Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MUHAIMIN mendadak dicari banyak orang sesaat setelah berita penangkapan Muhammad Nazaruddin di Cartagena, Kolombia, muncul Ahad tiga pekan lalu. Lurah Meranti Pandak, Kecamatan Rumbai Pesisir, Pekanbaru, Riau, ini kedatangan banyak tamu yang meminta informasi soal Nazir Rahmat, warganya, yang diketahui bersama Nazaruddin selama buron. "Ada yang mengaku intel, lembaga swadaya masyarakat, dan wartawan," katanya kepada Tempo. "Kampung ini mendadak top."
Dia awalnya tidak percaya Nazir merupakan warga desanya. Setelah menelusuri dokumen administrasi penduduk, Muhaimin baru yakin Nazir yang menjadi buah bibir itu benar adanya. Nazir diketahui tinggal di Jalan Pesisir, Gang ACI, Kelurahan Meranti Pandak. "Ia biasa dipanggil Bang Luky. Istrinya bernama Linda."
Lelaki 35 tahun itu pernah bekerja sebagai sopir taksi Popsi di Pekanbaru dan sopir truk sebuah perkebunan kelapa sawit di Kampar, Riau. Menurut Muhaimin, Nazir yang keturunan Pakistan ini memiliki perawakan tinggi-besar. "Wajahnya mirip Nazar," tuturnya.
Jonifar, tetangganya, mengetahui Nazir berhenti menjadi sopir taksi karena diajak bekerja oleh Muhammad Nasir, kakak kandung Nazar, pada pertengahan 2009. "Awal 2010, saya pernah bertemu dan dia bilang sekarang bekerja di perusahaan perkebunan kelapa sawit," katanya.
Sumber Tempo di Komisi Pemberantasan Korupsi mengatakan Nazir dan Nazar masih memiliki hubungan kekerabatan. Ayah Nazar, bernama Muhammad Latief, adalah kakak kandung Neta, ibunda Nazir. "Tapi mereka dekat baru dua tahun terakhir," katanya.
Menurut sumber itu, Nazar mengajak Nazir bertualang dalam pelarian ke sejumlah negara sebagai pengawal pribadi. "Selain faktor kerabat, postur Nazir yang tinggi-besar membuat dia cocok dijadikan bodyguard," katanya.
Selain Nazir Rahmat, satu lagi kerabat Nazar yang ikut terseret adalah Muhammad Syarifuddin. Tersangka kasus suap wisma atlet SEA Games ini diketahui menggunakan paspor sepupunya itu selama berada di mancanegara, kecuali Singapura. Syarifuddin, yang sehari-sehari bekerja sebagai pengajar di Universitas Islam Sumatera Utara, telah dua kali diperiksa Kepolisian Daerah Sumatera Utara. Ia mengatakan tidak tahu paspornya digunakan Nazar. "Paspor itu hilang di rumah Yunus Rasyid (paman Nazar)," katanya.
Senin dua pekan lalu, penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Sumatera Utara mendatangi kediaman Yunus Rasyid untuk mendalami tempat kejadian perkara. Setelah itu, penyidik menyambangi kantor Rektor Universitas Islam Sumatera Utara.
Menurut Kepala Polda Sumatera Utara Inspektur Jenderal Wisjnu Amat Sastro, penyidik ingin mendapatkan informasi soal alasan Syarifuddin sering bepergian ke luar negeri dalam waktu cukup lama. "Apakah perjalanan itu mendapat izin dari universitas," katanya.
Paspor Syarifuddin diterima Nazar di Kuala Lumpur, Malaysia, beberapa saat setelah kabur dan dinyatakan sebagai buron Interpol. Direktorat Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia mencabut paspornya atas permintaan Komisi Pemberantasan Korupsi. "Ada yang mengantarkannya ke sana," kata seorang penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi.
Sebelumnya, sumber lain mengatakan Syarifuddin-lah yang mengantar paspor itu ke Kuala Lumpur. Nazar masuk dengan nama asli, tapi tidak tercatat di Imigrasi Malaysia. "Padahal manifesnya ada," katanya. Di situlah Syarifuddin menyerahkan paspornya.
Berdasarkan catatan Kantor Imigrasi Kelas I Polonia, Medan, Syarifuddin, yang mendapatkan paspor pada 2008, diketahui dua kali menggunakannya. Pertama, pada 22 Mei 2011 ke Penang, Malaysia, dengan menumpang pesawat Sriwijaya Air. Kedua, pada 18 Juni, ia terbang ke Singapura, dan kembali ke Tanah Air sembilan hari kemudian.
Kepala Bidang Humas Polda Sumatera Utara Komisaris Besar Raden Heru Prakoso menduga ada orang yang mengantar paspor Syarifuddin ke tangan Nazar, meski ada kemungkinan Nazaruddin sendiri yang mengambil paspor Syarifuddin di rumah Yusuf Rasyid. "Penyidik masih terus menguji kemungkinan-kemungkinan itu," katanya.
Selain menyidik dua sepupu Nazar itu, polisi tengah menelisik peran Garret Lim Eng Kian, warga negara Singapura. Kepala Bidang Penerangan Umum Markas Besar Kepolisian RI Komisaris Besar Boy Rafli Amar memastikan Garret ikut bersama Nazar selama di Dominika dan Kolombia. Tak hanya itu, polisi juga menemukan bukti kuitansi pembayaran hotel Nazaruddin dari kartu kredit Garret. "Ada juga komunikasi (Garret dengan Nazaruddin)," katanya. "Namun semuanya masih perlu pendalaman."
Boy mengatakan Garret pernah terdeteksi bersama Neneng (istri Nazar) dan Nasir di Dominika. Mereka diketahui menginap di Fort Young Hotel, Victoria Street, Roseau, hotel termahal di kawasan itu. Namun, karena red notice hanya ditujukan pada Nazar, polisi tidak bisa menangkap Garret dan Neneng. "Kami tidak bisa menangkap karena harus menghormati kedaulatan hukum negara yang bersangkutan," katanya.
Seorang perwira polisi mengungkapkan Nazar mengatur rencana pelarian sejak kasus suap wisma atlet terbongkar Komisi Pemberantasan Korupsi pada April lalu. Dia diketahui bolak-balik ke Singapura untuk mencari orang yang bisa membantunya jika sewaktu-waktu harus meninggalkan Indonesia. "Garret akhirnya yang dipakai," ujar dia.
Otto Cornelis Kaligis, pengacara Nazar, membantah kabar yang menyebutkan Garret seorang pengacara. "Dia itu penasihat keuangan Nazar dari New York," katanya.
Selain mengamankan jalur buron, perwira itu melanjutkan, Nazar sempat memindahkan sejumlah asetnya ke luar negeri. Walhasil, Nazaruddin tidak terpengaruh saat Komisi Pemberantasan Korupsi memblokir sejumlah rekeningnya dan milik istrinya di sejumlah bank dalam negeri. "Kantongnya tetap tebal meski buron," ujar dia.
Satu nama lain yang disebut-sebut ikut berperan membantu pelarian Nazar adalah Albert Panggabean. Lelaki yang menjadi tangan kanan Nazar saat menjalankan bisnis ini diketahui beberapa kali bolak-balik terbang ke Singapura beberapa saat setelah Komisi Pemberantasan Korupsi mengumumkan rencana pemanggilan Nazar sebagai saksi perkara suap wisma atlet. "Albert yang mengantar Neneng ke Singapura," kata sumber Tempo.
Hingga akhir pekan lalu, keberadaan Garret, Albert, dan Nazir masih misterius. Saat mendatangi rumah Nazir di Pekanbaru, Tempo disambut amarah Linda, mantan istrinya. Sambil berkacak pinggang dan berteriak, dia mengaku sudah bercerai dengan Nazir. "Pergi, saya tidak mau lagi bicara soal dia," katanya membanting pintu.
Setri Yasra (Jakarta), Jupernalis Samosir (Pekanbaru), Sahat Simatupang (Medan)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo