Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
ORGANISASI apa pun, termasuk kementerian, tidak seperti kereta api, yang terpaksa mengikuti lintasan rel. Ia lebih mirip mobil yang bisa berbelok hampir sesukanya. Karena itu, pengawasan menjadi penting.
Untuk mengawasi arah dan kecepatan kerja kementerian itulah Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) dibentuk lima tahun silam. Presiden Joko Widodo seharusnya mempertahankan unit ini agar dapat mengevaluasi kinerja kementerian secara komprehensif.
Presiden memang belum menyatakan akan membubarkan unit ini. Namun, sampai dua pekan setelah menjadi presiden, Jokowi belum juga memberi kepastian nasib lembaga itu. Ia juga tak menyatakan siapa yang akan menggantikan Kuntoro Mangkusubroto setelah masa jabatannya sebagai Kepala UKP4 habis.
Kekhawatiran akan dibubarkannya UKP4 juga muncul karena Wakil Presiden Jusuf Kalla kurang menyukai lembaga seperti ini. Ketika menjadi wakil Susilo Bambang Yudhoyono pada 2004-2009, Kalla mengancam akan mundur karena Yudhoyono membentuk Unit Kerja Presiden Pengelolaan Program dan Reformasi (UKP3R) pada 2006. Ia juga pernah mengatakan UKP4 yang menggantikan UKP3R tidak perlu ada. Menurut Kalla, penilaian kinerja menteri bisa dilakukan oleh presiden dan wakilnya.
Alasan Kalla mungkin bisa didiskusikan. Untuk menilai kinerja 34 menteri dan kementerian, cukupkah hanya presiden dan wakilnya? Kiranya mereka harus dibantu oleh sebuah tim seperti UKP4, yang beranggotakan ahli dari berbagai bidang. Selama ini Kuntoro dan timnya berkali-kali memberikan evaluasi yang komprehensif. Pengukuran mereka didasarkan pada angka, bukan rabaan. Tanpa unit seperti itu, penilaian oleh presiden dan wakilnya bisa sangat dangkal. Bukan tak mungkin pula mereka terjebak dalam subyektivitas, menilai karena suka dan tak suka.
Kekhawatiran Kalla bahwa UKP4 akan mereduksi peran wakil presiden, karena tak diikutkan dalam pembahasan kinerja menteri, bisa ditampik. Dalam Pasal 2 Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2009 disebutkan, wakil presiden membantu presiden dalam mengendalikan tugas UKP4. Bagaimanapun, UKP4 hanya memberi masukan kepada presiden dan wakilnya. Mereka cuma penajam mata dan telinga, bukan kepanjangan tangan keduanya.
Menempatkan UKP4 di bawah Sekretaris Kabinet juga tidak pas. Dalam peraturan presiden itu dikatakan unit ini bertanggung jawab dan berkomunikasi langsung dengan presiden. Mereka adalah pengawas anggota kabinet, bukan bagian dari salah satu anggota kabinet. Menempatkan UKP4 di bawah Sekretaris Kabinet akan mengerdilkan peran mereka dan membatasi komunikasi dengan presiden. Selain itu, UKP4 juga bertugas menyinergikan kepentingan pemerintah pusat dan daerah, hal yang tentu berada di luar wilayah kerja Sekretaris Kabinet.
Presiden Joko Widodo justru harus memanfaatkan laporan dari UKP4 secara optimal. Meski setiap tahun unit tersebut membuat laporan kinerja kementerian, Presiden Yudhoyono tidak terlalu memanfaatkannya untuk perbaikan atau pergantian menteri. Pada 2010, UKP4 menilai tiga kementerian berapor merah. Tiga tahun kemudian, bukannya berkurang, jumlah kementerian berapor merah meningkat menjadi sepuluh.
Dalam mengganti menteri, Yudhoyono lebih banyak memakai pertimbangan politis. Ia, misalnya, mempertahankan Menteri Komunikasi Tifatul Sembiring selama lima tahun, meski lembaganya pernah mendapat nilai tidak memuaskan pada 2010 dan 2013.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo