Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Surat Utang ‘Bodong’ Unibank

Mahkamah Agung memenangkan BPPN dalam sengketa sertifikat deposito Unibank. Dugaan patgulipat di balik surat utang itu perlu diusut.

18 Juni 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PUTUSAN Mahkamah Agung yang mengabulkan permohonan kasasi Badan Penyehatan Perbankan Nasional dalam perkara gugatan PT Citra Marga Nusaphala Persada (CMNP) sungguh menguntungkan negara. Paling tidak, negara terhindar dari kewajiban membayar US$ 28 juta atau sekitar Rp 250 miliar ke perusahaan pengelola jalan tol itu.

Amar putusan yang diumumkan dua pekan lalu itu sesungguhnya sudah dibuat setahun silam. Keputusan ini mementahkan ketetapan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (2004) dan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta (2005), yang memenangkan CMNP.

Silang sengkarut delapan tahun silam ini bermula dari transaksi pertukaran surat utang tiga pihak: CMNP, Bank Unibank, dan Grup Bhakti Investama. Dua nama ”besar” tersangkut di dalamnya: Sukanto Tanoto, pemilik Unibank, dan Hary Tanoesoedibjo, bos Bhakti yang kini menguasai mayoritas saham CMNP.

Kisahnya cukup berliku. CMNP, lewat perantara Bhakti Investama, membeli sertifikat deposito Unibank US$ 28 juta. Sebagai pembayaran, CMNP menyerahkan obligasinya dan surat utang Bank CIC miliknya senilai Rp 342 miliar kepada mitra kerja Unibank, yaitu Drosophila Enterprise Singapura. Drosophila ini masih terkait dengan Grup Bhakti. Unibank kemudian menerima pembayaran tunai dari Bhakti US$ 17,5 juta.

Masalah meruap setelah Bank Indonesia membekukan Unibank dan bank itu menjadi pasien BPPN dua tahun kemudian. Sertifikat deposito itu tak bisa dicairkan saat jatuh tempo pada Mei 2002. BPPN menyatakan sertifikat tak dijamin pemerintah karena menyalahi aturan BI: bernominal dolar, bunganya di atas suku bunga penjaminan, dan masa jatuh temponya tiga tahun—ketentuan BI maksimal dua tahun. Alasan ini pulalah yang dijadikan dasar keputusan Mahkamah Agung.

Celakanya, CMNP pun tak bisa menuntut ganti rugi atas sertifikat ”bodong” itu kepada pemilik lama Unibank. Sebab, dua bulan sebelum bank ditutup, Sukanto ”memecah” sahamnya kepada 20 investor antah-berantah, masing-masing di bawah lima persen. Akibatnya, tak ada lagi pemegang saham mayoritas di bank itu yang bisa dimintai pertanggungjawaban.

CMNP kemudian menggugat BPPN dan meminta dana sertifikat tetap dicairkan. Mencium adanya ketidakberesan di balik transaksi itu, seorang investor pun mengadukan persoalan ini ke Komisi Pemberantasan Korupsi dan kejaksaan. Transaksi juga dinilai merugikan negara karena, akibat piutang macet itu, CMNP tak kunjung bisa melunasi utang dolarnya, sehingga bertahun-tahun tak dapat membagi dividen kepada para pemegang saham—termasuk dua perusahaan negara, yaitu PT Jasa Marga dan Krakatau Steel.

Kantor Hukum Maqdir & Mulyadi pernah menyarankan CMNP melakukan upaya hukum terhadap direksi Unibank, Bhakti, dan Drosophila. Apalagi hasil kajian keuangan AAJ Consulting menyimpulkan sertifikat itu sejak awal memang berisiko tinggi tak bisa dicairkan. Alasannya, tiga bulan sebelum sertifikat itu diterbitkan, rapor keuangan Unibank masih ”merah”—rasio kecukupan modalnya minus 14 persen. Peringkat bank itu membaik setelah ada jaminan suntikan modal dari pemegang saham, tapi realisasinya baru dilakukan tiga bulan setelah sertifikat diterbitkan.

Melihat fakta ini, patut diduga Hary dan Sukanto sengaja ”tutup mata” saat menerbitkan sertifikat itu. Tapi agar tak terjebak syak wasangka, upaya serius Komisi Pemberantasan Korupsi dan kejaksaan mengutus tuntas kasus ini harus dilakukan. Para pengawas di bank sentral yang ”kecolongan” dalam penerbitan surat utang ini pun perlu diperiksa. Jangan sampai semua pihak terkesan lempar batu sembunyi tangan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus