Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

''saya yakin ini langkah menuju yerusalem''

Yasser arafat tak menutup telinga pada protes terhadap perjanjian damai plo-israel. ia mengingatkan, nabi pun akhirnya berdamai dengan kaum kuraish. wawancara khusus tempo dengan kepala negara palestina itu.

2 Oktober 1993 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

''MANA pistol Anda?,'' tanya wartawan TEMPO Yuli Ismartono ketika menjumpai Presiden Palestina Yasser Arafat, Jumat menjelang tengah malam, di lobi lantai lima Wisma Negara, Jalan Veteran, Jakarta Pusat. ''Ini,'' jawab pejuang kondang yang biasa dipanggil Abu Ammar ini, sambil memutar tubuhnya. Sepucuk pistol Beretta mungil ternyata masih tergantung di pinggang kanannya. Memang, seperti tak ada yang berubah dengan sosok Arafat. Jenggot dan kumisnya masih dibiarkan seolah tak terurus rapi. Langgam bicaranya selalu bersemangat, dengan ekspresi wajah yang berubah-ubah. Yang berbeda dalam kunjungannya yang keempat kalinya ke Indonesia adalah ini: dia tidak lagi sendiri, tapi didampingi oleh wanita cantik yang berambut pirang. Itulah istri Arafat, bernama Suha, yang terlihat lebih tinggi dibandingkan dengan Arafat, dan menjadi pemandangan tersendiri dalam rombongan Kepala Negara Palestina itu. Wanita berhidung bangir, berkulit bersih seputih gading itu terlihat kontras dengan anggota rombongan Arafat yang kelihatan angker. Jam sudah menunjukkan pukul 11 malam saat usai acara jamuan makan kenegaraan bersama Presiden Soeharto di Istana Negara. Setelah keluar dari lift di lantai lima Wisma Negara, tamu negara itu masih terlihat membaca dan menandatangani sejumlah surat dan dokumen. ''Maafkan saya. Masih banyak pekerjaan yang harus saya selesaikan,'' katanya kepada tim wartawan TEMPO, Yuli Ismartono, Didi Prambadi, dan Ahmed K. Soeriawidjaja. Berikut adalah petikan wawancara khusus tersebut dengan Presiden Palestina Yasser Arafat, selama lebih kurang 30 menit: Di beberapa kalangan di Indonesia, terutama di kalangan Islam, ada yang tidak setuju dengan perjanjian antara PLO dan Israel. Mereka menganggap Anda ''menjual'' Palestina kepada orang Yahudi. Bagaimana pendapat Anda? Memang kami ini orang apa? Mereka harus ingat bahwa saya salah satu mujahidin di dunia Islam saat ini. Saya pengikut muslim yang setia. Sejak berusia 17 tahun saya sudah berjihad. Mereka yang melawan saya itu boleh tanya kepada kawan mereka di dunia Arab, termasuk kepada kawan-kawan mereka di Iran. Adalah saya dan PLO yang mendukung perjuangan revolusi Iran dengan segala cara. Sedangkan pihak Iran tak menawarkan apa pun untuk revolusi Palestina. Nothing, nothing, nothing. Anda jangan lupa, saya ini mewakili tanah suci Palestina. Kamilah yang bertanggung jawab atas semua tempat suci yang diakui oleh pengikut Islam maupun Kristen sejak zaman Khalifah Umar Ibnu Khatab. Dan kami pun setia serta selalu melakukan apa yang telah diwajibkan kepada kami. Selain itu, jangan pula dilupakan, adalah kami yang paling menderita jika dibandingkan dengan yang lain. Termasuk dalam jumlah korban manusia, kamilah yang paling banyak. Misalnya, di Beirut dalam 88 hari, sebanyak 72.000 orang kami tewas dan luka. Dan tak ada yang membantu kami. Kami sendirian. Di Kota Tripoli, 2.000 orang tewas dan 127.000 orang yang cedera serta 145.000 ditahan. Itulah jumlah orang yang menderita selama kami melancarkan perjuangan intifadah. Maka, mereka yang menentang saya harus ingat apa yang terjadi terhadap Sultan Salahuddin Al-Ayubi dan perdamaiannya dengan Raja Richard dari Inggris. Nabi Muhammad saja akhirnya berdamai dengan bangsa Kuraish, lewat suatu pakta yang dinamakan Hudaibiyah. Musuh-musuh Nabi Muhammad pada waktu itu tidak mau mengakuinya sebagai nabi karena pakta itu. Nabi menerima realitas itu. Tapi Yerusalem, kota tempat Masjidil Aqsa berada, tak termasuk disinggung dalam Deklarasi Prinsip yang Anda tanda tangani di Washington. Jangan-jangan para pengritik saya itu lupa akan sejarah Islam. Saya sendiri tidak pernah mencegah siapa pun untuk mengirim pasukannya, tank-tanknya, atau menembakkan peluru kendalinya, untuk membebaskan Yerusalem. Padahal, jika kami minta pertolongan dana, ataupun dukungan politik maupun militer, sangat mungkin mereka akan menolak permintaan kami. Begitulah nasib yang menimpa Salahuddin. Sehingga ia mengatakan, ''I need your swords not your slogans.'' (Saya membutuhkan pedangmu, bukan sloganmu). Demikian bunyi pepatah kuno yang amat terkenal di kalangan dunia Islam. Maka, tidak ada seorang pun yang bisa mengatakan dia lebih Islam dari saya. Kalau dia mengatakan demikian, dia bukan orang Islam yang benar. Bukan itu saja. Menurut perjanjian antara Khalifah Umar Ibnu Khatab dan Uskup Sofronos dari Yerusalem, kami bangsa Palestina adalah pelindung Sepulcher suci di Yerusalem, itu gereja tertua di dunia. Kunci gereja itu kini masih dipegang oleh satu keluarga Islam yang tinggal di Yerusalem. Namun, saya tetap mengulurkan tangan kepada mereka yang menentang saya. Tapi, yang pasti, tidak ada yang bisa melarang siapa pun untuk membebaskan satu inci dari tanah suci. Dan kami akan senantiasa berupaya membebaskan lebih dari satu inci. Kalau tidak, rakyat kami akan selalu dikuasai orang lain. Kami sudah berjuang sejak tahun 1965. Setiap revolusi harus ada selesainya, menang atau kalah. Kami lakukan sama seperti Mahatma Gandhi yang akhirnya berdamai dengan kolonialis Inggris, antara Aljazair dan Jenderal De Gaulle. Sama seperti Nelson Mandela yang berdamai dengan De Klerk setelah 27 tahun Mandela dalam penjara. Anda sendiri di Indonesia, akhirnya berdamai juga dengan Belanda. Setiap perjuangan harus berakhir. Jadi, Anda berharap banyak dari perjanjian damai ini? Ini baru langkah pertama. Tapi saya yakin ini langkah yang tepat ke arah pembentukan suatu negara Palestina yang bebas dan berdaulat, dengan ibu kota Yerusalem. Memang, saat ini baru di Gaza dan Yeriko yang kami bebaskan. Dan kami tetap menuntut penarikan penuh (pasukan Israel) dan kedaulatan nasional penuh bagi Palestina di kedua daerah itu. Ingat, jarak Yeriko ke Yerusalem cuma 16 km. Insya Allah, dalam waktu dekat kami sudah bisa berdoa di Yerusalem. Untuk daerah lainnya, akan dibentuk pemerintah sementara otonomi Palestina (Palestinian interim self-government). Dan tidak lebih dari tiga tahun kemudian akan disusul dengan pembicaraan tentang status terakhir negara Palestina. Jadi, ini baru permulaan saja, bukan penyelesaian keseluruhan, yang akan dibicarakan bersama dengan semua bangsa Arab. Tapi yakinkah Anda Israel akan menaati semua perjanjian yang sudah disusun di Oslo itu dan dituangkan dalam Deklarasi Prinsip? Pihak Israel juga mengatakan hal yang sama tentang kami. Namun, saya percaya penuh pada rakyat Palestina, pada para pejuang dan anak-anak kami, yang merupakan generasi baru. Merekalah yang akan menjadi jenderal-jenderal baru di masa datang. Dalam Quran dikatakan, di tanah suci ini terdapat rakyat yang kuat dan mulia. Kami adalah bangsa pejuang. Jangan lupa bahwa perjanjian ini bukan disetujui oleh saya sendiri, tetapi dengan jaminan dari pemerintah Amerika Serikat, yang disaksikan oleh Presiden Clinton sendiri, Menteri Luar Negeri AS Warren Christopher. Juga ada Menteri Luar Negeri Rusia Andrey Kozyrov. Saya tidak mengatakan saya telah menghasilkan semua yang saya inginkan. Namun, jangan lupa, mereka juga tidak mendapatkan semua yang mereka harapkan. Setiap perundingan selalu ada kompromi. Maka, kami mencari bantuan dari semua kawan yang menghendaki damai di Palestina, untuk melaksanakan semua yang telah disetujui dalam dokumen. Apa sebenarnya yang dicari kelompok radikal seperti Hamas? Saya sambut baik adanya oposisi di kalangan Palestina. Tetapi saya tolak sama sekali oposisi yang datang dari luar negeri. Saya tolak intervensi dan campur tangan dari luar. Kami berjuang untuk memperoleh kebebasan. Itu keputusan nasional bersama. Kami tidak bersedia menjadi satelit kekuatan mana pun di kawasan ini, jauh ataupun dekat. Kami bangga memiliki asas demokrasi. Sesuai dengan undang- undang, kaum mayoritas harus menghormati pendapat kaum minoritas. Dan kaum minoritas harus mengikuti keputusan mayoritas. Dan saya undang semua faksi, semua organisasi, untuk ikut serta dalam membangun negara baru ini. Inilah langkah yang dalam abad ini akan menempatkan negara Palestina, untuk pertama kalinya, ada dalam peta politik maupun peta geografi. Dalam tata dunia baru, ini penting sekali. Artinya, tidak ada lagi yang bisa mengabaikan atau menjatuhkan bangsa Palestina. Bentuk pemerintahan seperti apa yang Anda inginkan untuk Palestina, dan bisakah semua agama hidup bersama secara damai, mengingat ada survei menunjukkan 60 persen rakyat Palestina menghendaki negara Islam? Pertama, Anda harus ingat Islam bukan sekadar semboyan. Islam mempraktekkan ajaran-ajarannya. Sebagian rakyat kami juga ada yang beragama Kristen. Mereka juga memiliki hak penuh, dan banyak di antaranya duduk dalam kepemimpinan perjuangan Palestina. Ada juga yang beragama Yahudi, meski tidak besar. Yakni orang-orang Samarach. Dan mereka tetap mengaku sebagai bangsa Palestina, dan bukan Israel. Itulah keagungan Palestina. Artinya, Palestina akan menjadi negara sekuler? Bukan. Palestina akan menjadi suatu negara untuk semua agama. Untuk Yahudi, Kristen, dan Islam. Adalah kewajiban kami sebagai orang muslim untuk melindungi hak mereka. Kalau tidak, kami bukan orang Islam yang baik. Saya tegaskan, Palestina tidak akan menjadi negara Islam ataupun negara sekuler. Tapi negara demokratik yang menampung semua agama.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus