Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Untung-rugi swastanisasi bumn

Konsep swastanisasi tak selalu cocok diterapkan di suatu negara. karena perilaku swasta cenderung mengeruk keuntungan yang besar. korporatisasi lebih cocok di indonesia. kinerja di BUMN perlu ditingkatkan.

1 Januari 1994 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

GERAKAN swastanisasi yang mulai gencar pada akhir 1970-an dan awal 1980-an masih terasa riaknya. Margaret Thatcher, Perdana Menteri Inggris, dan Ronald Reagan, Presiden Amerika Serikat, pada masa kepemimpinannya gigih memperkenalkan manfaat swastanisasi untuk menunjang pertumbuhan ekonomi. Dengan mengaitkan program ini pada bantuan pembangunan dan pinjaman pada negara berkembang, konsep swastanisasi tersebar merasuk ke negara berkembang, termasuk Indonesia. Mengapa swastanisasi digalakkan? Dalam konteks global, kecenderungan swastanisasi sektor usaha publik ini berkaitan dengan menurunnya pengaruh diskursus Ekonomi Keynesian di banyak negara maju. Krisis ekonomi dan keuangan dunia dasawarsa 1980 (dasar goyahnya diskursus ini) mengakibatkan pergeseran sistem perekonomian dunia dari struktur ekonomi publik ke ekonomi pasar. Peranan dan intervensi negara dalam produksi maupun distribusi barang dan jasa mulai dikurangi. Sedangkan kekuatan pasar dan peran swasta menjadi semakin besar. Diskursus baru ini memandang bahwa partisipasi swasta akan mampu membangkitkan kekuatan pasar dan persaingan, sehingga memacu kegiatan bisnis dan ekonomi semakin efisien. Tak dapat dimungkiri, konsep swastanisasi tak selalu cocok diterapkan di semua negara. Sistem dan kondisi ekonomi setempat mempengaruhi sukses-tidaknya swastanisasi. Dalam kondisi ekonomi swasta berada di tangan sekelompok kecil terbatas, penjualan aset perusahaan negara dapat berakibat pengalihan monopoli dari negara ke swasta. Ini lebih berbahaya, karena perilaku swasta cenderung mengeruk keuntungan lebih kejam daripada negara. Dalam sistem sosial ekonomi paternalistik, swastanisasi itu hanya dinikmati oleh pemburu rente (rent seeker). Kedua praktek tersebut monopoli dan pemburu rente dapat mengakibatkan terjadinya distorsi harga, yang merugikan konsumen dan ekonomi secara keseluruhan. Di samping itu, bukankah perusahaan negara itu merupakan sumber keuangan pemerintah apabila dikelola secara efisien? Dengan swastanisasi, apa yang disebut future income oleh H.V. Evant Research Centre akan dikorbankan. Sebaliknya, mempertahankan perusahaan negara dan mengelolanya secara efisien serta menguntungkan akan memberikan sumbangan berarti pada pembangun- an, khususnya dari dividen (dan pajak) atas laba perusahaan. Dengan adanya berbagai kelemahan konsep swastanisasi itu, Selandia Baru dan Australia memelopori aplikasi konsep baru: Corporatisation. Korporatisasi mampu meredam tekanan politik pengalihan aset negara ke tangan swasta tanpa mengurangi prinsip mekanisme pasar dan persaingan. Dengan kata lain, melalui korporatisasi, filosofi dan pola manajemen usaha swasta diserap ke dalam usaha sektor negara. Bagaimana dengan Indonesia? Setidak-tidaknya ada dua alasan mengapa korporatisasi ini juga sesuai dengan ukuran Indonesia. Perusahaan negara (BUMN) dikehendaki keberadaannya oleh Undang-Undang Dasar 1945 sebagai salah satu pilar penyangga ekonomi selain dua pilar lainnya, koperasi dan usaha swasta. Artinya, eksistensi BUMN yang efisien akan memperkukuh kekuatan ekonomi nasional. Alasan kedua, keberadaan BUMN sebagai penyeimbang kekuatan ekonomi masih diperlukan. Berkaitan dengan alasan kedua, perlu dikatakan, walau tidak etis dan berbau diskriminasi, membiarkan ketimpangan pri dan non-pri dalam penguasaan ekonomi, lebih lagi memperlebarnya, dapat menimbulkan political backlash. Misalnya, upaya politik untuk membatasi pertumbuhan usaha non-pri di kemudian hari. Keberadaan BUMN dengan demikian tentu berfungsi sebagai gap filler. Karena itu, dengan mengutip Iman Taufik, Ketua Operasi Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia, Pemerintah semestinya berhati-hati melakukan swastanisasi BUMN, karena BUMN merupakan last resort Pemerintah. Masalahnya, mampukah BUMN bekerja efisien, dan mampukah Pemerintah berperilaku sebagai entrepreneur. David Osborne dan Ted Gaebler dalam Reinventing Government mengatakan, "Manajer usaha sektor negara sulit diharapkan berperilaku sebagai wirausahawan apabila birokrat dan kebijakan pemerintah tidak menunjang tumbuhnya kewirausahawanan dalam sektor ini." Jadi, untuk meningkatkan efisiensi BUMN tak hanya diperlukan perubahan di dalam BUMN itu sendiri, tapi juga perubahan sikap mental di kalangan birokrasi. Melaksanakan konsep korporatisasi akan menjawab tantangan ini, dan juga memberikan warna yang jelas antara peranan pemerintah dan BUMN. Ada dua faktor utama untuk meningkatkan kinerja BUMN. Memisahkan secara tegas aspek komersial, dan aspek sosial- politik dan non-komersial lainnya yang selayaknya menjadi tanggung jawab negara. Dan, melaksanakan prinsip competitive neutrality. Jelasnya, etika bisnis yang tak membedakan perlakuan pada usaha negara dan usaha swasta akan lebih terjamin kalau advantage (seperti subsidi, fasilitas bunga rendah, atau proteksi pasar) dan disadvantage (penugasan kegiatan sosial dan non-komersial lainnya, kecuali dibiayai oleh pemerintah atas dasar kontrak bisnis yang jelas) kepada perusahaan negara dihilangkan. Dengan demikian, persaingan akan tumbuh secara alami di antara para aktor ekonomi, dan kerancuan manajerial dengan birokrasi dapat dihindarkan. Tapi lebih dari itu adalah kemauan politik Pemerintah. Tanpa kemauan politik yang sungguh-sungguh, upaya peningkatan efisiensi BUMN tak akan memberikan hasil optimal.*) Penulis adalah visiting fellow di Australian National University, Canberra, Australia

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus