Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

<font size=2 color=#FF9900>LOBI PRESIDEN</font><br />Rancangan Kilat Kantor Koalisi

Pemerintah mengebut pembahasan Undang-Undang Pengadaan Lahan yang proinvestor. Didorong Aburizal Bakrie.

23 Agustus 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RUMAH bercat kuning itu berdiri sendirian di satu ruas Jalan Gas Alam, Cimanggis, Depok, Jawa Barat. Bangunan di sekelilingnya sudah rata, dirobohkan untuk pembangunan jalan tol Cinere-Jagorawi. Tiga tahun pemilik rumah, Manahan Panggabean, menolak ganti rugi yang ditawarkan. ”Terlalu kecil,” katanya. Rabu pekan lalu, ia melepas rumah itu. ”Sekarang harganya sudah pas,” kata Ketua Forum Korban Tol Cinere-Jagorawi itu.

Negosiasi berlarut-larut dengan pemilik tanah seperti yang terjadi di Cimanggis itu, menurut Menteri Perekonomian Hatta Rajasa, mengganjal banyak proyek pembangunan infrastruktur. ”Pembebasan lahannya terlalu sulit,” katanya. Karena itu, ia menyatakan pemerintah merancang undang-undang yang memudahkan pembebasan lahan tanpa merugikan pemilik tanah.

Sejak awal Agustus, pemerintah menggeber pembahasan rancangan undang-undang itu. Draf rampung, penyesuaian naskah dengan peraturan hukum lain yang biasanya dilakukan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia pun dipotong. Tahap ini langsung diambil alih Wakil Presiden Boediono.

Tiga pekan lalu, Wakil Presiden memerintahkan Kepala Badan Pertanahan Nasional Joyo Winoto menyurati kementerian yang berkaitan dengan tanah agar mengirim pejabat eselon satu ke rapat di Bogor, Jawa Barat. ”Ini proses harmonisasi yang lebih cepat,” kata juru bicara Wakil Presiden, Yopie Hidayat.

Menurut Yopie, pembahasan antarkementerian diharapkan bisa memperpendek proses penyempurnaan draf di Kementerian Hukum. ”Semangatnya menyelesaikan draf secepat mungkin karena pengadaan tanah selama ini dikeluhkan investor,” ujarnya.

Pemerintah sudah lama ingin menyusun aturan pengadaan lahan yang lebih kuat. Selama ini, pembebasan lahan diatur Peraturan Presiden tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Aturan dibuat pada 2005, lalu direvisi setahun setelah itu. Peraturan ini dianggap tak cukup ampuh menghadapi pemilik tanah yang menolak melepaskan kepemilikannya atau tak setuju dengan nilai ganti ruginya.

Menurut sejumlah sumber Tempo, dalam rancangan aturan baru, proyek bisa segera dijalankan walaupun kepemilikan lahan yang dilewati masih disengketakan di pengadilan. ”Kepemilikan tanah otomatis gugur jika di atasnya akan dibangun proyek pemerintah,” sumber itu mencontohkan.

Untuk menyelesaikan persoalan pembebasan tanah, pemerintah sebetulnya tak mempertimbangkan opsi penyusunan undang-undang baru. Sebab, proses ini pasti memakan waktu lama di Dewan Perwakilan Rakyat. Padahal, kata satu sumber, ”Pemerintah ingin cepat karena dikejar-kejar investor.”

Merevisi Undang-Undang Pokok Agraria jauh lebih rumit. Undang-undang itu berkaitan dengan banyak peraturan hukum lain. Usul mengenai revisi Undang-Undang Agraria ini juga telah kandas dalam pembahasan Program Legislasi 2009-2014, akhir tahun lalu. Karena itu, pilihan yang dipertimbangkan adalah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang Pencabutan Hak atas Tanah dan Benda. Pilihan ini mengandung risiko, karena begitu ditolak DPR, otomatis gugur.

”Jalan terang” muncul pada awal Juli lalu, justru dari kantor sekretariat gabungan partai koalisi pendukung pemerintah. Koalisi yang dibentuk pada Mei lalu itu beranggotakan Partai Demokrat, Partai Golkar, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Amanat Nasional, Partai Persatuan Pembangunan, dan Partai Kebangkitan Bangsa. Koalisi dipimpin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dengan ketua harian Aburizal Bakrie, yang juga Ketua Umum Partai Golkar.

Rapat di sekretariat gabungan dihadiri para pengurus partai koalisi. Seperti biasa, rapat rutin di Jalan Diponegoro 43 itu dibuka dengan makan malam. Setelah bersantap, Aburizal Bakrie memimpin pertemuan. Dalam rapat inilah ia mengangkat pentingnya Rancangan Undang-Undang Pengadaan Lahan. ”Undang-undang ini penting segera diselesaikan,” kata satu sumber, menirukan pernyataan Aburizal.

Aburizal lalu menceritakan seluk-beluk pembebasan tanah untuk pembangunan jalan tol. Ia menguasai persoalan ini karena sayap bisnis perusahaan keluarganya, PT Bakrie Toll Road Tbk., menggarap megaproyek tol trans- Jawa di ruas Kanci-Pejagan. Jalan tol yang rencananya terbentang dari Merak hingga ke Banyuwangi itu baru selesai 20 persen. Sisanya mandek karena pembebasan tanahnya tak kunjung beres.

Rapat juga membahas isu yang bakal ramai diperdebatkan, yakni definisi proyek kepentingan umum dan mekanisme penentuan harga tanah. Tak ada perdebatan. Rapat ditutup dengan kesepakatan semua ketua fraksi partai koalisi mendukung Undang-Undang Pengadaan Lahan, meski drafnya belum disusun. ”Saat itu memang sudah disiapkan ‘jalan tol’ untuk undang-undang itu,” kata sumber tadi.

Juru bicara Aburizal, Lalu Mara Satriawangsa, membenarkan Aburizal memimpin rapat di sekretariat gabungan. ”Tapi saya tidak bisa mengomentari,” katanya. Sekretaris Fraksi Partai Persatuan Pembangunan M. Romahurmuziy membenarkan pembahasan aturan pengadaan lahan dalam rapat pada Juli lalu. ”Itu disepakati sebagai undang-undang yang perlu diselesaikan tahun ini,” ujarnya.

Mendapat lampu hijau dari partai koalisi, pemerintah segera bergerak. Sepekan setelah rapat di sekretariat gabungan, pembahasan dilanjutkan dalam rapat konsultasi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan petinggi Dewan Perwakilan Rakyat di Istana Negara. Seusai pertemuan, Presiden menyampaikan, pemerintah dan Dewan akan membahas rancangan undang-undang pengadaan tanah untuk infrastruktur. Sejak itulah penyusunan draf undang-undang itu dioper ke pemerintah, bukan lagi hak inisiatif Dewan.

Anggota Komisi Pertanahan Dewan Perwakilan Rakyat dari Partai Keadilan Sejahtera, Agoes Poernomo, menyatakan fraksinya tak keberatan jika pemerintah mengajukan rancangan undang-undang pengadaan tanah. Fraksi Partai Keadilan, katanya, akan mendukung penyelesaian undang-undang tersebut. ”Karena itu menyelesaikan banyak masalah pembangunan infrastruktur yang terhambat persoalan tanah,” ujarnya.

Sesuai perkiraan, Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan menghadang. Anggota Badan Legislasi, Arif Wibowo, politikus PDI Perjuangan, menyatakan pemerintah dan DPR telah sepakat penyusunan rancangan undang-undang pengadaan tanah dilakukan oleh Dewan. Ia mengingat, dalam rapat-rapat pun tak pernah terlontar pernyataan pemerintah ingin mengambil alih. ”Ini aneh, mendadak pemerintah menyusun draf,” ia menambahkan.

Arif Wibowo menyatakan partainya tak akan menerima begitu saja rancangan undang-undang itu. Sebab, menurut dia, aturan itu bisa dipakai untuk mengambil alih kepemilikan tanah secara sewenang-wenang. ”Kalau isinya masih seperti aturan sebelumnya, pasti kami tolak,” katanya.

Deputi Kajian dan Kampanye Konsorsium Pembaruan Agraria, Iwan Nurdin, melihat undang-undang baru itu mengulang masalah yang sama dengan peraturan pendahulunya.

Iwan menilai pemerintah kelihatan ingin bergegas membuat aturan yang lebih kuat supaya pembebasan tanah lebih cepat dan murah. Sebaliknya, hak masyarakat kurang diperhatikan. Ia menyarankan undang-undang ini melalui uji publik, agar masyarakat bisa memberikan pendapat. ”Kalau pemerintah maunya cepat saja, konflik akan semakin banyak.”

Oktamandjaya Wiguna, Eko Ari Wibowo (Jakarta), Tia Hapsari (Depok)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus