Setiap perjuangan selalu melahirkan sejumlah penghianat dan
para penjilat. Jangan kau gusar, Hadi.
SAJAK itu ditulis Taufiq Ismail sekitar 1966. Apa yang disebut
"Orde Lama" sedang ditumbangkan. Apa yang kemudian disebut "Orde
Baru" dicoba dilahirkan. Dengan sendirinya banyak harapan
berkibar-kibar.
Tapi betapa ganjil. Sajak itu bersuara tenang, tapi nada
dasarnya menyembunyikan semacam rasa sedih. Memang Selalu
Demikian, Hadi: judul itu seperti memaklumi kekecewaan. Telah
begitu panjangkah pengalaman Indonesia dengan bab-bab yang
pahit-pahit?
Agaknya. Meskipun, sebenarnya pengkhianatan kepada perjuangan
tidak selalu begitu cepat dan begitu jelas seperti ketika pada
puncak sengitnya pertempuran, seorang kawan kita lari ke pihak
lawan karena dibeli. Dalam kasus semacam itu, warna-warna segera
nyata dan tegas: hitam, atau putih, atau kuning. Tapi yang
"memang selalu demikian, Hadi" -- yang lebih sering terjadi -
ialah pengkhianatan dalam proses yang lebih pelan. Yakni, ketika
asap peperangan telah kalis dan musuh telah kalah.
Dengan demikian pengkhianatan dalam perjuangan 1945 lebih banyak
tak terjadi di tahun 1945. Pengkhianatan dalam perjuangan 1966
lebih sering tak berlangsung di tahun 1966. Beberapa puluh tahun
setelah Revolusi Prancis yang menghapuskan monarki, tokoh
pasukan revolusioner Napoleon Bonaparte memaklumkan diri jadi
raja di raja. Atau kalau contoh ini terasa terlampau kuno,
ingatlah Rosa Luxembourg.
60 tahun yang lalu, persisnya di tahun 1918, wanita komunis dari
Polandia itu telah mulai merasakan pengkhianatan kepada revolusi
sosialis di Rusia. Ia mulai melihat tanda-tanda, bagaimana
"sosialisme akan didekritkan dari belakang meja beberapa pejabat
dan selusin intelektual". Ia mulai mencium bagaimana "kehidupan
publik pelan-pelan jatuh tertidur." la mulai mendengar bagaimana
sejumput tokoh kaum buruh diundang datang ke rapat hanya "untuk
memberi tepuk tangan kepada pidato para pemimpin".
Tanpa pemilihan umum yang merdeka. Tanpa pers yang leluasa.
Tanpa kebebasan bersidang. Tanpa perjuangan sonder sensur di
antara pelbagai pendapat. Tanpa semua itu, tulis Rosa Luxembourg
dalam risalahnya tentang revolusi Rusia, "hanya birokrasilah
yang tinggal merupakan unsur yang aktif." Semuanya redup, padam,
senyap -- dan sering palsu.
Mengapakah demikian? Mengapakah perjuangan selalu dikhianati,
Hadi, oleh para pemenangnya sendiri?
Barangkali karena kita tak merumuskan secara konsepsional musuh
kita yang sebenarnya. Atau karena kita tak segera ingat, bahwa
musuh itu sering bertengger dalam diri kita sendiri.
Apakah musuh kita di tahun 1966? Taufiq Ismail menyebutnya
dengan satu kata: "tirani". Meskipun kata ini agak berlebihan,
runcingnya sikap partisan di tengah bentrokan 1966 telah
menyebabkan ia efektif. Ia berarti, kurang lebih, kekuasaan
seperti di masa "Orde Lama". Personifikasinya Bung Karno: bukan
lagi sebagai pemikir revolusi, tapi sebagai penguasa yang
terlampau lama di atas tahta, dan jadi brengsek.
Tentu, itu semua tak cuma sebuah fantasi. Tapi toh ada yang tak
lengkap, bila kita hanya menyebut "tirani" dan cuma melihat ke
satu pihak.
Taufiq Ismail dalam salah satu sajaknya di tahun 1966 berbicara
tentang "aritmatik sederhana", yang dicoba diingat lagi pada
suatu hari ketika pikiran menjadi bebas. Pada hari itu orang
ingin kembali meyakini bahwa 2 x 2 = 4, setelah sekian lama
pikiran jadi gentar. Tapi setelah itu, adakah kita ingat kenapa
pikiran pernah jadi gentar?
Tahun 1966 tahu jawabnya. Karena itulah tahun-tahun awal "Orde
Baru" jadi salah satu masa yang paling hidup (dan mungkin indah)
bagi perjuangan demokrasi. Seakan banyak suara yang serius
sepakat: pikiran bebas, toleransi kepada perbedaan pendapat,
persamaan hukum, juga kepada lawan-lawan kita!
Tapi betapa cepat masa itu berlalu. "Setiap periuangan' tulis
Taufiq Ismail dalam sajaknya, "selalu mengbadapkan kita/pada
kaum yang bimbang mengbadapi gelombang/Jangan kau kecewa, Hadi".
Setiap perjuangan memang menyediakan hal yang tak enak. Tapi
yang paling tak enak adalah bila kita bercermin hari ini dan
melihat wajah musuh kita kemarin pagi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini