SEBELAS anggota Panitia Pemilihan telah dilantik oleh Presiden
Soeharto di Istana Negara akhir pekan lalu. Untuk kesekian
kalinya Kepala Negara mengajak semua pihak pada kesempatan itu
"untuk mentaati aturan permainan yang berlaku" Ia meminta
hendaknya Pemilu dikerjakan sebaik-baiknya tanpa rasa takut
atau ditakut-takuti, dan tanpa paksaan atau pun dipaksa-paksa.
"Dengan paksaan dan ditakut-takuti, demokrasi tidak akan tumbuh
dan tidak mempunyai arti", demikian Soeharto. Ajakan Presiden
itu langsung ditanggapi wakil ketua Partai Persatuan
Pembangunan H. Nuddin Lubis seusai upacara. "Itu baik sekali",
katanya seraya melangkah keluar dari pintu istana. "Kalau itu
dapat benar-benar dilaksanakan, Insya Allah demokrasi dapat
berjalan dan dicerminkan dalam pemilu nanti".
Peringatan dan ajakan Kepala Negara agaknya tidak terlepas dari
perkembangan akhir-akhir ini di beberapa daerah. Misalnya apa
yang diungkapkan anggota DPR dari PPP Zamroni. Tokoh DPP KNPI
itu mengeluh terhadap perlakuan yang menimpa sementara pemuka
gerakan pemuda di Jawa Tengah. "Banyak tokoh-tokoh mereka
dipanggil tiap pagi oleh pejabat ABRI -- komandan rayon militer
-- karena menjadi komisaris partai", kata Zamroni. Ditambahkan
tidak sedikit pula di antara mereka yang kena "perintah
menginap", kata yang lebih halus dari penahanan. Tindakan Dan
Ramil tersebut - dilakukan bukan dengan kasak kusuk tapi terus
terang --menurut Zamroni jelas bertentangan dengan UU no.3/1975.
"Pelanggaran dan penghinaan terhadap lembaga Tertinggi Negara"
seperti ini oleh anggota DPR itu dikatakan akan berakibat serius
yang dapat menyebabkan "rakyat menjadi asing di tanah airnya
sendiri". Maka seorang anggota DPR lainnya turut prihatin,
"mengapa lagu lama begitu dimainkan lagi?"
Pernyataan Zamroni itu esoknya ditanggapi Markas Besar Angkatan
Darat di Jakarta. Kepala Dinas Penerangan AD Brigjen Darjono
mengatakan pimpinan TNI-AD "amat menyesalkan terjadinya
tindakan-tindakan sepihak Dan Ramil di daerah yang bertindak di
luar batas over acting". Lebih lanjut Darjono menegaskan bahwa
"tidak ada instruksi Markas Besar TNI-AD untuk melakukan
tindakan sepihak dan wajib menginap". Dan berjanji "akan
mengecek langsung kebenarannya". Tanggapan juga muncul dari
seorang anggota DPE Golkar. "Ucapan tersebut patut disesalkan
dan memalukan", kata Pitut Soeharto .
Sementara itu Kodam VII Diponegoro menilai pernyataan itu "akan
menyebabkan khalayak memperoleh gambaran yang sesat mengenai
keadaan sebenarnya". Mendapat jawaban serupa itu Zamroni
berjanji "akan menyerahkan laporan terperinci ke Kodam
Diponegoro tentang apa yang sebenarnya terjadi". Kapan? "Bulan
ini", katanya kepada TEMPO. Bahkan menurut bekas ketua umum
Perserikatan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) itu, pernah
terjadi perlakuan yang lebih parah lagi terhadap teman-teman dan
organisasinya. Siapa yang melakukan serta korbannya, Zamroni
menolak memberi keterangan.
Sementara itu kalangan pimpinan kedua partai politik di Jakarta
nampaknya belum berhasil mengatasi kemacetan soal tanda gambar.
Berturut-turut pekan lalu Menteri Dalam Negeri mengadakan
pertemuan dengan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai
Demokrasi (PDI) Belum diketahui apakah tanda gambar kedua partai
tersebut -- berupa gambar Ka'bah untuk PPP dan perisai Pancasila
untuk PDI sudah disetujui Lembaga Pemilihan Umum yang diketuai
Mendagri. Amirmachmud sendiri hanya menjawab "masih diproses".
Tapi dari wajah-wajah anggota DPP yang ditemui seusai pertemuan
itu menimbulkan dugaan pihak LPU kurang setuju dengan kedua
tanda gambar tersebut. Memang dari sudut perundang-undangan
"tidak ada persoalan dengan tanda gambar yang sekarang
diajukan", kata Yusuf Hasyim dari PPP. Tapi pendapat itu belum
tentu serupa dengan apa yang ada dalam pikuran pimpinan LPU.
Konon alasan LPU karena kedua tanda gambar tadi punya
nilai-nilai yang suci. Tapi pertimbangan seperti ini hanya
bersifat psikologis saja, sementara diktum UU tidak berbicara
tentang masalah ini. "Apakah kita mau mengikuti aturan yang ada
sebagaimana ajakan Presiden atau mau menuruti
pertimbangan-pertimbangan politis psikologis", tanya Yusuf
Hasyim.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini