Dari empat tembok sunyi itu di Stockholm, Swedia, dua petinggi Gerakan Aceh Merdeka itu akhirnya kembali menghirup udara musim panas yang ramah itu. Paling tidak, untuk sementara. Setelah penggerebekan dan penahanan para petinggi GAM, akhirnya Pengadilan Distrik Huddinge, Stockholm, memutuskan untuk melepas Perdana Menteri Malik Mahmud dan Menteri Luar Negeri Zaini Abdullah karena masa penahanan di Swedia yang hanya boleh bertahan selama 3 x 24 jam.
Bagaimanapun, kedua petinggi GAM itu, serta pemimpin GAM Hasan Tiro, tetap berstatus tersangka. Maka pekan silam adalah sebuah peristiwa politik yang menunjukkan sebuah "kemenangan" bagi pemerintah Indonesia?dalam hal ini Departemen Luar Negeri. Pendekatan diplomasi antara pemerintah Indonesia dan Swedia tak mungkin tak berisi apa-apa yang tidak menguntungkan kedua pihak, terutama sikap "hura-hura" pemerintah Indonesia setelah peristiwa penggerebekan di Stockholm awal pekan silam. Misalnya, Panglima TNI Jenderal Endriartono yang segera saja meminta GAM menghentikan semua aktivitasnya. Sedangkan Departemen Luar Negeri Indonesia dengan penuh semangat menyatakan akan terus membantu pemerintah Swedia memberikan bukti-bukti yang memberatkan para petinggi GAM.
Mengingat Hasan Tiro dan Zaini Abdullah adalah pemegang paspor Swedia, pelanggaran yang dituduhkan kepada mereka?melanggar hukum internasional?akan melalui proses peradilan hukum Swedia. Dalam hal ini Indonesia hanya bisa membantu memberikan bukti apa pun yang bisa saja menjadi bahan penting?atau bisa saja dibuang ke tong sampah?karena memang proses peradilan Swedia tak boleh disentuh barang seusapan pun oleh negara lain.
Sebetulnya catatan yang penting dari peristiwa penangkapan dan proses peradilan petinggi GAM ini ada dua. Pertama, apakah peristiwa politik ini mempunyai dampak positif langsung pada masyarakat Aceh, yang telah bertahun-tahun menderita: hidup dalam perang, ketegangan, pemerkosaan terus-menerus, dan menjadi wilayah di Indonesia yang hanya akrab dengan peperangan. Kedua, mengingat gerakan GAM tidak hanya berpucuk pada Hasan Tiro, tetapi terdiri dari beberapa faksi, maka memagari Hasan Tiro dan para petingginya tampaknya tidak akan memadamkan bara perlawanan GAM maupun masyarakat Aceh yang sudah telanjur mengalami kekejaman masa konflik tak berkesudahan.
Mungkin tak berlebihan jika majalah ini mengingatkan bahwa jalan keluar apa pun yang dipilih oleh pemerintah Indonesia dan internasional, kepentingan masyarakatlah yang harus diutamakan dan menjadi prioritas?bukan kepentingan pemerintah Indonesia atau Swedia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini