BERITA berjudul Enam Belas Bintang Minyak (TEMPO, 12 Oktober, Nasional) membuat kami turut merasa bangga dalam hidup di usia senja ini sekaligus terkenang masa lampau. Pada saat-saat pergolakan partai-partai politik di Indonesia, sekitar 1955, kami ditempatkan sebagai pembantu pribadi di rumah KSAD Mayjen A.H. Nasution di Jalan Teuku Umar Nomor 40, Jakarta, bertugas menangani urusan KSAD di rumah. Suatu ketika terjadi apa yang dikenal dengan Tanjung Priok Affair. Muncul nama Mayor Dr. Ibnu Sutowo yang dilibatkan dalam peristiwa tersebut. Tidak lama setelah itu, Mayor Ibnu Sutowo dihijrahkan ke Jakarta oleh Panglima TT II Sumatera Selatan waktu itu Kolonel Barlian (almarhum). Suatu hari, masih di tahun 1955, sekitar pukul 18.00, kami, yang sedang bertugas di rumah KSAD, kedatangan tamu yaitu Mayor Ibnu Sutowo dari Palembang. Setelah kami laporkan kepada Pak Nas, Pak Nas memberikan jawaban, "Persilakan Mayor Ibnu masuk ke tempat kerja saya." Setelah pertemuan tersebut, Mayor Ibnu Sutowo sering berkunjung ke Jalan Teukur Umar 40, dan kami selalu membantu untuk menghadapkan beliau kepada KSAD Mayjen A.H. Nasution (mengikuti prosedur waktu itu, sulit menemui KSAD). Beberapa waktu kemudian KSAD Mayjen A.H. Nasution memutuskan untuk menempatkan Mayor Ibnu Sutowo di Pangkalanbrandan untuk bertugas dan diberi kepercayaan mengelola tambang minyak peninggalan Belanda. Pada waktu itu tambang minyak itu oleh pemerintah diserahkan kekuasaan dan pengusahaannya kepada KSAD. Dalam pembicaraan antara KSAD Mayjen A.H. Nasution dan Mayor Ibnu Sutowo di Jalan Teuku Umar 40, yang kebetulan kami hadiri, masih ada di ingatan kami kata-kata Pak Nas kepada Bapak Ibnu Sutowo: "Mayor Ibnu saya tempatkan Mayor di Pangkalanbrandan, bangunlah tambang minyak itu. Kalau Belanda bisa, kenapa kita tidak. Dan minyak akan merupakan sumber yang penting bagi masa depan bangsa Indonesia." Suatu keputusan besar yang tepat telah diambil dan pelaksanaannya dipercayakan kepada orang yang tepat beberapa puluh tahun silam, kini terbukti: Penghargaan berupa pemberian bintang sebagai putra bangsa pendekar minyak kepada Bapak Ibnu Sutowo. Juga, masih teringat ucapan Pak Nas yang sering kami dengar bahwa Bapak Ibnu Sutowo adalah seorang trouble shooter yang luar biasa. Sebagai penghargaan, ketika Bapak A.H. Nasution menjabat Ketua MPRS, Bapak Ibnu Sutowo pernah menawarkan Jet Star untuk kepentingan tugas pimpinan MPRS, tetapi penghargaan itu ditolak oleh Bapak A.H. Nasution. Kami, purnawirawan ABRI, mengimbau kepada pemerintah, terlepas dari masalah politiknya. Kami kira sangat wajar bila pemerintah memberikan penghargaan kepada Bapak A.H. Nasution sebagai pelopor/pendiri Pertamina. Sebab, secara nyata, Bapak A.H. Nasution telah memikirkan masa depan perminyakan di Indonesia sejak masa-masa pergolakan. Juga, Bapak A.H. Nasution yang telah mengubah nama tambang minyak peninggalan Belanda di Pangkalanbrandan tersebut menjadi PT Exploitasi Tambang Minyak Sumatra (PT ETMSU), yang kemudian diubah lagi oleh beliau menjadi PT Permina. Akhirnya, pada 20 Agustus 1968 nama perusahaan tambang minyak tersebut oleh pemerintah ditetapkan menjadi PN Pertamina, melalui PP Republik Indonesia Nomor 27/1968. SUPARDI Purnawirawan ABRI TNI-AD Jalan Rajungan I/19 Rawamangun, Jakarta Timur.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini