Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Teror ISIS di Markas Polisi

Jatuhnya korban dalam serangan teroris di markas Kepolisian Daerah Sumatera Utara seharusnya bisa dicegah. Ada perubahan pola terorisme.

3 Juli 2017 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Beruntunglah teror ke Kepolisian Daerah Sumatera Utara, Medan, pada Ahad pekan lalu hanya bermodal nekat tanpa perencanaan matang. Hanya bersenjata pisau, mereka bermaksud membakar pos penjagaan dan merebut senjata api dari petugas. Dalam waktu singkat, polisi bisa melumpuhkan kedua pelaku, Syawaluddin Pakpahan dan Ardial Ramadhana, serta meringkus komplotannya.

Tewasnya Ajun Inspektur Satu Martua Sigalingging dalam serangan itu sungguh disayangkan. Dia minta izin berbaring di dalam pos jaga karena merasa tak enak badan. Kalau saja prosedur operasi standar ditepati dan petugas yang sakit cepat dirawat di klinik kesehatan, bisa jadi tak ada korban yang jatuh pada dinihari itu. Kelalaian menaati prosedur kini harus dibayar mahal oleh institusi kepolisian.

Ada tiga hal penting yang bisa dianalisis dari teror ke markas kepolisian itu. Pertama, penyidikan polisi menyimpulkan kedua pelaku tidak memiliki bom atau alat peledak dalam bentuk apa pun. Penggeledahan ke rumah para tersangka dan jejaringnya hanya menemukan buku jihad dan selebaran propaganda kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). Ini berarti upaya penegak hukum memotong akses para teroris terhadap bahan dan peralatan untuk merakit alat peledak sedikit-banyak berhasil. Selain teror di Medan, dua aksi lain--penyerangan polisi di Tangerang (Oktober 2016) dan di Banyumas (April 2017)--hanya bermodal senjata tajam.

Kedua, polisi menduga serangan brutal pada Idul Fitri itu merupakan respons atas imbauan Bachrun Naim, aktivis ISIS asal Solo yang kini bermukim di Suriah. Sejak meninggalkan Indonesia tiga tahun lalu, Bachrun rajin menggunakan media sosial untuk merekrut teroris baru. Ledakan bom di pos polisi dekat Sarinah, Jalan Thamrin, Jakarta, awal tahun lalu dan rencana Dian Yulia Novi meledakkan bom panci di depan Istana Merdeka pada Desember tahun lalu juga disebut-sebut didalangi Bachrun. Ini membuktikan Bachrun piawai memanfaatkan luasnya penetrasi media sosial di Indonesia untuk menyebarkan pengaruhnya.

Masalahnya, seperti tren di negara lain, rekrutmen pelaku teror dengan pola ini biasanya efektif meradikalisasi individu, bukan kelompok. Walhasil, pelaku teror bakal sering beraksi sendirian atau sering disebut dengan istilah lone wolf. Teroris ini beraksi ibarat serigala. Polisi justru lebih sulit mendeteksinya. Serigala ini bisa menebar teror di mana saja dan kapan saja.

Agar bisa selangkah di depan, Detasemen Khusus Antiteror Kepolisian RI harus mengintensifkan penggunaan teknologi digital untuk memantau percakapan di dunia maya. Ini dilema yang pelik karena tak semua warga negara rela mengorbankan hak privasinya. Sebaiknya aturan soal ini disosialisasi melalui uji publik sebelum dibahas Dewan Perwakilan Rakyat dalam bentuk revisi Undang-Undang Antiterorisme.

Ketiga, ada temuan yang menunjukkan Syawaluddin Pakpahan, salah satu pelaku teror di Polda Sumatera Utara, pernah pergi ke Suriah pada 2013. Ada ratusan orang Indonesia seperti Syawaluddin yang tertarik pada janji-janji surga ISIS. Pemerintah harus mendata para simpatisan Negara Islam ini dan memastikan tak ada yang membawa pulang gagasan-gagasan teror ke Tanah Air.

Akhirnya, polisi harus menyadari bahwa mereka merupakan target utama serangan teroris. Kesiagaan setiap saat mengantisipasi ancaman teror bukan lagi pilihan, melainkan keharusan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus