Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebuah kecelakaan usaha menyebabkan hampir lima ribu orang mengungsi di Sidoarjo. Genangan lumpur panas seluas lebih dari seratus hektare tak hanya telah membanjiri rumah dan desa mereka, tapi juga sempat memutus jalan tol Porong-Gempol. Kerugian yang timbul belum dapat dipastikan, namun ada yang memperkirakan jumlahnya akan mencapai Rp 300 miliar. Pertanyaannya kemudian adalah: siapa yang akan me-nanggung?
Wakil Presiden Jusuf Kalla menyatakan perusahaan penyebab kecelakaan ini yang mesti memikul tanggung ja-wab. Ia benar, tapi menentukan perusahaan mana yang dimaksud ternyata tak sesederhana diucapkan. PT Lapindo Brantas, misalnya, adalah perusahaan yang memiliki hak untuk mengeksplorasi minyak dan gas di kawasan yang bermasalah ini, tapi pihak yang melakukan penge-boran bermasalah itu ternyata perusahaan lain, PT Medici Citra Nusantara.
Jika perusahaan pelaksana pengeboran ini me-lakukan tugasnya sesuai dengan prosedur baku, masalah ini sebenarnya bisa jadi sederhana. Karena kegiatan penge-boran wajib diasuransikan, sebagian besar kerugian pasti akan ditanggung perusahaan asuransi. Namun, ternyata muncul tudingan bahwa kecelakaan terjadi justru karena ada prosedur yang tak diterapkan. Bila tuduhan ini benar, pihak asuransi pasti menolak membayar. Lantas siapa yang akan memberi ganti rugi kepada masyarakat yang dirugikan?
Jusuf Kalla meminta kelompok usaha Bakrie menanggung dulu seluruh kerugian. Permintaan ini bukan tanpa dasar karena mayoritas kepemilikan PT Lapindo Brantas maupun PT Medici Citra Nusantara memang berada di tangan keluarga Bakrie dan para pejabat di kelompok usaha mereka. Syukurlah, Nirwan Bakrie telah menanggapi saran ini dengan positif dan memberikan cek senilai Rp 5 miliar kepada pemerintah daerah setempat sebagai pembayaran pertama dan meminta maaf kepada para kor-ban. Sikap awal ini patut dipuji walau disayangkan agak terlambat dilakukan.
Yang masih ditunggu adalah bagaimana sikap selanjutnya. Ini memang akan menjadi ujian bagi kelompok usaha Bakrie dan akan menentukan citranya di masa depan. Bila seluruh kerugian masyarakat diganti dengan cepat dan tepat, seperti seharusnya dilakukan oleh perusahaan kelas dunia, nama kelompok bisnis ini akan kinclong. Namun, bila tanggung jawab ini dilemparkan ke pihak lain, misalnya dengan membebankannya pada pemerintah melalui mekanisme cost recovery, tentu upaya ini harus ditolak.
Kita tentu berharap kelompok Bakrie akan membuktikan dirinya sebagai perusahaan kelas dunia yang dapat diandalkan dan dibanggakan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo