Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

politik

Salam dari Balik Hazmat

Penanganan pasien di Wisma Atlet belum maksimal setelah pembukaan. Diklaim terus membaik.

28 Maret 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Sejumlah pasien di Rumah Sakit Darurat Penanganan Covid-19, Wisma Atlet, mengeluhkan pelayanan.

  • Dari kekurangan makanan, minuman, dan obat-obatan sampai soal pelayanan kesehatan.

  • Ratusan pasien datang setelah rumah sakit darurat Covid-19 itu diresmikan Presiden Jokowi.

SUCIPTO Hari Wibowo langsung menghubungi Sekretaris Jenderal Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Noor Sidharta pada Selasa, 24 Maret lalu. Ketua Yayasan Penyintas Indonesia, organisasi yang membantu para korban ledakan bom di Tanah Air, itu mengabarkan bahwa satu anggotanya, Dwieky Siti Rhomdoni, belum mendapat perawatan yang memadai di Rumah Sakit Darurat Penanganan Virus Corona, Wisma Atlet, Kemayoran, Jakarta Pusat.

Dwieky menjadi pasien di Wisma Atlet sejak Senin malam, 23 Maret lalu. Perempuan 37 tahun itu dirujuk ke sana setelah berobat ke Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto dan dinyatakan terkena Coronavirus Disease 2019 atau Covid-19. Sucipto bercerita bahwa Dwieky mendapat makanan dan minuman yang terbatas selama dirawat. Jam waktunya pun tak menentu. Bekal yang dibawa Dwieky pun menipis.

Yayasan Penyintas mengirimkan makanan, buah, vitamin, serta peralatan mandi. Menurut Sucipto, Dwieky juga sempat memesan makanan melalui aplikasi ojek online. Tapi semua barang itu tak sampai karena ditahan petugas penjaga. “Kami panik karena Dwieky sendirian di sana,” kata Sucipto menceritakan peristiwa itu kepada Tempo, Jumat, 27 Maret lalu.

Bukan hanya makanan, obat-obatan pun tak kunjung didapat Dwieky. Sucipto bercerita, koleganya itu juga kesulitan mendapat alat bantu pernapasan, yang mesti digunakan bergiliran dengan pasien lain. Ia harus dibawa dari lantai lima, tempatnya dirawat, ke lantai satu untuk mendapatkan oksigen. Maka Sucipto meminta bantuan Noor Sidharta agar Dwieky bisa mendapat pelayanan yang lebih baik.

Noor membenarkan percakapannya dengan Sucipto. Ia pun mendapat kabar serupa dari Dwieky. Noor langsung menghubungi seorang pejabat Kementerian Kesehatan dan memberitahukan bahwa pelayanan masih belum layak. “Kami minta khusus supaya Dwieky diperhatikan,” ujarnya pada Kamis, 26 Maret lalu. Dwieky mengaku menghubungi banyak pihak dan menjelaskan kondisinya. “Saya masih sakit dan tidak ditangani dengan baik,” katanya melalui WhatsApp pada Rabu, 25 Maret lalu.

Dwieky juga mengeluhkan soal barang-barang dan makanan yang tertahan di pos penjaga. Setelah tiga hari dirawat di Wisma Atlet, baru Dwieky menerima semua barang itu. Itu pun setelah dia bertanya kepada seorang petugas medis berpakaian hazmat yang melintas di depan kamarnya. Menurut Dwieky, petugas medis itu mengatakan keluarga dan kerabat boleh memberikan barang dari luar Wisma Atlet jika mengantar ke unit gawat darurat dan menitipkannya ke perawat.

Pengalaman serupa dialami Ricky Ricardo, yang juga dirawat di Wisma Atlet. Datang bersama kakaknya, David Fernando, pada Selasa malam, 24 Maret lalu, Ricky mengalami panas tinggi seperti gejala Covid-19. Kepada Tempo, David bercerita bahwa dia membawa adiknya ke Wisma Atlet karena rumah sakit rujukan penuh. “Saya bawa ke Wisma Atlet karena sudah diresmikan Presiden,” ujarnya. Presiden Joko Widodo meresmikan rumah sakit darurat itu pada Senin, 23 Maret lalu.

Tiba pukul tujuh malam, dari kejauhan, David memantau pemeriksaan Ricky, yang berstatus pasien dalam pengawasan, untuk mendapatkan kamar. Hari berganti, sekitar pukul dua dinihari, David akhirnya pulang ke rumahnya di Pasar Minggu dan meninggalkan adiknya sendirian. Ia belum bisa beristirahat karena adiknya tak kunjung mendapat ruangan. “Baru mendapat ruangan di lantai tujuh jam empat pagi,” katanya. David lega. Dia berpikir, adiknya bakal ditangani dengan baik setelah mendapat kamar. Ia pun hanya membekali Ricky air 1,5 liter dan sejumlah makanan kecil.

Namun, sekitar pukul sepuluh, Ricky mengabarkan lewat telepon bahwa dia belum mendapat makanan dan minuman. Bersama ibunya, David kembali ke Wisma Atlet. Ia membeli enam kotak ayam goreng untuk Ricky dan pasien lain yang berada di lantai itu. Berharap adiknya sudah mendapat makanan, David kecewa karena adiknya belum juga menerima asupan gizi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Suasana Rumah Sakit Darurat Penanganan COVID-19 di Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta, 25 Maret 2020. TEMPO/Muhammad Hidayat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

David dan ibunya lalu mendatangi petugas rumah sakit dan minta Ricky dirawat di rumah saja. “Lebih baik dirawat mandiri daripada dirawat tanpa kepastian seperti itu,” ujarnya. Dengan kondisi tubuh sudah tidak demam lagi, Ricky diperbolehkan dirawat di rumah. Sebelum Ricky pulang, David harus meneken surat yang isinya menyebutkan adiknya menjadi tanggung jawab penuh keluarga.

Kepala Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo tak membantah kabar bahwa sejumlah persoalan masih terjadi di Wisma Atlet. Salah satu alasannya, rumah sakit darurat itu langsung didatangi ratusan pasien setelah dibuka. “Tidak ada negara yang sangat siap menghadapi ini,” ujar Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana itu kepada Tempo, Rabu, 25 Maret lalu.

Pemimpin Rumah Sakit Darurat Wisma Atlet yang juga Panglima Komando Daerah Militer Jayakarta, Mayor Jenderal Eko Margiyono, menyebutkan, setelah rumah sakit itu diresmikan, tercatat ada 74 pasien yang datang pada Selasa, 24 Maret lalu. Sehari berselang, jumlah yang datang mencapai 178 orang. Hingga Jumat, 27 Maret lalu, tercatat 274 pasien di rumah sakit tersebut.

Eko mengatakan fasilitas kesehatan itu hanya menangani pasien dengan kondisi ringan dan sedang. Pasien dalam kondisi berat direkomendasikan ke rumah sakit rujukan. “Jika ada pasien yang ringan tapi membawa penyakit komplikasi lain, itu akan kami rujuk,” ujarnya.

Doni Monardo mengatakan, meski ada kekurangan pada awal-awal pembukaan rumah sakit darurat, penanganan pasien di sana makin lama kian membaik. Dihubungi pada Jumat, 27 Maret lalu, Dwieky Siti Rhomdoni, yang awalnya merasa tidak ditangani dengan baik, pun merasakan perbedaan itu. Menurut dia, nasi kotak dan air kemasan sudah diantar ke tiap kamar, lengkap dengan vitamin serta obat pengencer dahak, flu, dan infeksi organ dalam. Kamar yang memiliki dua tempat tidur pun telah dilengkapi dispenser dan air galon.

Hari itu, usia Dwieky bertambah satu tahun. Dua video ucapan selamat yang diterimanya membuat Dwieky terharu. Yang satu berasal dari 30 pasien lain di lantai 5 Wisma Atlet. Satu lagi ucapan serupa dari satu dokter dan dua perawat yang berkostum hazmat putih. “Tetap semangat,” kata ketiganya di video tersebut.

HUSSEIN ABRI DONGORAN, AJI NUGROHO

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus