Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Marginalia

Misteri

"Sadarkah kau, kita hidup… kalaupun ini bisa disebut 'hidup'... di sebuah dunia yang rusak? Ya, rusak, seperti arloji macet…."

6 Mei 2018 | 00.00 WIB

"Sadarkah kau, kita hidup… kalaupun ini bisa disebut 'hidup'... di sebuah dunia yang rusak? Ya, rusak, seperti arloji macet…."
Perbesar
"Sadarkah kau, kita hidup… kalaupun ini bisa disebut 'hidup'... di sebuah dunia yang rusak? Ya, rusak, seperti arloji macet…."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

"Sadarkah kau, kita hidup… kalaupun ini bisa disebut 'hidup'... di sebuah dunia yang rusak? Ya, rusak, seperti arloji macet…."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Kata-kata itu diucapkan di pentas sebuah lakon yang kini dilupakan, ditulis seorang penulis yang kini dilupakan-seorang pemikir yang tenggelam oleh waktu, tapi kemarin saya temukan lagi dan saya terkesima.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Karya Gabriel Marcel, Le monde cassé ("Dunia yang Rusak"), diterbitkan di tahun 1933. Naskah pentas yang banyak mendapat pujian itu kurang-lebih berkait dengan filsafat Marcel-ia pernah disebut sebagai seorang eksistensialis-yang ditulis di masa yang galau di antara dua perang besar yang mengerahkan massa dan teknologi. Kini, saya kira, pandangannya bisa bergema, di masa ketika teknologi dan kekuasaan menyalin kehidupan jadi data digital-informasi yang bisa dihimpun dan diotak-atik.

Dengan kata lain, "dunia yang rusak" tampaknya selalu bersama kita. Jika kita ikuti kalimat Christiane Chesnay, tokoh utama dalam lakon Marcel itu, yang dimaksudkannya adalah dunia yang ibarat sebuah "arloji macet". Semua elemen berada di tempatnya, tapi jika "kita lekatkan arloji itu ke kuping, kita tak akan dengar suara berdetik".

Dalam pandangan Marcel ketika ia menuliskan lakonnya itu, dunia tengah kehilangan vitalitas dan subyektivitas. Seperti ditulisnya dalam Le mystère de l'être, yang terjadi adalah "proses devitalisasi". Manusia masuk ke "birokratisasi kehidupan"; kekuasaan Negara menjebaknya dalam identitas yang ditentukan "lembar-lembar dokumen resmi". Atau ia dibentuk dalam kendali kapitalisme ukuran besar. Subyektivitas hilang. Tiap kita, tulis Marcel, diperlakukan hanya sebagai agen dengan perilaku yang diarahkan untuk satu "keutuhan sosial" yang akan datang. Manusia jadi sesuatu yang tak punya wilayah batin yang berdegup; ia abstrak.

Di sini suara Marcel tajam. Ia selamanya melawan abstraksi, yang merampatpapankan sampai habis apa yang unik dan tak bisa diulang dalam hidup. Yang membuat Marcel diperhitungkan: ia tak hanya melawan. Ia, yang melihat hidup punya makna positif, menawarkan sebuah alternatif.

Baginya, pemikiran juga bisa memahami dunia tanpa harus meringkusnya sebagai obyek dan menguraikannya dalam analisis. Pemikiran bisa bertaut dengan pengalaman, lengkap dengan tubuh kita di satu saat, di satu tempat, dan bukan hasil abstraksi yang berlaku selamanya. Pikiran harus bertolak dari prinsip awal, kata Marcel, bahwa abstraksi bisa menyesatkan.

Marcel memilih pensée pensante: sikap berpikir yang tumbuh ketika kita melebur diri tanpa mengambil jarak-seperti ketika kita mendengarkan musik, memandang lukisan, menikmati pemandangan pantai, dan menangkap ada yang benar di dalamnya. Artinya sikap berpikir ini tak bertolak dari niat menganalisis, tak hendak membekukan sesuatu yang hidup hingga jadi sesuatu yang bisa diurai.

Dari sini bisa kita katakan bahwa "dunia yang rusak" adalah dunia di mana hidup diperlakukan sebagai "bekas-hidup", ibarat mayat yang diformalin untuk pelajaran anatomi.

Di dunia yang diperlakukan seperti itu, manusia dan alamnya ada untuk dikuasai dan dimiliki. Ilmu, teknologi, dan ekonomi maju, dan dunia modern lahir: hutan rimba diubah jadi kota dan tambang dan manusia bisa terbang, sampai ke bulan. Tapi ada yang cedera. Seperti "manusia pertama di angkasa luar" dalam sajak Subagio Sastrowardoyo yang terkenal itu, orang bisa terlontar dari bumi yang dikasihinya, jauh, "sampai pada tepi". Di sana ia akan berbisik sedih, "aku tak mungkin kembali." Ia hanya punya kenangan.

Apa yang kukenang? Masa kanak waktu tidur dekat ibu
Dengan membawa dongeng dalam mimpi tentang bota
Dan raksasa, peri dan bidadari.
Aku teringat kepada buku cerita yang terlipat dalam lemari.
Aku teringat kepada bunga mawar dari Elisa

Dongeng yang terbawa ke dalam mimpi, buku cerita yang tersimpan di lemari, mawar dari pacar.... Pendek kata, segala yang konkret, yang tak tergantikan-yang mempunyai pukaunya sendiri. Pesona itu musnah ketika dunia modern datang mendesak ke ruang yang paling privat dan semua jadi datar, jadi data, jadi bahan untuk dipakai ketika kita hendak memecahkan sebuah problem.

Jasa Marcel ialah mengingatkan bahwa kita hidup dengan "problem" dan "misteri"-dua hal yang sama sekali berbeda. "Mencapai Mars itu problem, jatuh cinta itu misteri," kata-katanya yang termasyhur.

Sebuah problem adalah sesuatu yang kita jumpai menghambat jalan kita. Ia sepenuhnya ada di hadapan kita. Ia ada untuk diurai dalam detail dan dipecahkan. Sedangkan sebuah misteri tak bisa; ia melibatkan diri kita seluruhnya, tanpa kita bisa merumuskannya-seperti ketika seorang Amir Hamzah kembali ke Tuhan dengan "sayang berulang", dan ia sia-sia memahami Maha-Misteri itu lengkap dan final.

Engkau pelik menusuk ingin
Serupa dara di balik tirai

Marcel pernah mengatakan, bila kita berbicara tentang Tuhan, bukan Tuhan yang sebenarnya kita bicarakan. Tapi seperti Amir Hamzah, Marcel suara yang teramat jauh dari "dunia yang rusak". Di dunia macam itu, Tuhan disebut setiap saat dan pada saat yang sama Ia berhenti sebagai misteri. Di percaturan dagang dan kekuasaan, Tuhan-yang oleh Amir Hamzah diibaratkan "serupa dara di balik tirai", Tuhan yang Maha-Pelik-telah diproyeksikan sebagai Tuhan-yang-siap-pakai.

Goenawan Mohamad

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus