Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Alasan Anggota Komisi II DPR Sebut Pilkada oleh DPRD Tak Bajak Hak Politik Rakyat

Anggota DPR mengatakan sudah saatnya sistem pilkada dievaluasi karena banyak terjadi masalah, di antaranya penggunaan anggaran yang dinilai boros.

19 Desember 2024 | 08.56 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi II DPR RI Indrajaya mengatakan adanya usulan agar pemilihan kepala daerah atau pilkada dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) bukan untuk membajak hak politik rakyat. Dia mengusulkan agar hanya pemilihan gubernur dan wakil gubernur yang dilakukan langsung oleh DPRD, sedangkan pemilihan bupati, wakil bupati, wali kota, dan wakil wali kota tetap dipilih langsung oleh rakyat.

“Pilgub oleh DPRD juga menghidupkan demokrasi perwakilan, di mana kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat, tetapi diserahkan kepada perwakilannya,” ujarnya di Jakarta pada Rabu, 18 Desember 2024.

Politikus Partai Kebangkitan Bangsa itu menuturkan gubernur adalah kepanjangan tangan dari pemerintah pusat. Semangat otonomi daerah, kata dia, sejatinya berada di kabupaten/kota dan bukan di tingkat provinsi.

Indrajaya pun mengatakan sudah saatnya sistem pilkada dievaluasi karena banyak masalah yang terjadi. Misalnya, dalam Pilkada 2024 yang baru saja digelar, penyelenggara pemilu banyak disorot karena dianggap boros dalam penggunaan anggaran, peserta identik dengan politik uang, dan partisipasi pemilih yang cenderung menurun.

Dia memperkirakan pro dan kontra mengenai pilkada yang dilakukan oleh DPRD pasti terjadi, tetapi semangat membangun negeri ini menjadi lebih baik harus menjadi prioritas. Menurut dia, bangsa Indonesia tidak boleh terjebak dengan pengalaman masa lalu yang tidak benar, lebih-lebih kini zaman sudah berbeda.

Anggota Badan Anggaran DPR ini memandang pemilu merupakan roh demokrasi, jalan menuju keadilan, sumber kemakmuran dan kesejahteraan bangsa. Namun hal itu akan percuma bila penyelenggaraannya boros, bertele-tele, rumit, dan tidak menjamin tegaknya asas-asas pemilu sesuai dengan amanat UUD 1945.

“Gagasan itu harus digodok matang oleh semua fraksi dan diputuskan dalam Paripurna DPR,” tuturnya.

Baleg DPR Tunggu Pemerintah Soal Wacana Pilkada oleh DPRD

Adapun Ketua Badan Legislasi DPR RI Bob Hasan mengatakan pihaknya menunggu pengajuan dari pemerintah perihal usul Presiden Prabowo Subianto yang ingin pemilihan kepala daerah atau pilkada dilakukan oleh anggota DPRD.

Dia mengatakan sejauh ini belum ada rencana pembahasan Rancangan Undang-Undang atau RUU Pilkada pada 2025. Sebab, kata dia, pembahasan suatu RUU akan mempertimbangkan Prolegnas Prioritas 2025.

“Intinya, itu masuk ke prioritas apa tidak, itu saja dulu. Kalau kita di Baleg menunggu pembahasan dulu,” kata Bob Hasan di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa, 16 Desember 2024.

Meski demikian, dia mengatakan pembahasan mengenai usul Prabowo tersebut bisa diajukan secara inisiatif oleh DPR. Namun, menurut dia, Baleg DPR secara resmi belum menerima gambaran atau arahan soal RUU Pilkada yang mengubah sistem politik itu. “Inisiatif itu bisa datang dari mana saja, dari DPR, dari pemerintah,” ucapnya.

Dia memastikan Baleg DPR juga akan mendengar masukan dari publik mengenai usul pilkada oleh DPRD, yang banyak disorot karena dinilai akan mengurangi kedaulatan rakyat. Dia pun menilai, jika kepala daerah dipilih oleh DPRD, maka belum tentu sepenuhnya menutup partisipasi publik, karena sebelumnya sistem politik seperti itu pernah diterapkan.

“Kalau ada pembahasan terhadap RUU politik tersebut diperlukan pembahasan partisipasi publik, kita juga akan mendengar forum diskusi atau keterangan dari publik," ujarnya.

Sebelumnya, Presiden Prabowo mengusulkan perubahan sistem pilkada dari pemilu langsung ke pemilihan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau DPRD. Wacana itu disampaikan Prabowo dalam pidatonya saat Puncak Perayaan HUT Ke-60 Partai Golkar di Sentul, Kabupaten Bogor, Kamis, 12 Desember 2024.

Prabowo menilai sistem pemilihan langsung terlalu mahal dan memberatkan, baik dari sisi anggaran negara maupun pengeluaran para kandidat.

“Berapa puluh triliun habis dalam satu-dua hari, baik anggaran dari negara maupun dari masing-masing tokoh politik. Kalau dilakukan oleh DPRD, negara bisa hemat dan efisien seperti di Malaysia dan Singapura,” kata dia.

Hendrik Yaputra dan Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Pilihan editor: Pendaftaran Ditutup, Berikut Rincian Permohonan Sengketa Pilkada 2024 di MK

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus