Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KEJAHATAN narkotik di Ibu Kota telah masuk babak baru yang kian mengkhawatirkan. Para pengedar, bahkan yang kelas kroco, tidak lagi takut kepada aparat. Mereka berani melawan, tembak-menembak dengan polisi yang mengepungnya. Mereka bahkan tidak segan membunuh polisi yang memburunya.
Dua pekan lalu, Brigadir Taufik Hidayat, anggota Direktorat Reserse Narkoba Kepolisian Sektor Senen, dan seorang mata-mata polisi yang biasa dipanggil Cibe dibunuh saat menggerebek bandar narkotik di Kampung Berlan, Matraman, Jakarta Timur. Menurut saksi, ketika Brigadir Taufik dan tiga reserse lain tiba, kaki tangan bandar Anthoneta Christina alias Mama Yola berdatangan mengepung. Mereka membawa berbagai macam senjata tajam.
Sepekan kemudian, Rico, bandar yang lolos dari penggerebekan di Berlan, melawan polisi yang mengepungnya. Dia bertahan di sebuah rumah di Tanah Tinggi, Johar Baru, Jakarta, sambil menembaki polisi. Tembak-menembak ini berlangsung satu jam, hingga akhirnya polisi berhasil membunuh Rico.
Kita tidak menutup mata bahwa ada juga polisi yang berperilaku buruk, menjadi beking penjahat atau memanfaatkan kelompok-kelompok kriminal sebagai "ATM". Aparat seperti ini perlu ditindak tegas, dihukum seberat-beratnya, kalau perlu dikeluarkan dari satuan. Betapapun banyak yang tidak suka kepada polisi, peristiwa Berlan dan Johar Baru sama sekali tidak bisa ditoleransi.
Penyerangan terhadap aparat hukum yang sedang bertugas adalah serangan terhadap negara. Perbuatan tersebut sama jahatnya dengan pemberontakan berdarah. Karena itu, hukumannya harus lebih berat daripada sekadar tindak kriminal pembunuhan biasa.
Memang, perlawanan para bandar ini masih dalam lingkup kecil, yang hanya melibatkan belasan anggota kawanan pengedar. Meski demikian, aparat keamanan dan pemerintah harus segera meredam gejala berbahaya ini. Kita tidak ingin kejahatan terhadap aparat negara ini berkembang luas. Jika ini dibiarkan, negara kita bisa menjadi seperti Kolombia di masa Kartel Medellin pimpinan Pablo Escobar, yang bahkan lebih berkuasa daripada pemerintah. Mereka tak hanya membunuh polisi, tapi juga membantai hakim, jaksa, dan pejabat pemerintah.
Selain mengejar para pelaku, polisi dan Badan Narkotika Nasional harus menjadikan peristiwa ini sebagai momentum untuk lebih tegas memberangus jaringan pengedar narkotik. Kampung-kampung yang diduga menjadi tempat persembunyian mereka harus lebih sering diamati. Di Jakarta dan sekitarnya saja ada beberapa kampung yang dikenal sebagai kampung narkotik. Keberadaan bandar dan pengedar di tengah perkampungan padat mengkhawatirkan karena dua hal. Pertama, kampung itu menjadi benteng bagi mereka untuk menjalankan operasinya. Kedua, mereka bisa lebih gampang mempengaruhi anak-anak muda setempat untuk memakai narkotik.
Berlan sebenarnya sudah lama diincar polisi dan menjadi target operasi. Namun operasi polisi di sini sering gagal lantaran kawasan tersebut rapat dengan markas tentara. Apalagi tidak sedikit tentara aktif dan pensiunan tinggal di sana. Maka dukungan TNI amat penting, termasuk untuk operasi di wilayah lain.
Sembari membubarkan jaringan pengedar narkotik, penjagaan di jalur-jalur masuk narkotik perlu diperketat. Seperti yang pernah diinvestigasi majalah ini, masih banyak wilayah perbatasan negeri ini yang begitu terbuka sehingga mudah dipakai untuk menyelundupkan narkotik. Di antaranya jalur laut dan darat di Kalimantan, Papua, dan Timor. Tanpa ada upaya menutup wilayah perbatasan tersebut, jaringan pengedar narkotik akan terus marak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo