Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Merawat Film Melalui Festival

Para sineas dan pemain film Indonesia mengajukan rasa tidak percaya mereka setelah hasil FFI diumumkan. Apa solusi kita untuk merawat FFI?

1 Januari 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Drama film Indonesia tak hanya terjadi di layar lebar yang berkibar, tetapi juga di atas panggung Festival Film Indonesia (FFI). Disebutnya film Ekskul karya Nayato Fio Nuala sebagai Film Terbaik—disertai beberapa penghargaan dalam kategori lain, termasuk Sutradara Terbaik—diakhiri dengan protes ketidakpuasan berbagai sineas muda lainnya.

Ketidakpuasan ini bukan persoalan ”sakit hati” atau sekadar perbedaan selera. Asal tahu saja, mereka yang protes juga termasuk sineas yang mendapatkan penghargaan Piala Citra pada tahun-tahun sebelumnya. Mereka yang protes berpendapat Ekskul tidak layak memenangkan kategori Film Terbaik, terutama karena isinya tidak orisinal dan—ini yang paling utama—ilustrasi musiknya dianggap mencomot dari beberapa ilustrasi musik sebuah film Barat.

Dengan kata lain, mereka menganggap adanya suatu pelanggaran hak cipta yang diabaikan oleh para juri dan merupakan satu faktor yang sangat esensial dalam dunia penciptaan.

Ekor dari protes itu dilanjutkan dengan berbagai pertemuan sineas muda yang berencana mengirim sebuah pernyataan yang berisi protes dan bahkan ada yang berniat mengembalikan Piala Citra yang sudah pernah mereka raih.

Jika benar tahun 2007 ini diawali dengan pengembalian Piala Citra kepada panitia FFI, maka perfilman Indonesia kembali masuk krisis. Jika sebuah festival yang selama ini dianggap sebagai tonggak tertinggi sebuah pencapaian dunia film, maka pengembalian piala mengindikasikan bahwa institusi FFI tidak lagi dipercayai oleh para anggotanya sendiri. Lalu, apa jadinya sebuah festival jika para pekerja film sendiri sudah malas hadir (seperti yang terjadi sejak tahun lalu) dan tak percaya lagi pada pilihan para jurinya?

Keadaan sangat panas membara. Kesannya, ini adalah pertempuran antara ”para tetua” yang dianggap sudah lama tak mengikuti perkembangan dunia film dan ”sineas muda” yang disebut salah seorang juri ”sangar” dan ”galak”. Toh, majalah ini masih menyarankan dua hal yang penting: mereka duduk bersama dan saling mendengarkan. Yang ”senior” mencoba rendah hati dan mengakui bahwa setelah FFI vakum selama 13 tahun, sejarah mencatat bahwa anak-anak muda inilah (antara lain, Mira Lesmana, Riri Riza, Nan T. Achnas) yang meniupkan roh perfilman Indonesia secara gerilya pada 1996. Saat itu, para senior banyak yang tengah ”mencari peruntungan” di dunia televisi swasta yang saat itu lebih aman dan menjanjikan secara finansial.

Hal kedua, yang perlu dilakukan semua warga perfilman (dari segala usia, angkatan, kasta, ataupun aliran) adalah reformasi organisasi-organisasi perfilman. Di masa Orde Baru, panitia tetap FFI lazim dipilih oleh Dewan Film yang posisinya berada di bawah Direktur Jenderal Radio Televisi dan Film, Departemen Penerangan. Kini, dengan bubarnya Departemen Penerangan, panitia FFI diurus oleh sebuah lembaga bernama Badan Pertimbangan Perfilman Nasional yang diangkat oleh presiden.

Jika FFI ingin menjadi milik bersama, milik orang film yang peduli akan film dan menjadi festival yang berwibawa, maka sebaiknya semua warga itulah yang bersama-sama duduk untuk ikut mengatur terselenggaranya satu-satunya festival film terbesar di negeri ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus