Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

kolom

Makna Pesan Paus Fransiskus untuk Kita

Pesan Paus untuk menciptakan keadilan sembari meneladani kesederhanaan hidup seharusnya menjadi penting untuk bangsa ini.

8 September 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PAUS Fransiskus, pemimpin tertinggi umat Katolik sedunia, sudah meninggalkan Indonesia menuju lawatan berikutnya, Papua Nugini. Beliau telah memberi siraman rohani secara terbuka kepada warga bangsa ini. Bagaimana menjaga toleransi, kedamaian, keadilan, bahkan memelihara kekayaan alam, termasuk soal tambang. Kita seolah-olah mau diingatkan untuk membersihkan diri dari segala kotoran agar masalah itu tetap bersinar. Namun apakah kita mampu membasuh kotoran yang sudah telanjur diselimuti konsumerisme, hedonisme, serta ketamakan atas kuasa dan harta.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Apakah pesan yang disampaikan Paus Fransiskus punya pengaruh dalam kehidupan berbangsa kita? Sementara kita tahu bagaimana keadilan sebagai jalan menuju kedamaian sudah berjalan oleng. Kekayaan alam dikuras untuk memperkaya sedikit orang. Dan Paus “mahatahu” kalau tambang mulai diobral secara sembarangan tak peduli alam jadi rusak. Izinnya juga diobral ke organisasi keagamaan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Namun ada perilaku Paus yang paling mudah bisa kita teladani. Yakni masalah kesederhanaan. Disebut mudah jika kita berniat melakoni secara sungguh-sungguh, bukan pencitraan. Terutama diteladani oleh pemimpin negara.

Paus Fransiskus menjalani hidup sederhana yang nyata. Dari Roma ke Jakarta menggunakan Alitalia dan dari Jakarta ke Papua Nugini menyewa Garuda. Bukan menggunakan pesawat khusus.

Selama di Jakarta, Paus menggunakan mobil Toyota Innova Zenix yang harganya kurang dari Rp 400 juta, bukan mobil mewah berharga miliaran rupiah. Beliau duduk di samping sopir dengan kaca terbuka di Jakarta yang hawa udaranya panas. Menarik juga, Presiden Joko Widodo kemudian meniru pemakaian mobil ini dalam perjalanan menuju Istana Bogor.

Selama di Jakarta, Paus menginap di kamar Kedutaan Besar Vatikan, menolak tinggal di hotel yang mewah. Lalu ada yang iseng menyelidiki apa merek jam tangan yang dikenakan Paus. Ternyata Casio yang harganya tak sampai Rp 300 ribu.

Soal kesederhanaan sebenarnya sudah dilakoni oleh banyak pemuka agama di sini, tapi memang tidak oleh para pejabat negara beserta keluarganya. Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir biasa mondar-mandir Jakarta-Yogyakarta menggunakan kereta api, plus menenteng kardus sendiri. Pendahulunya juga tokoh-tokoh sederhana. Buya Syafi’i Ma’arif, misalnya, bersedia antre menunggu panggilan berobat di sebuah rumah sakit milik Muhammadiyah yang beliau resmikan sebelumnya. Bukan saja prinsip kesederhanaan yang muncul, tapi juga keadilan karena tak perlu menyabot hak rakyat kecil.

Yang bermasalah, hidup sederhana pejabat penyelenggara negara. Ungkapan hidup sederhana sudah lama dikumandangkan. Di era Orde Baru, ibu negara Tien Soeharto adalah penggerak hidup sederhana. Para istri pejabat dilarang memakai aksesori berlebihan, tak boleh ada pesta perkawinan di hotel. Namun di luar kedinasan tak ada kontrol. Setelah era Pak Harto, slogan hidup sederhana malah menguap.

Di era Presiden Joko Widodo, keadaan tambah buruk. Betapa banyak kasus korupsi yang terbongkar diawali oleh laporan masyarakat yang melihat dengan nyata kehidupan bermewah-mewahan di kalangan keluarga pejabat. Ada petugas pajak, pejabat bea dan cukai, ada menteri. Semuanya diawali dari ulah keluarga mereka yang hidup berfoya-foya.

Kasus teranyar bagaimana Kaesang Pengarep bersama istrinya bisa pelesiran ke Amerika Serikat menggunakan jet privat Gulfstream G650 yang tarif sewanya mencapai Rp 308,8 juta per jam. Dengan estimasi waktu penerbangan Jakarta-New York bisa lebih dari 20 jam, biaya sewa jet ini berkisar Rp 4 miliar sekali jalan. Astaga!

Siapa Kaesang? Anak muda belum genap 30 tahun ini adalah putra bungsu Presiden Jokowi. Bagaimana dia punya uang sebanyak itu? Celakanya, kita mungkin akan lama jadi tahu bagaimana asal-usul uang itu karena Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) enggan mengusut kasusnya. Ayah Kaesang masih berkuasa. Maka di sini Jokowi bukan saja gagal meminta anaknya hidup sederhana, tapi juga gagal berbuat adil untuk meminta KPK mengusut kasus itu.

Karena itu, pesan Paus untuk menciptakan keadilan sembari meneladani kesederhanaan hidup seharusnya menjadi penting untuk bangsa ini, khususnya bagi para pemimpin.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus