Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Adu Kuat Merebut Harta Negara

Kejaksaan Negeri Bojonegoro berusaha mengembalikan harta negara dari para koruptor. Meski alot, beberapa aset sudah disita.

6 Januari 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Petugas Kejaksaan Negeri Bojonegoro, kepolisian, dan Satuan Polisi Pamong Praja berjajar membuat pagar betis di depan rumahknockdown dari kayu jati berukiran Jepara di jalan raya Desa Pasinan, Kecamatan Baureno, Kabupaten Bojonegoro, Rabu tiga pekan lalu. Sejumlah orang yang mencoba menghadang petugas Kejaksaan akhirnya menyerah. Beberapa anak buah Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Nusirwan Sahrul pun dibiarkan menerobos masuk pintu pagar rumahbergaya joglo berukuran 9 x 15 meter milik bekas Bupati Bojonegoro Muhammad Santoso, 71 tahun, itu. Mereka memasang papanputih yang tingginya sekitar tiga meter bertulisan: "dan bangunan ini dirampas untuk negara berdasarkan putusan MA Nomor: 636 K/PID.SUS/2011 tanggal 14 Juli 2012".

Tindakan ini merupakan putusan Mahkamah Agung bahwa pensiunan kolonel Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat itu terbukti melakukan korupsi Anggaran Pendapatan dan Belanja DaerahBojonegoro 2006-2007 senilai Rp 6 miliar. Penyitaan tersebut dilakukan setelah tiga surat perintah pengosongan rumah tak digubris. Santoso harus mengembalikan uang negara sebesar Rp 3,4 miliar selain harus menjalani hukuman bui lima tahun.

Pemasangan papan memang sukses, tapi eksekusi tak berjalan mulus. Ada banyak halang-perintang bagi Kejaksaan untuk mengembalikan uang negara dari para koruptor meski putusan pengadilan telah berkekuatan hukum tetap. Soal ini, bukan hanya kasus Santoso yang sulit dieksekusi.

Eksekusi putusan kasus korupsi dana perjalanan dinas Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Bojonegoro yang bersumber dari APBD 2006-2007 sami mawon. Kejaksaan harus menyita uang negara dari lima legislator yang dihukum, yakni mantan Ketua DPRD Tamam Syaifuddin, 48 tahun; bekas Wakil Ketua DPRD Mochtar Setyohadi (47) dan Maksum Amin (64); eks Sekretaris DPRD Prihadie; serta mantan Bendahara DPRD Wahyuningsih (57). Dari jumlah kerugian negara Rp 13,2 miliar, mereka secara bersama-sama harus mengembalikan Rp 12 miliar.

Di luar perkara itu, ada uang Rp 900 juta yang masih dibawa 35 mantan dan anggota DPRD aktif Bojonegoro. Mereka turut menggunakan dana perjalanan dinas Dewan yang bersumber dari anggaran daerah 2006-2007. Duit itu dikembalikan dengan cara diangsur dan belum lunas hingga saat ini.

Kepala Kejaksaan Negeri Bojonegoro Tugas Utoto mengatakan sedang memfokuskan pada pengembalian kerugian negara senilai Rp 15,4 miliar. Sebesar Rp 13,2 miliar dari perkara dana perjalanan dinas DPRD dan Rp 3,4 miliar dari Santoso. Ia mengakui proses pengembaliannya tidak mudah karena sebagian terpidana menyatakan bersedia mengembalikan, tapi ada juga yang jelas-jelas menyatakan tidak mampu menyetorkannya.

Dalam perkara Santoso, eksekusi rumah kayu yang harganya lebih dari Rp 700 juta tanpa tanah itu dihalangi dengan dalih status rumah. Adik kandung Santoso, Subagyono, mengatakan rumah itu merupakan harta warisan orang tua mereka yang belum dibagi waris. "Itu harta warisan," ujar Subagyono saat menghadapi eksekutor. Sertifikatnya pun bukan atas nama Muhammad Santoso. Penasihat hukum keluarga Santoso, M. Zuhli Imran Putra, pernah mengirim surat penolakan pelelangan.

Subagyono mengatakan rumah dan tanah yang dilelang Kejaksaan Bojonegoro bukan barang bukti pengganti kerugian negara. Namun ia mengakui penyerahan sertifikat tanah dan bangunan merupakan jaminan agar Santoso tidak ditahan saat pemeriksaan.

Jauh-jauh hari Santoso sudah membuat "tameng". Ia menyerahkan surat pernyataan tidak sanggup membayar denda dan mengganti uang negara. Pernyataan itu dibuat sekitar setahun lalu dari balik penjara.

Toh, Kejaksaan berkukuh: rumah kayu Santoso itu sudah sah menjadi milik negara. "Sudah siap dilelang," kata Tugas, Jumat dua pekan lalu. Kejaksaan juga menyita dua tanah kebun di Desa Pasinan seluas 2 hektare lebih. Kejaksaan menaksir harga dua persil dan rumah itu Rp 2,5-3 miliar. Tapi, menurut Zuhli, harganya Rp 6-7 miliar. "Mereka (Kejaksaan) terlalu murah menaksir kekayaan Santoso." Menurut Tugas, pihaknya tak sembarangan menaksir aset. Kejaksaan bekerja sama dengan Sucofindo dalam memperkirakan harga.

Akan halnya dana perjalanan dinas legislatif belum dikembalikan karena masih dalam proses kasasi. Namun Kejaksaan mulai bersiap mengeksekusi. Langkah yang dilakukan adalah menginventarisasi harta kekayaan para terdakwa itu, dari kepemilikan tanah dan rumah, simpanan uang di bank, sampai harta kekayaan lain.

Harta Mochtar Setyohadi yang diinventarisasi adalah rumah di kompleks Perumahan Desa Tikusan, Hotel Pazia, dan Damai Cafe Resto di Jalan Veteran. Tapi dari aset itu yang paling dimungkinkan untuk disita hanya Hotel Pazia. "Yang lain jadi jaminan di bank," ujar Nusirwan.

Harta Maksum yang diinventarisasi adalah rumah, toko, dan sebidang tanah di Desa Temayang. Untuk keluarga Maksum yang berkomitmen mengembalikan kerugian negara, Kejaksaan memberi batas waktu.

Harta Tamam Syaifuddin diketahui Kejaksaan berupa rumah dan tanah di Jalan Veteran. Politikus Partai Golkar itu beberapa kali mengatakan mematuhi proses hukum. Tapi Kejaksaan belum memberi keterangan resmi soal harta Tamam.

Sedangkan harta Prihadie di antaranya berupa rumah di Jalan Karel Satsuit Tubun. Tugas menolak menyebutkan. "Khawatir dia menyembunyikan hartanya."

Akan halnya kakak kandung terpidana Wahyuningsih, Waskito, mengatakan keluarganya sudah bersedia mengembalikan kerugian negara sekitar Rp 2,7 miliar. Tapi pengembalian tidak bisa dilakukan segera. "Pengembalian masih menunggu tanah milik Wahyuningsih di Jalan Veteran laku dijual," kata Warsito.

Endri Kurniawati, Sujatmiko


Dari Berpengaruh Jadi Pesakitan
TerpidanaKasus dan kerugian negaraVonisAset yang disita
Bupati M. SantosoAPBD Bojonegoro 2006-2007
Rp 6 miliar
Bui 5 tahun, denda Rp 300 juta,
ganti rugi Rp 3,4 miliar
Rumah, dua petak kebun
Bupati M. SantosoDana pembebasan lahan Blok Cepu
Rp 3,8 miliar
Bui 6 tahun,
denda Rp 200 juta
Sekretaris Kabupaten Bambang SantosoDana pembebasan lahan Blok
Cepu Rp 3,8 miliar
Bui 2,5 tahun,
denda Rp 50 juta
 
Ketua DPRD Tamam SyaifuddinDana perjalanan dinas DPRD 2006-2007
Rp 13,2 miliar
Bui 3 tahun,
denda Rp 200 juta, ganti rugi Rp 935 juta
 
Wakil Ketua DPRD Mochtar SetyohadiDana perjalanan dinas DPRD 2006-2007
Rp 13,2 miliar
Bui 6 tahun,
denda Rp 200 juta, ganti rugi Rp 687 juta
 
Wakil Ketua DPRD Maksum AminDana perjalanan dinas DPRD 2006-2007
Rp 13,2 miliar
Bui 6 tahun, denda Rp 200 juta,
ganti rugi Rp 754 juta
 
Sekretaris DPRD PrihadieDana perjalanan dinas DPRD 2006-2007
Rp 13,2 miliar
Bui 5 tahun, denda Rp 200 juta,
ganti rugi Rp 1,228 miliar
 
Bendahara DPRD WahyuningsihDana perjalanan dinas DPRD 2006-2007
Rp 13,2 miliar
Bui 6 tahun, denda Rp 500 juta,
ganti rugi Rp 2,7 miliar
 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus