BANYAK utusan rakyat dari berbagai daerah langsung datang
mengadu ke DPR Pusat. Para anggota DPRD sendiri banyak yang
menanggapi gejala ini.
Yang kami anggap menarik adalah pendapat Bapak A.A. Navis dan
Ramli, masing-masing anggota DPRD Tk. I Sumatera Barat dan DPRD
Tk II Sumatera Barat Utara. (TEMPO, 7 April). Memang betul,
komposisi anggota DPRD terlalu banyak berasal dari pegawai
negeri/pegawai daerah, dan dari ibukota kabupaten pula, atau
berdomisili di kota kabupaten. Malah bupati kepala daerah ikut
menggarap dan menentukan calon anggota DPRD yang berasal dari
pegawai negeri/daerah itu. Jadi mental anak buah tetap
terpelihara, sehingga bapak buah tak ada yang berani mengusik.
Bagi pegawai negeri/daerah, terpilih sebagai anggota DPRD
merupakan suatu mercy: beberapa kemudahan atau fasilitas akan
diperoleh selama menjadi anggota DPRD income bertambah, kredit
skuter tentu diperoleh. Ketimbang direcall atau kedudukannya
terancam, lebih baik diam saja, toh tak ada aturan yang melarang
membisu. Maka impotenlah si anggota dewan di daerah itu, dan ini
sudah diketahui rakyat.
Lain kali, supaya komposisi anggota DPRD ini ditinjau. Kalaupun
tak ada jalan keluar yang pantas, boleh saja diambil dari
pegawai negeri -- tapi jangan yang majikan langsungnya bupati
kepala daerah.
P. LAMPIAN
Kampung Tanjung Puri,
Sintang, Kalimantan Barat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini