Khomeini telah tiada (TEMPO, 12 Juni 1989, Laporan Utama) berjudul "Setelah sang Ayatullah". Dengan sempurna TEMPO mengilasbalikkan segala hal yang berkaitan dengan Revolusi Islam -- revolusi terbesar abad ini -- yang digerakkan oleh tokoh tua itu. Tulisan itu menghadirkan kepada pembaca tentang sesosok manusia biasa yang tampil dengan segala kesempurnaannya, termasuk keberangan yang dimilikinya. Dialah tokoh yang sabar menunggu sekian puluh tahun untuk menggulingkan sebuah kekaisaran yang memiliki angkatan bersenjata yang kuat. Ia juga tidak lepas dari cemoohan dan fitnahan. Ketika terjadi huru-hara oleh jemaah haji Iran pada 1987 di Mekkah, beberapa hari kemudian, media massa Arab Saudi (Arab News, dan lain-lain) menyiarkan sebuah foto, yang disebutkan sebagai Khomeini semasa muda. Gambar diri "Khomeini" pada waktu muda itu memakai pantalon dan jas dan disebutkan sebagai bekas anggota partai komunis Iran. Berita itu disiarkan secara luas di Arab Saudi. Sesungguhnya, ada hal lain yang dimiliki Khomeini dan ini, mungkin, menjadi sumber keperkasaannya, yakni salat malamnya. Bagi kaum muslimin, salat malam yang khusyuk dan didukung niat yang baik merupakan "media komunikasi" paling transendental antara seorang manusia dan Penciptanya. Dan Khomeini melakukan itu, dan amat yakin dalam memohonkan kemenangan perjuangannya. Mengenai salat malam itu, ada kisah Imam Ghazali yang menarik. Pada suatu subuh Imam Ghazali didapati oleh seorang muridnya sedang dalam keadaan sedih. Maka, bertanyalah si murid ihwal kesedihan gurunya itu. Dijawabnya, "Semalam saya tidak terbangun dan hilanglah kesempatan saya untuk bersalat malam." Khomeini mungkin satu di antara sedikit orang yang berusaha tidak kehilangan kesempatan itu. Karena itu, mungkin, ia tetap teguh hingga akhir hayatnya.AIDIR AMIN DAUD 66, Holland Grove Drive Singapore 1027
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini