Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Peristiwa

13 Desember 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Yap Thiam Hien untuk Sumarsih

Suara perempuan 53 tahun di atas podium itu bergetar. ”Kamulah, Nak, yang lebih pantas menerimanya. Ibu hanyalah sekadar melahirkanmu,” katanya dengan air mata yang siap tumpah. Sumarsih adalah ibu dari mahasiswa Universitas Atmajaya, Jakarta, Bernardius Realino Norma Irawan alias Wawan, yang tewas dalam Tragedi Semanggi I. Jumat pekan lalu ia menerima penghargaan Yap Thiam Hien 2004, dalam sebuah acara di Museum Nasional, Jakarta.

Penghargaan ini diberikan kepada Sumarsih melalui proses seleksi bersama empat nomine lainnya. Menurut ketua dewan juri, Asmara Nababan, Sumarsih dinilai pantas menerimanya karena menjadi figur yang berhasil mengatasi kesedihannya dan mentransformasinya menjadi kesadaran akan nilai kemanusiaan. ”Awalnya, dia adalah korban, tapi kini juga menjadi aktivis hak asasi,” kata Asmara.

Ditemui sebelum acara penganugerahan, Sumarsih mengaku sempat tak mau menerima penghargaan ini. ”Saya ini bukan apa-apa. Aktivitas saya hanya spontan dan tak terencana,” katanya. Karena itu, saat diberi tahu memperoleh Yap Tiam Hien Award, Rabu pekan sebelumnya, dia minta waktu untuk berpikir. Kata ya ia berikan tiga hari kemudian.

Wawan tewas tertembak peluru aparat keamanan pada 13 November 1998. Waktu itu, dia bersama Tim Relawan untuk Kemanusiaan membantu mahasiswa yang tewas dan terluka ketika melakukan aksi menolak Sidang Istimewa MPR. Dia mengembuskan napas terakhir di halaman almamaternya, Universitas Atmajaya, Jakarta, akibat timah panas yang menembus dada.

Di akhir acara, Dewan Pendiri Pusat Studi HAM, Todung Mulya Lubis, mengumumkan rencana pemberian Munir Courageous Award, mulai tahun depan. ”Award ini untuk mengenang, mengabadikan, sekaligus menjadikan kiprah kerja Munir yang tanpa pamrih itu menjadi inspirasi buat banyak orang, terutama orang muda,” kata Todung.

Perkampungan Transmigrasi Diserang

Tiga warga Desa Ciembun, Kecamatan Peurelak, Aceh Timur, tewas dan sembilan lainnya luka-luka akibat serangan sekelompok orang bersenjata, Selasa malam pekan lalu. Kapolres Aceh Timur Ajun Komisaris Besar Irsanuddin, saat dihubungi Tempo sehari kemudian, mengatakan serangan dilakukan oleh para anggota Gerakan Aceh Merdeka (GAM).

Kapolres menjelaskan, insiden berawal sekitar pukul 20.00, ketika tujuh penyerang datang ke permukiman transmigran itu. Mereka meminta puluhan warga yang berada tengah berada di meunasah (surau) untuk berkumpul. Kelompok bersenjata itu meminta KTP warga secara bergiliran, dan tanpa sebab yang jelas mereka langsung memuntahkan peluru ke arah kumpulan warga. Korban yang tewas masing-masing Suryadi, 40 tahun, Sumardi, 18 tahun, dan Amek, 20 tahun. Sementara sembilan lainnya yang mengalami luka tembak hingga saat ini masih dirawat di Rumah Sakit Umum Langsa, Aceh Timur. ”Beberapa berhasil selamat,” kata Kapolres.

Juru bicara GAM wilayah Peurelak, Teuku Tjut Kafrawi, kepada Tempo mengaku belum menerima informasi tersebut. Tetapi ia mengatakan pasukan GAM tidak berada di kawasan itu. ”Kawasan transmigrasi itu sudah dikuasai TNI dan Polri, tidak mungkin pasukan GAM bisa masuk ke sana. Jadi, tidak mungkin kami melakukan itu,” katanya.

Narapidana Tanjung Gusta Kabur

Tak banyak yang didapat Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Hamid Awaluddin dari 87 narapidana yang tersisa di ruangan aula Blok D Lembaga Pemasyarakatan Anak kelas II A Tanjung Gusta, Medan.

Jumat pekan lalu Hamid hanya menemukan para narapidana tutup mulut atas ka-burnya 31 rekan satu blok mereka. ”Mereka mengaku tak tahu,” kata Hamid.

Menurut dia, ada tiga kemungkinan yang membuat mereka bungkam. Pertama karena solidaritas atas sesama narapidana, kedua karena takut diancam, atau memang lelap tertidur. ”Ini kejadian dahsyat,” kata Hamid tentang kaburnya pelaku kejahatan yang kebanyakan tersangkut kasus narkoba itu.

Para narapidana ini kabur pada Jumat dinihari sekitar pukul 03.00. Modusnya, membobol asbes ruangan aula yang tidak memiliki jeruji besi seperti ruang tahanan lainnya.

Dugaan sementara, hal itu disebabkan keteledoran penjaga pada empat titik pos di penjara itu. Kepala Divisi Pemasyarakatan Kantor Wilayah Departemen Kehakiman Sumatera Utara, Bambang Winahyo, menjelaskan bahwa saat peristiwa terjadi hujan sangat lebat dan sebagian petugas jaga sedang tertidur lelap. ”Peluang ini yang dimanfaatkan para narapidana,” kata Bambang.

Aula Blok D digunakan untuk menampung sementara sebagian narapidana pindahan dari luar LP Tanjung Gusta. Hal ini terpaksa dilakukan karena keterbatasan ruangan. Sehari-hari ruangan ini biasa digunakan sebagai tempat pertemuan dan pembinaan narapidana. Pada saat itu ruangan ini sedang menampung 118 orang narapidana dewasa titipan dari LP Labuhan Deli.

Inilah Lembaga Paling Korup

Korupsi di Dewan Perwakilan Rakyat mencapai tahap kronis. Dalam skala 1 hingga 5, korupsi di DPR berada pada angka 4,4. Penilaian dari hasil Survei Transparency International Indonesia ini akhirnya menempatkan DPR dan partai-partai politik sebagai lembaga paling korup selama 2004 di Indonesia. ”Persepsi ini menunjukkan bahwa parlemen dan partai telah menghabiskan sumber daya negara untuk kepentingan mereka sendiri,” kata Sekretaris Jenderal Transparency Emmy Hafild, Kamis pekan lalu.

Survei ini dilakukan Transparency selama tiga bulan, dari Juli hingga September lalu, di Jakarta, Medan, dan Surabaya. Mereka melibatkan 1.234 responden dengan metode tatap muka. Di bawah kedua lembaga politik tersebut, lembaga yang juga korup adalah bea cukai, lembaga peradilan, polisi, dan pajak. Survei yang dilakukan Transparency International di 64 negara menemukan hal serupa di beberapa negara. Parlemen dan partai di Argentina, Korea Selatan, Taiwan, Ukraina, dan negara berkembang Amerika Latin juga dianggap sebagai lembaga terkorup.

Ketua DPR Agung Laksono mengaku prihatin dengan hasil survei Transparency International Indonesia itu. Ia juga menyatakan belum yakin 100 persen terhadap hasil survei itu.

Komisi Jual Tank untuk Tutut

Nyonya Siti Hardijanti Rukmana dituding menerima persenan dalam pembelian tank Scorpion, sepuluh tahun lalu. Alvis, perusahaan pembuat tank canggih dari Inggris, disebut-sebut telah memberikan 16,5 juta poundsterling (sekitar Rp 291 miliar) kepada putri sulung mantan presiden Soeharto itu. ”Tutut (Siti Hardijanti) mendorong kami menjadikannya dan rekan bisnisnya sebagai perusahaan konsultan (dalam penjualan),” kata eksekutif Alvis, Nick Prest.

Terbongkarnya kasus ini bermula dari sidang gugatan Chan U Seek, pebisnis Singapura dan mantan konsultan Alvis. Dia mengklaim fee penjualan tank Scorpion senilai 6 juta poundsterling untuknya tidak dibayar. Nah, dalam sidang itu pengadilan mendapat pengakuan bahwa Alvis justru telah membayar 16,5 juta poundsterling kepada Tutut. Saat itu juga terungkap sejumlah nama jenderal yang terlibat dalam transaksi penjualan tersebut.

Pengacara Tutut, Elsa Syarief, menyebut tuduhan itu dikeluarkan oleh pihak-pihak yang bersengketa di pengadilan. ”Jadi, tidak ada kaitannya dengan Mbak (Tutut),” katanya.

Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto mengaku akan mempelajari dugaan suap dalam pembelian tank Scorpion pada 1994 itu. Dia mengaku belum mengetahui masalah ini. ”Pada saat itu saya masih kroco, jadi belum tahu,” kata Tarto, yang pada sat itu adalah Asisten Operasi Kodam Jaya.

Harry Roesli Meninggal Dunia

Djauhar Zaharsyah Fachroedin Roesli, yang lebih kita kenal sebagai Harry Roesli, meninggal dunia di Rumah Sakit Harapan Kita, Jakarta, pada Sabtu malam pekan lalu. Budayawan ”nakal” berusia 53 tahun ini pada Selasa 30 November sebelumnya dilarikan ke Rumah Sakit Boromeus, Bandung, karena mendapat serangan jantung. Tiga hari kemudian ia dipindahkan ke Rumah Sakit Harapan Kita untuk menjalani operasi pemasangan balon pada jantung. Cucu Marah Roesli—pujangga penulis roman Siti Nurbaya, yang menjadi masterpiece sepanjang zaman—ini mengalami kondisi kritis pada Jumat malam, 10 Desember. Tekanan darahnya menurun tajam dan dokter terpaksa memasang kembali alat bantu pernapasan.

Beberapa kerabat dekatnya merasa cukup kaget atas berita duka yang diterimanya. Sebab, sejauh yang mereka ketahui, dedengkot musik kontemporer Indonesia ini tak memiliki penyakit jantung, tapi penyakit diabetes dan hipertensi.

Harry Roesli tak merampungkan kuliahnya di Jurusan Teknik Mesin Institut Teknologi Bandung (ITB). Kecintaannya pada kesenian, khususnya musik, membawanya ke negeri air Belanda untuk belajar musik elektronik di Rotterdam Conservatorium, Belanda, pada 1981, dan mendalaminya kembali untuk musik pedagogi pada lembaga pendidikan yang sama.

Kang Harry—begitu ia biasa disapa rekan-rekannya—membangun komunitas seni di rumah tinggalnya di Jalan W.R. Supratman, Bandung. Di rumah yang cukup besar itulah kegiatan budaya diberi ruang yang luas. Selain sebagai tempat pertunjukan seni, rumah itu juga merupakan arena diskusi, tempat mengobrol politik sejumlah anak muda dengan aneka latar belakang.

Guru besar bidang musik di IKIP Bandung ini menelurkan Beberapa karya yang terkenal seperti Gang of Harry Roesli (1971), Opera Ken Arok (1973), Rumah Sakit, Parentheses Sikat Gigi, Opera Ikan Asin, dan Overdosis. Kang Harry juga membantu berbagai pertunjukan Teater Koma sebagai penata musik dan aktif mengajar anak jalanan bermain dan menulis musik. Ia memang menjadi bapak asuh lebih dari 3000 anak jalanan di Bandung.

Jenazah Harry Roesli rencananya dimakamkan di taman pemakaman keluarga di Ciomas, Bogor.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus