Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Beredar pesan berantai yang menyebutkan alat rapid test Covid-19 merek VivaDiag yang ada di Bali tidak valid. Dalam pesan itu disebutkan, Dinas Kesehatan Provinsi Bali telah membeli 4.000 unit alat tes cepat yang dijual oleh PT Kirana Jaya Lestari ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kemudian, alat tersebut telah digunakan di Desa Abuan, Bangli pada 30 April 2020. Dari tes tersebut, 443 dinyatakan positif. Belakangan, mereka yang dinyatakan reaktif ini diuji swab dan hasilnya negatif.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sehingga, si pembuat pesan yang mengatasnamakan tim Gugus Tugas Penanganan Covid-19 meminta pemerintah daerah dan masyarakat tak menggunakan alat VivaDiag. Sebab, hasil tes tidak valid dan tak direkomendasikan oleh Badan Nasional Penanganan Bencana.
Sementara itu, Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito, mengatakan produk rapid test dengan merek VivaDiag sudah memenuhi rekomendasi. “Sudah sesuai rekomendasi Gugus Tugas, ada di daftarnya,” kata Wiku kepada Tempo, Ahad, 3 Mei 2020.
Dalam daftar rekomendasi rapid diagnostic test (RDT) antibodi Covid-19 per 21 April 2020, merek VivaDiag berada pada urutan ke-13. Alat tes tersebut diproduksi oleh VivaChek Biotech (Hangzhou) Co., Ltd dan diimpor oleh PT Kirana Jaya Lestari.
BNPB juga merekomendasikan pembebasan bea masuk dan pajak impor terhadap PT Kirana Jaya Lestari, yang tertuang dalam surat rekomendasi tertanggal 31 Maret 2020. Perusahaan tersebut mengimpor rapid test VivaDiag sebanyak 900 ribu unit.
Wiku menjelaskan, produk-produk rapid test yang direkomendasikan Gugus Tugas, termasuk VivaDiag, sudah terdaftar di WHO. Kemudian sesuai standar internasional dan memenuhi persyaratan untuk diadakan. “Jadi tiap pihak bisa membeli produk itu sesuai yang direkomendasikan,” katanya.
Terkait pro dan kontra penggunaan rapid test merek VivaDiag di Bali, Wiku menilai ada banyak faktor yang mempengaruhi. Ia mengatakan, sensitifitas dan spesifitas alat tes harus memenuhi beberapa persyaratan.
Misalnya, Wiku menyebutkan, alat tersebut selalu disimpan dalam suhu ruangan 20-25 derajat Celsius mulai dari produksi hingga penggunaan. Kemudian cara menggunakannya sesuai instruksi. Kualitas barang ketika diimpor juga harus dicek.
“Tanya ke PT-nya ngambil dari mana, dan kualitas seperti apa, waktu dilaksanakan seperti apa,” kata dia.
Jika produknya berkualitas sesuai rekomendasi dan dalam kondisi baik saat pengadaan, maka efektivitas hasil tes harusnya sesuai rekomendasi pabrik. “Makanya penting sekali mengadakan produk rapid test betul-betul yang direkomendasikan dan memang sudah dipakai di luar negeri,” ujar Wiku.