Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Menuju Puncak

5 Juli 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pemilihan umum langsung presiden lancar, tapi tanpa pemenang mayoritas tunggal. Artinya, karena tak ada yang meraih lebih dari separuh suara pemilih, pemilu harus dilanjutkan dengan pemilihan ronde kedua bulan September nanti. Perkiraan sementara mengindikasikan tiga pasangan kandidat gugur, karena hanya dua pasangan yang berhak ikut ke putaran kedua. Duo Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla dan Megawati-Hasyim Muzadi berhasil bertahan untuk maju terus. Tiga lainnya yang tersisih sudah boleh berkemas dan mengangkat koper masing-masing meninggalkan gelanggang perebutan kursi presiden.

Ini semua didasarkan pada cara hitung-cepat?penghitungan suara dengan metode quick count?dari sejumlah tempat pemungutan suara (TPS) yang tersebar di seluruh negeri, sebelum semua suara selesai dihitung. Biasanya hasilnya merupakan petunjuk yang cukup bisa jadi pegangan tentang persentase hasil keseluruhan pemilihan umum. Andaikata pun meleset, itu juga telah dihitung paling banyak akan bergeser dua persen dari perkiraan yang dibuat. Dalam pemilihan umum legislatif lalu, ketepatan hitung-cepat ini sedikit-banyak sudah terbukti.

Sekarang kita juga mengandalkan hitung-cepat dengan 2.500 TPS sebagai sampel yang diselenggarakan Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi Sosial (LP3ES) Jakarta dan National Democratic Institute (NDI) Washington, AS. Hasilnya menunjukkan pasangan SBY-JK akan memperoleh 33,2 persen suara, Mega-Hasyim 26,0 persen, Wiranto-Salahuddin Wahid di urutan ketiga dengan 23,3 persen, Amien Rais-Siswono 14,4 persen, dan paling buncit Hamzah Haz-Agum Gumelar 3,1 persen suara. Sekali lagi, ini masih belum pasti. Kemungkinan perubahan tetap terbuka. Terutama saling geser antara Mega-Hasyim dan Wiranto-Salahuddin bisa terjadi karena bedanya hanya sekitar tiga persen. Namun derajat kesalahan yang dicadangkan?margin of error?dalam metode perkiraan berdasarkan hitung-cepat ini cuma sekitar satu persen. Walau belum sampai hakulyakin, sebagai ancar-ancar yang hampir akurat tetaplah hasil hitung-cepat bisa dipakai. Tak terlalu salah bila selamat berpisah sudah boleh diucapkan kepada pasangan Hamzah-Agum dan Amien-Siswono, serta Wiranto-Salahuddin jika mereka gagal menyalip perolehan suara Mega-Hasyim.

Belum semua pasangan kandidat bersedia menerima gambaran yang diproyeksikan secara dini ini. Semua yang tersisih menahan napas menunggu selesainya penghitungan suara seluruhnya, masih mengharap ada keajaiban yang menguntungkan akan terjadi. Yang pasti merasa agak lega adalah pasangan Mega-Hasyim dan para pendukungnya. Maklumlah, sebelum ini, lebih banyak yang meramalkan pasangan ini tak akan mampu lolos ke babak final. Keberuntungan Mega-Hasyim secara tak langsung?dan tak selalu disadari?juga bisa bermanfaat bagi semuanya. Seandainya Mega-Hasyim gugur di putaran pertama, bayangkan, betapa tak menentunya keadaan pemerintahan yang masih resmi dipimpin oleh presiden yang sudah dipastikan akan kehilangan kekuasaannya. Selama tiga bulan lebih bisa terjadi kelesuan, kemacetan, bahkan kekacauan karena kepemimpinan negara bagaikan kerbau lumpuh yang tak lagi sanggup dan kehilangan minat menghela bajak pengelolaan ladang birokrasi republik ini.

Sekarang kemungkinan ini dihindari secara kebetulan, tanpa disengaja. Mengambil pelajaran dari kenyataan ini, untuk masa depan sebaiknya dibuat kesepakatan dan pengaturan yang lebih baik agar masa transisi pergantian presiden dapat dipersingkat dan berjalan dengan lebih aman; menjaga agar pemerintahan terselenggara dengan stabil dan tetap bertanggung jawab ketika presiden yang berkuasa langsung kalah di putaran pertama. Pemilihan langsung presiden baru pertama kali diadakan, sehingga belum ada contoh atau kebiasaan yang bisa dijadikan pedoman bagaimana sebaiknya bersikap dalam transisi menunggu pergantian pemerintahan ke tangan presiden baru. Untuk pertama kali, yang diharapkan ialah kedewasaan dan sikap negarawan yang tidak merugikan kepentingan rakyat banyak dari presiden yang akan turun dari jabatannya.

Sebagai peraih suara terbanyak, tampaknya pasangan SBY-Jusuf Kalla merasa optimistis akan memenangi ronde kedua, siapa pun lawannya. Namun belum pasti itu yang terjadi, karena selisih hasil hitung-cepat antara SBY dan Mega (juga Wiranto) tak terlalu banyak. Kompetisi politik punya banyak kesamaan dengan turnamen sepakbola: pemenang di awal pertandingan belum tentu jadi juara. Di ronde kedua nanti, siapa yang lebih pandai membujuk para pendukung calon presiden yang telah tersisih yang akan melenggang ke istana. Sekarang ini posisi pasangan Mega-Hasyim sebagai pesaing di tahap berikut pun baru perkiraan, belum kepastian.

Gambaran yang lebih pasti akan didapat beberapa hari lagi. Sementara ini, kita harus merasa puas bahwa pemilihan presiden berjalan lumayan baik, meski sedikit lecet dan penyot di sana-sini, terutama dalam kekisruhan pencoblosan surat suara. Selamat jalan kepada yang kalah, selamat berjuang bagi yang menang, dan kepada kelima pasangan kandidat boleh kita berikan penghargaan untuk segala jerih payahnya dalam perlombaan menuju puncak.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus