Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KURANG dari setengah jam, pertemuan di antara mereka yang berseteru soal hak tagih utang PT Timor Putra Nusantara itu berakhir. Kuasa hukum PT Vista Bella Pratama, Biro Hukum Departemen Keuangan yang mewakili pemerintah, serta perwakilan Bank Mandiri segera meninggalkan ruang mediasi gedung Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu pekan lalu.
”Sudah ada kesepakatan. Poin-poin dan materi yang disepakati pun sudah jelas,” kata Panji Widagdo, hakim mediator yang memimpin pertemuan itu. Rahmat Indra, pengacara Vista, di tempat yang sama mengatakan, ”Kami sepakat berdamai. Kami sudah gerah diperiksa terus, terutama dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi.”
Biang sengketa yang melibatkan banyak pihak ini adalah perjanjian transaksi hak tagih utang Timor dari Badan Penyehatan Perbankan Nasional ke Vista Bella. Ditandatangani pada 30 April 2003, transaksi ini memindahkan hak tagih piutang Rp 4,5 triliun milik beberapa bank pemerintah yang semula dikuasai Badan Penyehatan Perbankan. Vista membeli piutang megajumbo itu dengan harga hanya sepersepuluhnya.
Perusahaan misterius ini bagai memperoleh durian jatuh karena Timor ternyata memiliki deposito Rp 1,2 triliun di Bank Mandiri. Deposito ini merupakan dana tampungan hasil penjualan mobil yang seharusnya untuk mencicil utang perusahaan milik Hutomo Mandala Putra itu.
Hampir empat tahun setelah transaksi, pemerintah menemukan dugaan patgulipat dalam transaksi ini. Bella diduga memiliki kaitan dengan sejumlah perusahaan Tommy, hal yang diharamkan dalam perjanjian jual-beli hak tagih. Komisi Pemberantasan Korupsi menemukan sejumlah aliran dana yang menguatkan hubungan itu. Di antaranya transfer sekitar Rp 7 miliar dari PT Humpuss, perusahaan milik Tommy, pada November 2003. Sebagian dana untuk pembayaran Vista bahkan diduga dialirkan dari perusahaan Tommy melalui jalan berliku ke Badan Penyehatan Perbankan.
Berbekal temuan-temuan ini, pemerintah menggugat Vista Bella, direktur perusahaan itu, Taufik Surya Darma, Humpuss, Tommy, dan Amazonas Finance, perusahaan yang membeli lagi hak tagih tersebut dari Vista pada Juni 2003. Gugatan ini kini disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Menteri Keuangan juga bergerak cepat mengambil alih dana Rp 1,2 triliun yang tersimpan di Bank Mandiri, September lalu.
Di tengah gugatan ini, Amazonas menggugat Vista Bella di Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Perusahaan yang beralamat di Singapura ini menuduh Vista tak menyerahkan dokumen utang Timor, meski mereka telah membelinya. Vista belakangan juga menggugat pemerintah karena merasa dirugikan. Mediasi Rabu pekan lalu itu dilakukan untuk menyelesaikan gugatan ini.
Rahmat mengatakan Vista dan pemerintah sepakat membatalkan perjanjian transaksi hak tagih utang Timor. Kesepakatan dicapai dengan mediator dari Komisi Pemberantasan Korupsi, Selasa sore pekan lalu. Menurut dia, Vista Bella memutuskan mengembalikan hak tagih ke pemerintah karena perusahaan itu rugi akibat proses transaksi yang berlarut-larut. Kliennya, Taufik Surya, juga telah tiga kali diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi yang menyelidiki kemungkinan adanya pelanggaran pidana pada proses transaksi jual-beli hak tagih, lima tahun silam.
Rahmat berharap Menteri Keuangan juga membatalkan gugatan ke Vista yang kini sedang ditangani Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. ”Otomatis mestinya dicabut karena obyeknya, yakni perjanjian jual-beli, sudah dibatalkan,” tuturnya.
Hakim mediator Panji Widagdo menuturkan proses mediasi berjalan cukup cepat. ”Sepertinya sudah ada kesepakatan di antara mereka sebelum menemui saya,” katanya. Pihak yang bersengketa bahkan telah mengajukan draf perdamaian pada pertemuan kurang dari setengah jam itu.
Pada draf itu antara lain ditulis: ”Pihak pertama (pemerintah) dan pihak ketiga (Vista Bella) setuju membatalkan perjanjian jual-beli.” Vista disebutkan tidak akan menuntut pembayaran yang telah dilakukan kepada pemerintah. Namun mereka setuju menyerahkan seluruh dokumen asli ataupun fotokopi yang pernah diterima dari Badan Penyehatan Perbankan kepada pemerintah.
Ketika membeli hak tagih pada 2003, Vista menerima ratusan dokumen yang berkaitan dengan utang Timor. Di antaranya surat kesanggupan membayar utang US$ 260.112.095 ke Bank Bumi Daya (belakangan bersama sejumlah bank pemerintah bergabung menjadi Bank Mandiri) tertanggal 29 September 1999 yang ditandatangani Tommy Soeharto. Ada pula surat jaminan pribadi yang juga diteken putra mantan presiden Soeharto itu.
Vista juga menerima ratusan sertifikat tanah tempat perakitan milik Timor di Karawang, Jawa Barat. Mereka pun menguasai akta-akta penggadaian sejumlah aset Timor dan perjanjian utang-piutang antara perusahaan itu dan sejumlah bank. Yang paling penting, Vista memperoleh sertifikat deposito senilai ratusan miliar. Jika perjanjian damai itu dilaksanakan, Vista harus menyerahkan semua dokumen tersebut ke pemerintah. Pemerintah selanjutnya bisa menagih sisa utang Timor.
Seperti proses transaksinya, jalan menuju kesepakatan pembatalan transaksi ini juga penuh liku. Kejaksaan awalnya terlibat dalam proses ini. Tapi jaksa Urip Tri Gunawan yang ditunjuk menangani usaha ini keburu ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi karena menerima duit dari Artalyta Suryani, orang dekat taipan Sjamsul Nursalim.
Komisi Pemberantasan Korupsi mengambil alih kasus ini. Mereka beberapa kali memanggil Taufik Surya Darma dan Alfian Sanjaya, komisaris Vista. Dua orang ini dikenal sebagai bagian dari kalangan dekat seorang pemilik grup media besar. Taufik bahkan menyetor dana jaminan ke Badan Penyehatan Perbankan melalui rekening perusahaan grup media itu ketika mengikuti lelang.
Sehari sebelum kesepakatan damai diteken, staf bagian keuangan grup media itu dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi. Pada 2003 ia menandatangani pengeluaran duit Rp 10 miliar dari BCA Cabang Puri Indah yang dipakai Vista untuk membayar dana jaminan. Komisi Pemberantasan Korupsi menolak memberi komentar soal perdamaian Vista dengan pemerintah. ”Kalau soal itu, tanya Pak Chandra saja,” kata Johan Budi S.P., juru bicara komisi itu. Adapun Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Chandra M. Hamzah tak merespons pertanyaan Tempo.
Taufik Surya mengatakan pembatalan jual-beli hak tagih Timor merupakan pilihan terbaik bagi semua pihak. Bagi pemerintah, kata dia, pembatalan ini bisa dijadikan kesempatan untuk menagih utang. Adapun untuk Timor, pembatalan ini bisa menciptakan kepastian hukum. Selanjutnya, Timor bisa berkonsentrasi menghidupkan kembali industri otomotif. ”Bagi kami, ini juga baik karena kerugian kami bisa diakhiri,” kata pria 43 tahun ini.
O.C. Kaligis, pengacara Hutomo, mengatakan masih akan menunggu akta perdamaian dibacakan di sidang Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Tapi, menurut dia, pembatalan transaksi hak tagih tidak bisa dilakukan karena hak itu kini telah dikuasai Amazonas. Ia menepis kemungkinan jual-beli antara Vista dan Amazonas hanya rekayasa. Katanya, ”Kalau memang rekayasa, tangkap saja mereka.”
Budi Setyarso, Sahala Lumban Raja
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo