SEBELUM pengadilan memutuskan secara final hukuman buat Zulfikar Ali Bhutto, Jenderal Zia ul Haq konon sudah berujar di depan kalangan terbatas: "I'll get rid of this bastard." Benar juga. Tanpa menunggu lama, keputusan untuk legitimasi niatnya itu pun diberikan oleh lembaga peradilan dikukuhkan oleh instansi pengadilan tertinggi di Pakistan pula. Dengan mengabaikan seruan dari seluruh penjuru dunia, termasuk pemimpin dan kepala pemerintahan di dunia Arab dan sejumlah negara Eropa, Zulfikar pun digantung. Maka, dimulailah babak baru pemerintahan Pakistan, di bawah kekuasaan rezim militer yang memanfaatkan sentimen keislaman rakyatnya. Menyandarkan pada keawaman sebagian besar pemeluk agama Islam yang sebenarnya sangat egaliter dan demokratis ini, Zia ul Haq kemudian menggunakan jargon dan simbul Islam untuk menghimpun dukungan. Pemikir dan pembaru Islam yang lahir di Pakistan dan mewarisi tradisi kecemerlangan Iqbal dibabat. Termasuk cendekiawan seperti Fazlur Rahman, yang kemudian mengasingkan diri ke Amerika Serikat dan mengajar di Universitas Chicago. *** Zulfikar Ali Bhutto memang tokoh yang kontroversial. Kehidupan pribadinya sangat kosmopolit. Bahkan cenderung flamboyan. Tidak dirahasiakan oleh dirinya maupun pengagumnya bahwa Bhutto minum, senang pesta, dan mengagumi wanita. Waktu menjabat sebagai Menteri Luar Negeri, ulahnya pernah ditegur oleh Presiden Ayub Khan. Zulfikar sebenarnya hanya menerapkan norma kosmopolit yang tidak bisa diterima oleh presidennya. Konon, pada sebuah jamuan makan malam, sebagai gesture keakraban, Bhutto mencicipi kafiar dari piring yang ada di hadapan tamu yang duduk di sebelahnya. "Fikar, janganlah berlebihan," hardik sang presiden. Tetapi di hadapan rakyat banyak Pakistan, yang sebagian besar miskin dan papa itu, Bhutto adalah pemimpin yang dicintai. Orang lebih menghargai tindakan-tindakan politiknya yang memihak kepada rakyat jelata daripada urusan dan kehidupan pribadinya. Ia melaksanakan land reform dengan bersemangat, mengabaikan kegelisahan tuan-tuan tanah yang merupakan kekuatan utama kelas menengah negeri itu. Dia sangat demokratis, walaupun karena populer, Zulfikar terkesan sombong dan congkak. Bahkan kepada negara-negara superkuat sekalipun. *** Salah satu pihak yang paling gelisah dengan sepak terjang Bhutto di Pakistan adalah Amerika Serikat. Tatkala Partai Rakyat Pakistan yang didirikan dan dipimpin Bhutto memenangkan pemilu akhir tahun 1970, platformnya jelas: ingin menegakkan sosialisme, menggalang persatuan Islam, dan menegakkan Pakistan sebagai negara yang benar-benar akan mengatur urusan dalam negeri maupun luar negerinya melulu atas dasar pertimbangan kepentingan rakyat Pakistan. Secara nyata Pakistan di bawah Bhutto memperlihatkan langkah-langkah yang makin "bebas dan aktif". Pendekatan dengan negara-negara sosialis ditingkatkan, khususnya dengan Uni Soviet. Perkembangan ini rupanya sangat merisaukan kepentingan strategis Amerika Serikat. Seperti diketahui, segera setelah Perang Dunia Kedua berakhir, Amerika Serikat membangun aliansi pertahanan secara global, dengan membagi-bagi lima benua ini menjadi "kawasan pertahanan", tempat menyandarkan kepentingan strategis Amerika Serikat dan satelit-satelitnya. Di Eropa ada NATO, di Asia ada SEATO (South East Asia Treaty Organization), dan sebagainya. Tulang punggung SEATO di antara negara-negara merdeka dan berdaulat adalah Filipina dan Pakistan. Tiba-tiba Pakistan di bawah Bhutto mau berubah haluan. Bahkan mulai menjalin persahabatan dengan musuh-musuh strategi global Amerika, khususnya Uni Soviet dan negara-negara Arab yang kurang simpatik sikap politiknya terhadap pemeliharaan kepentingan Amerika Serikat di kawasan Teluk, seperti Libya dan Syria. Kemelut itu memburuk tatkala Pakistan di bawah Zulfikar Ali Bhutto tidak bisa dicegah, bahkan oleh ancaman Amerika Serikat, untuk menghentikan niatnya mengembangkan proyek nuklir yang kontroversial. Menurut versi Zulfikar, ia sampai pernah diancam segala. "We will make a horrible example of you," ujar Henry Kissinger pada Bhutto di suatu kunjungan ke Pakistan akhir tahun 1976. *** Benar juga. Horrible example itu terjadi. Bhutto si "bastard" itu pun digantung. Tetapi sekaligus hari itu lahirlah seorang martir. Biarpun ditakut-takuti dengan senjata, ternyata nurani rakyat Pakistan teguh dan tak mudah gentar. Simpati pada presidennya yang diperlakukan sewenang-wenang itu toh tak bisa dibendung. Tangisnya diredam selama sepuluh tahun. Isaknya ditunda sampai badai pemerintahan Zia surut. Rindunya pada impian tentang kembalinya kedaulatan rakyat dipelihara dan disimpan sampai saatnya tiba. Simbul-simbul yang mengikat tali hubungan batin antara pemimpin yang benar-benar memihak kepentingan rakyat dinyalakan. Nusrat dan Benazir yang bini dan anak wanita Zulfikar Ali Bhutto tetap dijadikan lambang keteguhan rakyat Pakistan menghadapi kezaliman. Rakyat Pakistan ternyata tidak menyimpan dendam. Mereka hanya menunda kemenangan atas kedaulatan kebangsaannya. *** Tuhan Mahabesar. Tuhan Mahaadil. Tuhan Mahabijaksana. Orang Jawa percaya pada ajaran tentang unggulnya kebenaran. Becik ketitik ala ketara. Orang Islam tidak percaya pada hukum karma, tetapi pada kebesaran dan keadilan Tuhan yang pemurah dan pengasih. Kematian Zia ul Haq ternyata tak kalah mengerikan dari kejamnya tiang gantungan, yang masih memberi sisa jasad utuh pada Bhutto. Kemenangan Partai Rakyat Pakistan dalam pemilu 1988 ini, insya Allah, merupakan fajar kebangkitan demokrasi di mana-mana. Selamat pada rakyat Pakistan, yang ternyata juga teguh menjunjung tinggi nilai peri kemanusiaan yang adil dan beradab, dan mencintai kerakyatan yang dipimpin oleh kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini