Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Vonis Bebas Terdakwa Korupsi

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi daerah mudah membebaskan terdakwa kasus korupsi. Perkara rasuah kakap di daerah sebaiknya diadili di Jakarta.

14 November 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TENTU saja janggal jika terdakwa korupsi makin banyak divonis bebas dengan pertimbangan hakim yang lemah. Jika peristiwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) daerah ini terus terjadi, pemberantasan korupsi di negeri ini menuju titik nadir. Korupsi akan terus tumbuh subur dan pelakunya tak punya rasa takut, apalagi malu.

Pengadilan Tipikor Samarinda, misalnya. Dua pekan lalu, pengadilan di sana membebaskan 14 bekas anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kutai Kartanegara yang didakwa melakukan korupsi dana operasional Rp 2,98 miliar. Walau mereka terbukti melanggar hukum, majelis hakim tetap saja membebaskan mereka. Majelis berpendapat pengalokasian dana operasional ganda itu sesuai dengan peraturan bupati tahun 2005 yang belum dicabut.

Putusan sidang pertama di pengadilan yang diresmikan pada April silam itu menunjukkan betapa buruk kualitas hakimnya. Para hakim tidak berani melakukan terobosan, tidak berani menemukan hukumnya sendiri (rechtsvinding)—hak yang dimiliki hakim—dalam perkara tersebut. Padahal peraturan bupati seperti ini, yang berlawanan dengan aturan di atas dan menyebabkan anggaran ganda, jelas tak sesuai dengan kaidah hukum.

Sebelumnya, putusan membebaskan koruptor juga dilakukan majelis hakim di sejumlah Pengadilan Tipikor daerah lain. Pengadilan Tipikor Surabaya, Semarang, dan Bandung idem ditto. Pengadilan Bandung, misalnya, berturut-turut membebaskan Bupati Subang Eep Hidayat, Wakil Wali Kota Bogor Ahmad Ru'yat, dan Wali Kota Bekasi Mochtar Mohamad.

Pangkal semua ini tak lepas dari Undang-Undang Nomor 46/2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang memerintahkan dibentuknya pengadilan antikorupsi di daerah. Undang-Undang tersebut lahir sebagai konsekuensi putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan aturan Pengadilan Tipikor tidak bisa menjadi satu dengan Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi.

Di sinilah kemudian, seperti yang diistilahkan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud Md., terjadi "kreasi DPR". Dalam perundang-undangan itu, diselipkan juga pasal yang memerintahkan pembentukan Pengadilan Tipikor di semua kabupaten. Untuk tahap awal, diputuskan pengadilan tersebut harus sudah terbentuk dalam waktu dua tahun di semua ibu kota provinsi.

Perintah pembentukan Pengadilan Tipikor di daerah tampaknya merupakan strategi melemahkan Komisi Pemberantasan Korupsi. Selama ini serangan ke komisi antikorupsi itu luar biasa gencar dan sistematis. Apalagi setelah KPK berani mengungkap skandal korupsi yang melibatkan anggota Dewan, semisal kasus suap pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Miranda Goeltom dan kasus suap Wisma Atlet yang menyeret nama sejumlah petinggi Partai Demokrat.

Orang bilang, jika sektor hulunya, KPK, susah diajak kompromi, akhirnya "permainan" pun lebih gampang dibelokkan ke hilir, Pengadilan Tipikor daerah. Tempo dua tahun yang diberikan untuk membentuk pengadilan antikorupsi tentu saja mepet. Mustahil dalam waktu sesingkat itu bisa didapat hakim berkualitas dan punya integritas. Terbukti rekam jejak sejumlah hakim Pengadilan Tipikor memang hitam. Misalnya, ada hakim yang pernah diadili karena terlibat korupsi.

Banjir vonis bebas ini mesti segera dihentikan. Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung harus mengevaluasi dan memeriksa hakim yang memutus bebas koruptor. Sementara ini, tak ada jalan lain, perkara korupsi kakap di daerah yang melibatkan kepala daerah atau anggota DPRD disidangkan di Pengadilan Tipikor Jakarta. Persidangan mereka akan ditangani hakim yang selama ini belum tercela, selain bisa lebih ketat diawasi publik.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus