Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Gempa bumi dan tsunami di wilayah Sulawesi Tengah menjadi semacam wantiwanti untuk kesekian kalinya bahwa kita hidup di negeri yang rawan bencana alam. Kesadaran tentang hal itu seharusnya mendorong pemerintah dan segenap masyarakat untuk selalu siap sedia agar, saat bencana serupa terjadi lagi, jumlah korban bisa ditekan serendah mungkin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Gempa bumi melanda Donggala dan Palu pada Jumat lalu, disusul gelombang tsunami di kedua kota dan di Mamuju. Ribuan bangunan roboh. Jumlah korban tewas untuk sementara tercatat lebih dari 800 orang akibat tertimpa reruntuhan bangunan dan terseret tsunami. Gempa di Sulawesi Tengah ini terjadi hanya berselang sekitar dua bulan dari gempa besar di Lombok.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lantaran Indonesia terletak di wilayah cincin api dunia, gempa dan tsunami akan sering terjadi. Badan Nasional Penanggulangan Bencana sudah memiliki peta rawan bencana yang komplet. Di sana hampir semua pulau di Nusantara memiliki bagian berwarna merah. Diperkirakan 150 juta rakyat Indonesia hidup dalam zona rawan bencana. Ancaman bencana ini tak hanya berupa gempa bumi, tapi juga erupsi gunung berapi, banjir, dan tanah longsor.
Dengan kondisi geografis tersebut, pemerintah semestinya menerapkan mitigasi bencana. Hal paling mendasar yang harus dilakukan adalah menyiagakan peralatan sistem peringatan dini, menerapkan standar bangunan tahan gempa, sosialisasi prosedur dan latihan menghadapi bencana alam, hingga penanganan pascabencana.
Yang terjadi saat ini, kita selalu kaget setiap kali ada bencana. Latihan rutin menghadapi bencana praktis hanya berlangsung di Aceh. Itu pun, menurut data uji coba terakhir pada 27 September lalu, dua dari enam sirene tsunami di sana ternyata rusak. Seharusnya latihan dan peringatan rutin juga dilakukan di seluruh kawasan rawan bencana seIndonesia.
Pemerintah juga mesti tegas menetapkan zona merah sebagai kawasan yang tertutup bagi permukiman dan bisnis. Pengetatan kawasan merah telah dilakukan di Aceh dan tengah dilakukan di Pulau Lombok. Nantinya, wilayah di zona sesar dan mengalami retakan parah di Lombok akan dijadikan kawasan hijau. Permukiman dipindahkan. Seharusnya pemerintah melakukan hal ini di semua wilayah zona bahaya tanpa perlu menunggu terjadi bencana lebih dulu.
Hal penting lain dalam mitigasi bencana di daerah rawan gempa adalah mewajibkan semua bangunan, baik rumah maupun kantor, mengikuti kaidah tahan gempa. Bangunan tahan gempa merupakan salah satu konsep penting dalam mitigasi bencana.
Dua gempa besar berturutan dalam rentang dua bulan, dengan jumlah korban yang besar, sudah lebih dari cukup untuk menjadi peringatan bagi kita supaya selalu siap menghadapi bencana. Caranya, dengan menjadikan mitigasi bencana sebagai bagian dari program utama pemerintah. Kita tidak bisa melawan gejala alam, tapi persiapan yang baik dapat meminimalkan jumlah korban.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo