Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

<font face=arial size=1 color=#FF9900>Perkara Suap</font><br />Duo Pengelola Kocek

Menteri Muhaimin punya dua anggota staf yang kerap mengurusi duit. Disebut para tersangka perkara suap.

19 September 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HAMPIR satu pekan setelah ulang tahun Partai Demokrat ke-10, spanduk ucapan selamat masih terbentang di depan rumah yang sekujurnya biru itu. Terletak di Jalan Cokroaminoto Nomor 123, Lumajang, Jawa Timur, rumah itu markas Demokrat setempat. Rabu pekan lalu, enam bendera partai juga berkibar di depan bangunan berlantai dua itu.

Rumah ini punya sejarah dengan Ali Mudhori, anak buah Menteri Tenaga Kerja Muhaimin Iskandar yang disebut terlibat dalam perkara suap di kantor kementerian itu. "Rumah itu ongkos politik Ali sebagai calon bupati yang didukung Demokrat," kata Heru Laksono, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Lumajang dari partai yang didirikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu.

Pada 2008, Ali maju sebagai calon Bupati Lumajang, berpasangan dengan Herman Affandi sebagai calon wakil bupati. Disokong Partai Kebangkitan Bangsa dan Partai Amanat Nasional, Ali masih membutuhkan dukungan Demokrat demi melempengkan jalan. Di akhir pemilihan, dukungan Demokrat tak bisa mendongkrak perolehan suara pasangan ini.

Meski kalah, ongkos tak bisa ditarik kembali. Rumah di Jalan Cokroaminoto 123 Lumajang, yang semula dijadikan markas tim pemenangan Ali-Herman, akhirnya beralih tangan ke Partai Demokrat. Menurut sumber Tempo, tiga tahun lalu rumah itu masih atas nama Masitah, istri Ali, yang kini menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat.

Gagal jadi bupati, Ali mencoba peruntungan ke Senayan. Ia mencalonkan diri menjadi anggota Dewan. Gagal lagi. Muhaimin menyelamatkannya. Ali direkrut jadi anggota tim asistensi Menteri. Menurut sumber Tempo di Kementerian Tenaga Kerja, Ali segera menjadi orang kepercayaan. Ia kerap mendatangi para pejabat eselon I dan II untuk menawarkan proyek. "Dia pernah datang ke ruangan saya sambil membawa kopi daftar isian anggaran," kata si sumber.

Petinggi Kementerian ini bercerita, di antara enam anggota tim asistensi, Ali-lah yang paling perlente. "Mobilnya juga gonta-ganti," katanya. Saat diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi pada Kamis lalu, ia bersama dua pengawalnya turun dari Volvo warna perak. Di rumahnya yang megah di Lumajang kerap tampak Toyota Harrier dan Alphard.

Tempo juga mendatangi sebuah rumah besar di Jalan Siaga II, Jakarta Selatan. Menurut Yutnainah, pembantu di sana, Ali jarang pulang ke rumah itu. Ali sendiri menyanggah memiliki rumah itu. "Rumah saya di Meruya, sesuai dengan KTP," kata Ali. Menilik laporan hartanya di KPK, Ali mengklaim punya harta Rp 1,55 miliar pada 2008.

Sementara Ali disebut perlente dan kaya, Muhammad Fauzi, yang juga disebut-sebut dalam kasus suap di Kementerian, justru sebaliknya. Sumber Tempo bercerita, pada awal-awal diangkat sebagai anggota tim asistensi, Fauzi berangkat ke kantor Kementerian menunggang sepeda motor. Ketika itu Fauzi mengaku tinggal di rumah Muhaimin. Dua tahun ikut Muhaimin di Kementerian, sepeda motornya berganti mobil. "Itu pun Kijang butut tahun 2000-an," katanya.

Masih menurut sumber ini, Fauzi tak seagresif Ali. "Dia orangnya lugu," ujarnya. Bila pun bertindak, "Itu pasti karena ada perintah."

l l l

NAMA Ali dan Fauzi jadi buah bibir sejak kasus suap pengembangan infrastruktur daerah transmigrasi terungkap. Ketiga tersangka, yaitu Dharnawati, I Nyoman Suisnaya, dan Dadong Irbarelawan, serempak menyebut nama dua anak buah Muhaimin ini.

Nyoman, Sekretaris Direktorat Pembinaan Pengembangan Kawasan Transmigrasi, menyebut Ali adalah orang pertama yang menawarinya proyek infrastruktur daerah transmigrasi. Ketika berkenalan di ruangan Direktur Jenderal Pembinaan Pengembangan Kawasan Transmigrasi saat itu, Harry Heriawan Saleh, Ali disebutkan sebagai "konsultan Badan Anggaran. Biasa melobi DPR".

Sedangkan menurut Dadong, Kepala Bagian Program Pelaporan dan Evaluasi, Ali adalah anggota staf Menteri Muhaimin. Sedangkan yang konsultan Badan Anggaran adalah Sindu Malik Pribadi. Iskandar Pasajo alias Acos, yang juga hadir di ruangan Nyoman ketika Dadong dan Ali berkenalan pada April lalu, disebut sebagai anggota staf Wakil Ketua Badan Anggaran dari Partai Keadilan Sejahtera, Tamsil Linrung.

Belakangan, Muhaimin membantah Ali dan Fauzi adalah anggota stafnya. Menurut Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa ini, tim asistensi dibubarkan sejak 2010.

Sumber Tempo di Kementerian beberapa kali memergoki Ali dan Fauzi berada di lantai 2—selantai dengan ruangan Muhaimin—beberapa waktu sebelum kasus terungkap. Nyoman, yang menelepon Fauzi sehari sebelum ditangkap KPK, juga mendengar Fauzi sedang di Widya Chandra—rumah dinas Muhaimin—ketika ditelepon.

Sumber itu juga mengatakan mereka berdua plus seorang staf khusus Muhaimin bertugas mengurus soal duit. Ali, misalnya, pernah mengumpulkan petinggi Kementerian dan meminta sumbangan untuk pembangunan kantor Partai Kebangkitan Bangsa. "Saya dengar dia mengelola usahanya Muhaimin," kata si sumber. Muhaimin telah membantah soal Ali sebagai pengumpul duitnya.

Adapun menurut Dadong ketika bertemu dengan Jamaluddin Malik, direktur jenderal pengganti Harry Heriawan, Ali adalah orang yang mengurus "hal-hal yang berhubungan dengan uang".

Meski tudingan gencar mengarah ke dirinya, Ali tetap mengelak. Ia membantah terlibat dalam penyusunan usulan anggaran infrastruktur karena sudah keluar dari Kementerian sejak Februari 2011. Segala tudingan Dharnawati, Dadong, dan Nyoman, menurut Ali, tak berdasar. Sedangkan Fauzi, setelah diperiksa KPK pada Selasa lalu, hanya menjawab singkat soal kasus yang menyeretnya. "Saya lupa," katanya sambil mengeloyor.

Anton Septian, Tri Suharman, Ira Guslina (Jakarta),

David Priya Sidharta (Lumajang)


Terjerat Biaya Komitmen

DHARNAWATI mengaku Iskandar Pasajo sempat memperlihatkan nama-nama pengusaha yang telah menyetor biaya komitmen sebesar 10 persen dari nilai proyek yang didapat. Belakangan, empat daerah yang ”dipesan” Dharnawati, yakni Keerom, Mimika, Manokwari, dan Teluk Wondama, masuk daftar penerima dana pengembangan infrastruktur daerah.

Total anggaran untuk empat daerah itu Rp 73,18 miliar. Artinya, Dharnawati harus membayar duit komitmen Rp 7,3 miliar. Duit Rp 1,5 miliar yang disita KPK saat penangkapan merupakan bagian dari kesepakatan tersebut.

Sedangkan Dadong dan Nyoman mengatakan, ketika anggaran Rp 500 miliar disetujui, para kepala dinas transmigrasi dan sejumlah pengusaha yang belum melunasi duit komitmen ditagih oleh Sindu Malik. ”Commitment fee akan diserahkan ke Badan Anggaran DPR,” kata Dadong kepada penyidik.

Menurut Dadong pula, Nyoman dihubungi Sindu, ”Dharnawati dan para kepala dinas Papua dan Papua Barat belum menyelesaikan komitmennya.” Artinya, menurut Syafri Noer, pengacara Dadong, ”Semua sudah bayar, kecuali Dharnawati.” Iskandar dan Sindu sudah membantahnya.


Penerima Dana Pengembangan Infrastruktur Daerah Transmigrasi (dalam rupiah)
Total Rp 500 miliar
Sarolangun Rp 24,68 miliar
Ogan IlirRp 10 miliar
Bengkulu Utara Rp 76, 77 miliar
Mesuji Rp 57,89 miliar
Kapuas Rp 17,2 miliar
Pulang Pisau Rp 33,07 miliar
Pasir Rp 30,38 miliar
Buol Rp 41,68 miliar
Tojo Una Una Rp 10miliar
Pinrang Rp 7 miliar
Takalar Rp 18,04 miliar
Wajo Rp 30,08 miliar
Muna Rp 20 miliar
Bima Rp 20 miliar
Maluku Tengah Rp 30,08 miliar
Mimika Rp 15 miliar
Keerom Rp 20 miliar
Manokwari Rp 22,18 miliar
Teluk Wondama Rp 16 miliar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus