TELITI sebelum membeli. Itulah pesan anggota PDI bagi peserta kongres di Medan sebelum memilih ketua umum. Menjelang Kongres dibuka, ada tujuh calon yang tercatat di media massa. Soerjadi, Aberson M. Sihaloho, Budi Hardjono, Tarto Sudiro, Ismunandar, Soetardjo Soerjogoeritno, dan Berar Fathia. Peluang Soerjadi bisa besar, bisa pula kecil. Besar bila dilihat dukungan cabang-cabang yang terus mengalir. Bisa dimengerti karena Soerjadi sudah tujuh tahun memimpin PDI. Rentang waktu selama itu cukup buatnya untuk mengatur barisan pendukungnya. Kecil peluang Soerjadi untuk terpilih lagi kalau diamati aba- aba Pemerintah.Soal sikapnya yang kritis, pengadilan kasus penculikan dua aktivis PDI penentangnya, dan kemungkinan ia bisa membesarkan PDI, bisa saja dijadikan dalihnya. Dari deretan calon itu, ada pula satu calon wanita. Namanya Berar Fathia, yang kini duduk sebagai Wakil Ketua Kelompok Kerja Kesejahteraan Rakyat, Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Pusat PDI. Nama Berar sempat terdengar menjelang Sidang Umum MPR 1993. Maklum, ketika itu dialah orang pertama yang siap dicalonkan menjadi presiden. Dan kursi Ketua Umum PDI tampaknya pantas diperebutkan. Di samping memimpin partai, ketua umum juga punya peluang terpilih menjadi Wakil Ketua DPR/MPR dan mendapat fasilitas mobil, rumah, dan perlakuan protokol seorang pejabat tinggi. Dan berikut, calon ketua umum yang akan berlaga di forum kongres, selain Soerjadi dan Berar yang disebut di atas. Aberson Marle Sihaloho, 55 tahun Anak Pematangsiantar ini dikenal suka bicara ceplas-ceplos. Dengar saja kritiknya terhadap komposisi anggota MPR. ''Bagaimana bisa mewujudkan aspirasi rakyat kalau 60% anggota MPR diangkat, sedangkan yang dipilih hanya 40%?'' katanya. Dia tinggal di sebuah rumah VB peninggalan Belanda di kawasan Kramat, Jakarta Pusat. Pernah menjadi kontraktor bangunan (1972-1977). Namun, sejak tahun 1977 sampai sekarang ia beralih memimpin perusahaan konsultan agribisnis dan manajemen. ''Tapi karena saya aktif di politik, ya jadi komisaris saja,'' kata Aberson, yang juga jebolan FE-UI Jurusan Akuntansi. Ayah dua anak ini berani mencalonkan diri karena kecewa terhadap kepemimpinan Soerjadi. ''Selama tujuh tahun dia memim- pin Partai, saya tak melihat dan menemukan pendapat dan aspirasi masyarakat yang dapat disalurkan,'' kata pria Batak yang fasih berbahasa Jawa ini. Maka, kalau terpilih nanti, Aberson bertekad akan memperbarui manajemen Partai. ''Saya tak akan menggunakan cara lama dalam mengambil keputusan. Sebentar-sebentar pergi ke Mabes ABRI. Untuk apa? Saya ingin semuanya diselesaikan di Partai,'' kata Wakil Ketua Komisi APBN di DPR ini. Dia mengaku tak punya beking dari pejabat Pemerintah. ''Saya tak suka pejabat Pemerintah, baik sipil maupun militer, ikut campur urusan intern Partai,'' ujarnya.Sekalipun pedas mengkritiknya, Aberson tetap menyatakan simpatinya terhadap Soerjadi. Ia tak suka atas pernyataan pe- jabat Pemerintah atas Soerjadi yang divonis punya cacat hukum. ''Saya tak suka kalau cabang-cabang nanti tak memilih dia ka- rena pernyataan itu. Dan seharusnya ini juga tak mempengaruhi objektivitas warga PDI. Ini tidak adil. Saya sendiri tak enak mengambil keuntungan Soerjadi yang kepepet itu.'' Dukungan buat Aberson diharapkan datang terutama dari Jawa Tengah daerah pemilihannya. ''Mereka sudah mengenal saya,'' katanya. Tapi, ada yang bilang tampilnya Aberson hanya sekadar ''ikut meramaikan''. Maklum, ia sudah dua periode berturut- turut menjadi anggota DPR, dan menurut ketentuan DPP, untuk periode mendatang ia tak boleh lagi berkantor di Senayan. ''Memang saya realistis. Kalau periode mendatang saya tak menjadi anggota DPR lagi, saya akan aktif di DPP,'' katanya. Artinya, target minimal Aberson di Medan nanti, seperti yang diakuinya sendiri, adalah merebut salah satu tiket Ketua DPP.Budi Hardjono,52 tahun ''Meskipun selama ini cuma ban serep, sekarang ini saya sudah waktunya dipasang,'' kata Budi Hardjono, menggambarkan bahwa dirinya pasti akan tampil menggantikan Soerjadi untuk periode lima tahun mendatang. ''Paling tidak 55% dari 300 cabang akan mendukung,'' katanya setelah mengalkulasi kekuatan pesaingnya. Jadi, ''Saya optimistis kans untuk menang besar,'' kata anggota Komisi VI DPR itu. Kepada TEMPO Budi menuturkan bahwa 80% dari semua cabang di Provinsi Bengkulu dan Sumatera Selatan adalah pemilih beratnya. Sedangkan cabang di Provinsi NTT, NTB, Tim-Tim, Kal-Tim, Kal- Bar, dan Ja-Tim bisa sampai 70%. Lalu kelompok pendukung dari Ja-Bar, DKI, Aceh, Sul-Ut, Sul-Sel, dan Maluku sedikitnya 60%. Belum lagi Provinsi Bali dan Ja-Teng yang diperkirakannya separuh-separuh. ''Pokoknya di atas kertas saya pasti menang,'' katanya.Apalagi anggota DPR dua periode yang dikenal vokal ini juga mengaku tak punya musuh. ''Semua pihak dapat menerima,'' ka- tanya. Mantan Ketua dan Sekjen GMNIini juga mengaku, hubungannya dengan tokoh kelompok 17 sangat komunikatif, dan dengan barisan keluarga Bung Karno pun baik. Optimisme Budi ini agaknya mendekati kenyataan setelah santer beredar kabar bahwa Mabes ABRI juga menjagokannya. Sebuah sumber TEMPO di Mabes ABRI mengisyaratkan, Budi Hardjono lebih bisa dipegang daripada Soerjadi. ''Ya, saya tak sulit lagi mencerna kemauan ABRI,'' kata Budi, yang dipercaya menjadi koordinator tim dalam pembahasan RUU Keprajuritan dan Hankam tahun 1987. Tapi apa yang akan dilakukannya bila kelak terpilih menggantikan Soerjadi? Budi, yang mengeluarkan biaya dari kan- tongnya Rp 25 juta untuk memenangkan kursi ketua umum itu, mengharapkan perolehan suara PDI harus tambah. Paling tidak, tetap. Kalau perolehan kursi DPR sampai turun? ''Saya sudah mempersiapkan diri untuk mundur. Ini untuk mengembangkan budaya 'mau mundur bila gagal'.'' Soetardjo Soerjogoeritno, 58 tahunIa adalah Wakil Ketua PDI Yogya dan Wakil Ketua Komisi II DPR. ''Nglurug tanpa bala, menang tanpa ngasorake,'' katanya. Maksudnya, ia mau bertempur tanpa pasukan dan menang tanpa mempermalukan musuh. Itulah ucapan calon ketua umum dari Yogya itu. Soetardjo mengaku sudah ada dukungan penuh dari Yogya, basis kekuatannya. Ia mengaku juga mendapat dukungan dari Ja-Tim, Ja- Bar, NTB, dan beberapa daerah di Sumatera. Perkiraannya, separuh suara bisa dikantonginya. Caranya? ''Kalau saya be- ritahukan rahasia saya memperoleh suara, tawonnya akan terbang semua nanti. Pokoknya tunggu saja di Kongres,'' katanya. Agaknya Soetardjo dan orang-orangnya akan menggarap sejumlah perutusan di Kongres. Ini dibenarkan oleh Muhammad B.S., Ketua PDI Kodya Yogya. Bahwa selain mengandalkan dukungan penuh dari perutusanYogya, ''Orang ogya juga akan mengutus pelobi khusus.'' Makanya, sekalipun Tardjo tak turun berkampanye ke daerah-daerah, hal itu bukan problem. Kepada TEMPO Soetardjo mengatakan, selain mengandalkan peserta Kongres, ia juga mencoba menarik simpati dari ABRI. ''ABRI dan PDI punya kesamaan dalam hal kerakyatan,'' katanya.Menang atau kalah, bagi the best ten anggota DPR yang vokal pilihan wartawan ini, tak penting. ''Saya tak akan ngotot be- rebut jabatan ketua umum,'' katanya. ''Gaya Yogya memang begini, kok.'' Yang penting, katanya, pemimpin PDI mendatang harus mampu mengembalikan kekuatan Partai, menghindarkan perpecahan di antara unsur, dan menyukseskan pembangunan jangka panjang II yang memberikan wawasan kebangsaan. Tarto Sudiro, 49 tahunIa mempunyai cara unik berkampanye. Ia berkeliling ke kantor- kantor media massa di Jakarta. Ketika di TEMPO, ia berkata, ''Saya siap menggantikan Soerjadi.'' Untuk mencapai cita-citanya itu, ia membentuk tim kampanye, yang mirip sebuah organisasi bisnis. Misalnya ia melengkapi organisasinya dengan manajer kampanye, dijabat Roy B. Yanis. Manajer kampanye ini antara lain dibantu bagian protokol, pembuat naskah pidato. ''Pokoknya semua dibuat rapi,'' katanya. Kabarnya, tim kampanye Tarto punya anggaran Rp 60 juta. Kalau gaya kampanyenya mirip orang berbisnis, bisa dimaklumi. Dunia bisnis, bagi ayah enam anak ini, digelutinya selama ini. Ia adalah salah satu direktur di perusahaan telekomunikasi American Telephone and Telegraph (AT&T), tempat Timmy Habibie, adik kandung Menteri B.J. Habibie, juga menjadi direktur. Ia juga dikenal sebagai pendiri Indonesian Project Consultant, sebuah perusahaan konsultan telekomunikasi, dan konsultan di Proteam perusahaan yang memasarkan iklan TPI. Maka, bisa dimaklumi kalau hanya sesekali anggota DPR ini muncul di Senayan. ''Saya hanya mau bicara kalau betul-betul menguasai masalahnya,'' tuturnya. Itu artinya ia hanya akan bicara kalau Komisi V DPR membahas persoalan telekomunikasi. Di luar itu? ''Saya pikir tak efisien kalau saya ikut-ikutan ngomong,'' katanya. Beberapa pihak menyebut Tarto didukung oleh Ketua ICMI, B.J. Habibie. Maklum keduanya bersahabat sejak kecil, dan sama-sama lulusan Jerman. Benarkah? Dengan halus Tarto menolak bicara soal itu. ''Rasanya tidak sopan kalau saya berbicara,'' jawabnya. Tapi barangkali ini sebuah indikasi yang kuat. Kamis pekan lalu, ketika semua calon Ketua Umum PDI disandingkan di DPR, Tarto tak datang karena harus ketemu Habibie. Jabatan resmi di PDI adalah Sekretaris Badan Litbang PDI. Sejak 1987 menjadi anggota MPR, dan menjadi anggota DPR mulai 1993. Ismunandar, 47 tahun Kegiatan politiknya dimulai sejak SMA di Singaraja, Bali, awal 1960-an. Selepas SMA, ia meneruskan ke Akademi Maritim di Semarang. Di sana ia terpilih sebagai Ketua GMNI sekaligus Sekretaris Pemuda Demokrat Cabang Semarang. Setelah hijrah ke Jakarta, Ismu mulai naik. Sebagai Wakil Sekretaris Pemuda Demokrat Jakarta, tahun 1973, Ismu mengaku ikut menyiapkan fusi beberapa partai ke PDI. Ia kemudian menjadi Wakil Ketua PDI Jakarta sejak 1981. Namun, dua kali pemilu (1987 dan 1992) belum berhasil mengantarnya ke DPR. Ia puas di tingkat DKI, sebagai Wakil Ketua DPRD. Namun, ada olok-olok buat Ismu. Ia dianggap belum waktunya bersanding dengan tokoh elite politik tingkat nasional yang rata-rata sudah berumur. Seperti diakuinya, hanya pejabat ''kelas dua'' yang dikenalnya dengan baik. ''Saya ini belum kelas Senayan,'' katanya. Kalaupun ia lalu muncul sebagai calon, katanya, itu bukan atas ambisinya sendiri. ''Saya dicalonkan kawan-kawan.'' Sebagai bukti, ia menyebut nama seperti Alex Asmasoebrata dan tokoh-tokoh muda PDI yang ramai-ramai iuran mengongkosinya untuk kampaye ke daerah. ''Tak banyak, belum sampai Rp 20 juta,'' katanya. Ahmed Kurnia S., Agus Basri, Dwi Setyo Irawanto, Iwan Qodar Himawan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini