku illegal fishing digeber intensif. Hasilnya, 132 perahu dan 435 awaknya, warga Filipina dan Malaysia, ditangkap di perairan Kalimantan. Kemudian lima kapal asing bertonase 100 GT yang ditangkap di perairan Natuna, pekan ini, sedang menunggu proses ditenggelamkan.
Aneka gebrakan Bu Menteri membikin gerah banyak pihak. Pemerintah Taiwan, misalnya, bergegas mengirim pelobi untuk meminta pemerintah tidak mencabut izin 60 kapal ikan negara itu yang beroperasi di Indonesia. Maklum, perairan Indonesia merupakan wilayah strategis bagi kelangsungan industri perikanan Taiwan. Laut di negeri ini adalah jalur migrasi ikan, yakni tuna mata besar dan tuna sirip kuning, yang banyak diminati pasar internasional.
Pembenahan bahari ini sebetulnya sangat terlambat. Pemerintah seperti baru bangun sempoyongan dari tidur panjang. Kapal-kapal asing selama ini dibiarkan menguras kekayaan perairan kita dengan aneka jurus mengelabui petugas. Di antaranya dengan memasang bendera merah-putih di kapal, membuat dokumen kepemilikan atas nama warga lokal, atau alih muatan ke kapal lain di tengah samudra (transshipping). Pemerintah sebelumnya, di masa Menteri Kelautan Sharif Cicip Sutardjo, bahkan resmi mengizinkan kapal asing alih muatan di lautan tanpa perlu singgah di pelabuhan lokal dan sonder bayar pajak. Perairan Indonesia pun menjadi surga para pencuri ikan.
Kekayaan laut kita yang dicuri kapal asing memang fantastis. Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) memperkirakan sedikitnya Rp 50 triliun per tahun kekayaan laut Indonesia dicuri. Menteri Susi yakin potensi ekonomi negara yang dicuri dari laut kita jauh lebih besar, yakni Rp 3.000 triliun. Bandingkan dengan total Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun ini sebesar Rp 2.039 triliun.
Membenahi laut pun tak bisa hanya dengan menertibkan kapal asing. Potensi nelayan lokal wajib pula dioptimalkan, terutama untuk mengisi pasar yang sedang lowong lantaran kebijakan moratorium. Selama ini, kapal dan perahu nelayan lokal susah mengakses fasilitas pengolahan ikan, terutama bongkahan es untuk menjaga ikan tetap segar. Anehnya, gudang-gudang beku (cold storage) yang dibangun pemerintah daerah malah disewakan dan dimonopoli pengusaha yang berkolusi dengan pejabat.
Ada aksi tentu ada reaksi. Pemilik kapal asing yang terusik oleh gebrakan ini pasti bakal bertindak mengamankan bisnisnya. Apalagi selama ini sudah banyak kisah di lapangan yang kontraproduktif. Kapal asing yang tertangkap justru dibebaskan oleh polisi atau tentara. Itu sebabnya, instruksi Presiden Joko Widodo agar TNI dan Kepolisian RI mendukung penuh pembenahan kelautan ini harus didorong. Pembenahan ini harus konsisten, di semua lini, dengan penerapan sanksi yang berat bagi pelanggar aturan. Jurus Menteri Susi tak bakal ampuh jika dia dibiarkan bertindak sendirian.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo