Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Serangan para politikus terhadap Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum membuat masygul orang waras. Tak sekadar mengecam keras lembaga yang getol mendorong pengusutan kasus Gayus Halomoan Tambunan itu, mereka juga mendesak Satgas dibubarkan. Publik heran, karena pukulan terhadap Satgas bentukan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini justru dilancarkan oleh politikus Partai Golkar dan Partai Persatuan Pembangunan, penyokong koalisi. Bukankah seharusnya mereka mendukung, setidaknya tak mengusik, program Presiden membersihkan mafia hukum melalui Satgas?
Manuver seperti itu tidaklah bermutu, kecuali kedua partai menyatakan keluar dari barisan koalisi. Tapi, sebagian orang mungkin menganggap, berpolitik berarti boleh melakukan apa saja. Nyatanya, jurus yang mirip pernah diperagakan ketika politikus membidik Sri Mulyani dengan kasus Bank Century. Kendati tak ada bukti Menteri Keuangan itu terlibat korupsi, ia tetap diserang bertubi tubi. Keinginan mengusut kasus Century, yang langsung mereda setelah sang menteri mundur, semakin menyadarkan publik akan adanya udang di balik batu.
Kini kalangan Golkar menuding tindakan Satgas bermuatan politik dan bertujuan membusukkan partai tersebut. Politikus partai pimpinan Aburizal Bakrie ini mempersoalkan kenapa hanya perusahaan Grup Bakrie yang disorot dalam kasus Gayus. Orang yang mengetahui integritas figur seperti Kuntoro Mangkusubroto, yang memimpin Satgas, dan Denny Indrayana, salah satu anggotanya, tentu akan menilai tuduhan itu berlebihan, bahkan mengada ada.
Gayus Tambunan, terdakwa kasus penyuapan penegak hukum, memang menyatakan sebagian duit miliaran rupiah miliknya berasal dari perusahaan Grup Bakrie. Satgas jadi sasaran tembak karena lembaga inilah yang pertama kali mendengar pengakuan Gayus itu sepulang dari Singapura. Padahal kesaksian yang sama juga disampaikan ke polisi, bahkan pengadilan. Orang justru akan mempertanyakan integritas politikus yang seolah membela kepentingan grup bisnis itu.
Tak harus belajar dari tokoh besar seperti Sukarno, Mohammad Hatta, dan Sutan Sjahrir, politikus mestinya memahami tujuan berpolitik. Politikus dipilih konstituen untuk membela kepentingan masyarakat sekaligus negara. Semua partai juga selalu punya tujuan mulia: ingin memakmurkan masyarakat, memperjuangkan keadilan, tentu termasuk memerangi korupsi. Menurut ukuran yang bermartabat, tak ada partai yang didirikan untuk membela kepentingan pribadi atau bisnis.
Kini masyarakat prihatin, karena banyak manuver politik sekadar menopang kepentingan cupet. Sungguh langka politikus sejati yang berani mengoreksi penyelenggaraan negara, bahkan partainya sendiri, jika ada salah langkah. Dalam kasus Gayus, mestinya politikus justru mengecam keras penegak hukum atau pihak mana pun yang berupaya menutup nutupi skandal ini.
Sebagai anggota DPR, mereka seharusnya mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi segera mengambil alih perkara, karena polisi tampak tak serius menuntaskannya. Dalam kasus setoran dari perusahaan yang ”dibantu” pengurusan pajaknya, kepolisian hanya menjerat Gayus dengan pasal gratifikasi. Dia hanya dituduh menerima semacam hadiah. Ini bisa membuat perusahaan penyuap lolos dari jerat hukum. Padahal duit miliaran rupiah itu sulit untuk tak disebut suap, karena Gayus menerimanya dalam kapasitas pegawai pajak. Menyerang Satgas hanya makin memperlihatkan betapa para politikus itu tak mempedulikan pemberantasan korupsi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo