Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bahasa

Mewaspadai Komisi Pemerintah

Pemerintah yang terburu-buru membuat undang-undang dan komisi antikorupsi perlu diwaspadai.

4 Februari 2001 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KALAU pemerintah mendadak dan dengan sigap membentuk kelompok pembasmi korupsi, hal itu perlu dicurigai. Membentuk kelompok pemeriksa kekayaan pejabat, ombudsman, komisi pengawas, dan 1001 macam lainnya tanpa menempuh kebijakan yang komprehensif jelas hanya bertujuan memuaskan sesaat tuntutan masyarakat. Contoh paling gamblang adalah yang terjadi di Kenya. Pada Agustus 1997, IMF menangguhkan semua program pinjaman ke pemerintah karena meruyaknya korupsi di seantero negeri. Dua bulan kemudian, berkat desakan deras masyarakat, Presiden mengeluarkan pernyataan mengecam korupsi. Segera saja Jaksa Agung mengeluarkan komunike berikut: "Pagi ini pemerintah membentuk satu tim antikorupsi untuk memeriksa pelaksanaan tugas komisi antikorupsi, yang mengawasi satgas antikorupsi, yang sebelumnya telah ditunjuk untuk menyelidiki kegiatan suatu komisi ad hoc pemerintah yang dilantik pada awal tahun ini guna memeriksa isu korupsi pada tingkat tinggi di kalangan pejabat pemerintah yang korup." Untuk menghindar dari kewajiban memberantas korupsi, pemerintah Kenya membentuk tak kurang dari empat kelompok antikorupsi dalam satu tahun. Antibisnis Penghambat besar perjuangan antikorupsi adalah rangkaian kekaburan, purbasangka, dan salah pengertian tentang yang sebenarnya merupakan sokoguru dalam suatu strategi antikorupsi. Bila para penggerak kampanye antikorupsi yang berhasil di masa lalu melangkah secara mekanis ke hari depan, mereka pasti akan menghadapi rentetan prasangka yang akan mempersulit kerja mereka. Timbunan prasangka ini akan dimanfaatkan oleh pemerintah yang korup, agar tampak sungguh-sungguh berupaya menumpas korupsi. Tujuannya, sekadar meninabobokkan gerakan antikorupsi dengan cara memberi kepuasan sesaat. Salah satu prasangka ditujukan kepada golongan pengusaha. Mereka dianggap biang keladi menggilanya korupsi di semua bidang kegiatan ekonomi. Salah langkah ini akan disambut hangat oleh aparat hukum: dengan sigapnya mereka mengusut pengusaha yang diduga menyogok pejabat, sementara itu betapa enggannya mereka menindak kaum pejabat itu sendiri. Salah langkah ini merintangi kerja sama yang mestinya dijalin antara para aktivis gerakan antikorupsi dan kalangan bisnis. Koruptor dan satgas Memusatkan upaya pada pengejaran koruptor, dan melalaikan pencarian akar penyebab korupsi, bisa berakibat buruk bagi gerakan antikorupsi. Kalau salah langkah ini dilakukan di negeri yang peradilan dan penegak hukumnya korup, akibatnya sungguh fatal. Pemerintah yang kewalahan menanggapi gerakan antikorupsi akan dengan mudah mengorbankan beberapa gelintir koruptor. Sistem penegakan hukum dan peradilan yang sudah remuk biasanya membebaskan para koruptor. Pemerintah pura-pura serius. Para aktivis gerakan antikorupsi mendapat kepuasan sesaat. Tapi sistem hukum membebaskan para terdakwa, masyarakat putus asa, dan akhirnya apatis terhadap korupsi. Obsesi dengan satu gagasan tunggal biasanya diiringi pengabaian dengan serangkaian gagasan lain yang mutlak diperlukan untuk menyukseskan gagasan tunggal tersebut. Main bentuk kelompok watchdog seperti Komite Antikorupsi, Ombudsman, Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara, merugikan upaya komprehensif yang sebenarnya harus ditempuh. ICAC di Hong Kong berhasil karena pemerintah menyerang korupsi dari empat front sekaligus: perombakan institusional atas birokrasi, penindakan terhadap koruptor, reformasi ekonomi guna memperkecil sektor pemerintahan, dan kampanye antikorupsi. Untuk menjamin kebersihan ICAC, pemerintah Hong Kong melantik sejumlah besar ahli penyidik dan penggagas warga negara Inggris sebagai anggota organisasi watchdog tersebut. Pidato vs tindakan Sudah tiba waktunya untuk mengakhiri pidato, seminar, dan deklarasi yang muluk-muluk. Kini saatnya meningkatkan gerakan antikorupsi ke tahap tindakan. Perekonomian harus dirombak dengan deregulasi, privatisasi, memperkecil peran dan kewenangan pemerintah dalam kancah kegiatan ekonomi dan bisnis. Kemudian perlu diteliti corak korupsi yang paling merugikan. Jangan main tembak semua sasaran. Pilih strategi antikorupsi yang lebih mungkin berhasil dalam jangka pendek dan jangka panjang: melindungi kekayaan negara atau mengejar koruptor? Di mana saja letak titik rawan korupsi? Jangan main jiplak strategi antikorupsi negeri lain yang mungkin tantangan dan kondisinya berbeda. Program antikorupsi tidak bisa dipesan "jadi". Ia harus disusun secara cermat dan berhati-hati sesuai dengan "pesanan" keadaan khas yang dihadapi setiap negeri. (Dari Alan Doig & Stephen Riley, "Corruption and Anti-Corruption Strategies: Issues and Case Studies from Developing Countries"; dan Daniel Kaufmann, "Revisiting Anti-Corruption Strategies: Tilt towards Incentive-Driven Approaches", prasaran di Konferensi Korupsi di Negara Berkembang, Paris, 24-25 Oktober 1997).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus