Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Berita Tempo Plus

10 Pejuang Lingkungan Diganjar Kalpataru 2019

Warga Kampung Sungai Utik tidak tergoda menebang hutan meski diiming-imingi uang.

11 Juli 2019 | 00.00 WIB

Lukas Awiman Barayap, Si Pemanggil ikan yang melestarikan lingkungan dengan kearifan lokal di Kampung Bakaro, Distrik Manokwari Timur
Perbesar
Lukas Awiman Barayap, Si Pemanggil ikan yang melestarikan lingkungan dengan kearifan lokal di Kampung Bakaro, Distrik Manokwari Timur

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

JAKARTA - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan memberikan penghargaan Kalpataru kepada 10 individu dan kelompok yang berjasa merawat lingkungan. Penghargaan ini akan diserahkan oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla dan Menteri Lingkungan Hidup Siti Nurbaya dalam acara pembukaan Pekan Lingkungan Hidup dan Kehutanan, di Jakarta Convention Center, hari ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup, Bambang Supriyanto, mengatakan Kalpataru adalah apresiasi tertinggi yang diberikan kepada individu atau kelompok yang berjasa dalam merintis, mengabdi, menyelamatkan, dan membina perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dan kehutanan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

"Kegiatan dan karya para pejuang lingkungan ini telah memberi dampak nyata bagi peningkatan ekologi, ekonomi, dan sosial budaya," kata Bambang saat berkunjung ke Gedung Tempo, kemarin. Para penerima Kalpataru, ucap dia, dapat berperan aktif sebagai mitra, narasumber, fasilitator, atau pendamping bagi pemberdayaan masyarakat.

Anggota Dewan Pertimbangan Kalpataru yang turut menyeleksi para nomine, Aca Sugandhy, mengatakan ada empat kategori dalam penghargaan Kalpataru, yakni perintis, pengabdi, penyelamat, dan pembina lingkungan.

Lukas Awiman Barayap adalah salah satu penerima Kalpataru 2019 untuk kategori perintis lingkungan. Ia berasal dari Kampung Bakaro, Distrik Manokwari Timur, Kabupaten Manokwari, Papua Barat. Pria 59 tahun ini dijuluki Si Pemanggil Ikan karena piawai mengumpulkan ikan-ikan ke bibir pantai dengan bantuan peluit dan rayap.

Caranya, dia membunyikan peluit hingga ikan berdatangan, lalu diberi makan rayap.

"Awalnya kegiatan ini sekadar hiburan bagi saya, namun banyak yang tertarik dan datang ke sana," ujar Lukas. Selain untuk hiburan, Lukas juga tergerak memanggil ikan karena melihat pantai kotor dan terumbu karang rusak. Kegiatan Lukas kini menjadi obyek wisata di Bakaro. Dia mempersilakan para turis membawa sendiri peluit lalu membagikan rayap untuk mereka.

Dari kategori pengabdi lingkungan ada Meilinda Suriani Harefa, dosen Jurusan Pendidikan Geografi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan. Dia mendampingi sejumlah kelompok masyarakat untuk menanam mangrove. Restorasi mangrove dilakukan di sepanjang pesisir dari Sumatera Utara sampai Aceh. "Sekarang sudah 7.200 hektare yang kami tanam," ucap Meilinda. Ia kini mengembangkan pemanfaatan mangrove sebagai ekowisata, tambak, pewarna batik, atau bahan pangan bersama 187 kelompok binaan di 125 desa.

Selanjutnya, pada kategori penyelamat lingkungan ada tiga kelompok masyarakat yang dinobatkan sebagai penerima Kalpataru. Mereka di antaranya adalah Kelompok Masyarakat Dayak Iban, Menua Sungai Utik, di Kampung Sungai Utik, Desa Batu Lintang, Kecamatan Embaloh Hulu, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat.

Kepala Desa Batu Lintang, Raymundus Remang, mengatakan warganya konsisten menolak penebangan pohon liar yang marak pada kurun 1998–2004. Mereka tidak tergoda meski diiming-imingi banyak uang. Warga memilih hidup dengan berkebun dan menanam karet. "Mulai 2014 kami mengembangkan Sungai Utik menjadi destinasi wisata karena hutan dan sungai yang masih bersih."

Rumah betang yang menjadi ciri khas mereka turut menjadi daya tarik karena panjangnya 214 meter dan dilengkapi 28 pintu. Sebanyak 80 keluarga tinggal di rumah itu.

Pada kategori ini juga ada Kelompok Nelayan Prapat Agung Mengening Patasari dari Kabupaten Badung, Bali, yang menyelamatkan Sungai Tukad Mati dari banjir sampah. "Tahun 2011 kondisinya semakin parah, air sungai tertutup sampah dan berbau," ucap I Nyoman Sukra, Ketua Kelompok Nelayan Prapat. Dia pun mengajak warga membuat program kali bersih.

Para nelayan memasang jaring untuk menangkap sampah dari hulu sungai dan membuat patroli untuk mencegah orang membuang sampah. Mangrove yang mati dibersihkan lantas ditanami kembali. REZKI ALVIONITASARI


Penerima Penghargaan di Bidang Lingkungan

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus