Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

"lagu lama"

Sebelas anggota panitia pemilihan umum 1977 dilantik presiden soeharto di istana negara. ia minta pemilu dikerjakan tanpa rasa takut, tanpa paksaan dan mentaati peraturan permainan yang berlaku. (nas)

12 Juni 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEBELAS anggota Panitia Pemilihan telah dilantik oleh Presiden Soeharto di Istana Negara akhir pekan lalu. Untuk kesekian kalinya Kepala Negara mengajak semua pihak pada kesempatan itu "untuk mentaati aturan permainan yang berlaku" Ia meminta hendaknya Pemilu dikerjakan sebaik-baiknya tanpa rasa takut atau ditakut-takuti, dan tanpa paksaan atau pun dipaksa-paksa. "Dengan paksaan dan ditakut-takuti, demokrasi tidak akan tumbuh dan tidak mempunyai arti", demikian Soeharto. Ajakan Presiden itu langsung ditanggapi wakil ketua Partai Persatuan Pembangunan H. Nuddin Lubis seusai upacara. "Itu baik sekali", katanya seraya melangkah keluar dari pintu istana. "Kalau itu dapat benar-benar dilaksanakan, Insya Allah demokrasi dapat berjalan dan dicerminkan dalam pemilu nanti". Peringatan dan ajakan Kepala Negara agaknya tidak terlepas dari perkembangan akhir-akhir ini di beberapa daerah. Misalnya apa yang diungkapkan anggota DPR dari PPP Zamroni. Tokoh DPP KNPI itu mengeluh terhadap perlakuan yang menimpa sementara pemuka gerakan pemuda di Jawa Tengah. "Banyak tokoh-tokoh mereka dipanggil tiap pagi oleh pejabat ABRI -- komandan rayon militer -- karena menjadi komisaris partai", kata Zamroni. Ditambahkan tidak sedikit pula di antara mereka yang kena "perintah menginap", kata yang lebih halus dari penahanan. Tindakan Dan Ramil tersebut - dilakukan bukan dengan kasak kusuk tapi terus terang --menurut Zamroni jelas bertentangan dengan UU no.3/1975. "Pelanggaran dan penghinaan terhadap lembaga Tertinggi Negara" seperti ini oleh anggota DPR itu dikatakan akan berakibat serius yang dapat menyebabkan "rakyat menjadi asing di tanah airnya sendiri". Maka seorang anggota DPR lainnya turut prihatin, "mengapa lagu lama begitu dimainkan lagi?" Pernyataan Zamroni itu esoknya ditanggapi Markas Besar Angkatan Darat di Jakarta. Kepala Dinas Penerangan AD Brigjen Darjono mengatakan pimpinan TNI-AD "amat menyesalkan terjadinya tindakan-tindakan sepihak Dan Ramil di daerah yang bertindak di luar batas over acting". Lebih lanjut Darjono menegaskan bahwa "tidak ada instruksi Markas Besar TNI-AD untuk melakukan tindakan sepihak dan wajib menginap". Dan berjanji "akan mengecek langsung kebenarannya". Tanggapan juga muncul dari seorang anggota DPE Golkar. "Ucapan tersebut patut disesalkan dan memalukan", kata Pitut Soeharto . Sementara itu Kodam VII Diponegoro menilai pernyataan itu "akan menyebabkan khalayak memperoleh gambaran yang sesat mengenai keadaan sebenarnya". Mendapat jawaban serupa itu Zamroni berjanji "akan menyerahkan laporan terperinci ke Kodam Diponegoro tentang apa yang sebenarnya terjadi". Kapan? "Bulan ini", katanya kepada TEMPO. Bahkan menurut bekas ketua umum Perserikatan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) itu, pernah terjadi perlakuan yang lebih parah lagi terhadap teman-teman dan organisasinya. Siapa yang melakukan serta korbannya, Zamroni menolak memberi keterangan. Sementara itu kalangan pimpinan kedua partai politik di Jakarta nampaknya belum berhasil mengatasi kemacetan soal tanda gambar. Berturut-turut pekan lalu Menteri Dalam Negeri mengadakan pertemuan dengan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Demokrasi (PDI) Belum diketahui apakah tanda gambar kedua partai tersebut -- berupa gambar Ka'bah untuk PPP dan perisai Pancasila untuk PDI sudah disetujui Lembaga Pemilihan Umum yang diketuai Mendagri. Amirmachmud sendiri hanya menjawab "masih diproses". Tapi dari wajah-wajah anggota DPP yang ditemui seusai pertemuan itu menimbulkan dugaan pihak LPU kurang setuju dengan kedua tanda gambar tersebut. Memang dari sudut perundang-undangan "tidak ada persoalan dengan tanda gambar yang sekarang diajukan", kata Yusuf Hasyim dari PPP. Tapi pendapat itu belum tentu serupa dengan apa yang ada dalam pikuran pimpinan LPU. Konon alasan LPU karena kedua tanda gambar tadi punya nilai-nilai yang suci. Tapi pertimbangan seperti ini hanya bersifat psikologis saja, sementara diktum UU tidak berbicara tentang masalah ini. "Apakah kita mau mengikuti aturan yang ada sebagaimana ajakan Presiden atau mau menuruti pertimbangan-pertimbangan politis psikologis", tanya Yusuf Hasyim.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus