Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Partai Kebangkitan Nusantara (PKN) yang baru terpilih, Anas Urbaningrum, akan menggelar pidato politik pada hari ini, Sabtu, 15 Juli 2023 pukul 08.30 WIB di Monumen Nasional (Monas), Jakarta. Anas akan berbicara berbagai hal, mulai dari masalah kepentingan bangsa hingga klarifikasi soal kasus korupsi pembangunana Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah Olah Raga Nasional (P3SON) Hambalang yang menjeratnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kami pastikan ini sesuatu yang baik, sesuatu yang mengandung pesan-pesan sosial, pesan politik dan pesan hukum yang berdimensi ke depan untuk perbaikan ke depan demi bangsa ini," kata Anas saat ditemui di lokasi Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) PKN di Hotel Grand Sahid, Jakarta, Jumat, 14 Juli 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Anas tak menjelaskan alasan kenapa dia memilih Monas sebagai tempat untuk melangsungkan pidato politik. Eks Ketua Umum Partai Demokrat itu pernah menyatakan berani digantung di Monas jika terbukti melakukan korupsi.
Anas juga menyebutkan tidak ada persiapan khusus untuk acara tersebut. Semua hal kata Anas, akan mengalir biasa saja.
"Ya pokoknya mengalir biasa saja kan bukan hal yang luar biasa, karena itu seperti selama ini ya mengalir biasa saja," kata dia.
Pelaksanaan ini pun menurut penuturan Anas diinisiatifif oleh sejawat di PKN, dan Anas pun setuju untuk melakukan pidato politik ini di Monas.
"Kita lakukan hal-hal yang bisa lebih baik dan lebih baik," kata dia.
Pada dasarnya acara di Monas kata Anas, berprinsip pada nilai penting untuk Indonesia.
"Prinsipnya kami jamin pesan-pesan nya tentang nilai-nilai yang penting bagi Indonesia ke depan," ujar Anas.
Alasan kenapa harus klarifikasi kasus Hambalang
Di lain sisi Ketua Majelis Agung PKN, I Gede Pasek Suardika, menuturkan bahwa agenda yang berlangsung di Monas tak lepas untuk klarifikasi kasus korupsi Wisma Atlet Hambalang.
"Maka disitu beliau akan jelaskan putusan yang sebenarnya," ucap Pasek.
Pasek meyakini bahwa tidak semua orang paham terhadap kasus Hambalang yang mencekal mantan Ketua DPP Demokrat itu.
"Kan nggak semua rakyat ngerti, kita pun sering kali menulis kan Wisma Atlet Hambalang, betul nggak? Padahal nggak ada Wisma Atlet Hambalang, wisma atlet itu di Palembang. Yang ada itu program PPPSON Hambalang, yang terlibat itu Andi Mallarangeng, Choel Mallarangeng. Kalau wisma atlet yang terlibat itu Rosa, Nassar, beda dia ininya," kata Pasek.
Adapun Anas Urbaningrum sebelumnya divonis hukuman 8 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 3 bulan kurungan imbas kasus Hambalang. Wakil Ketua Umum PKN Gerry Hukubun menyebut Anas bakal mengungkapkan hasil putusan pengadilan yang menunjukkan bahwa dirinya tidak pernah bersalah dalam kasus Hambalang.
Pasek meyakini bahwa hal tersebut akan disampaikan secara buka-bukaan, apalagi kata Pasek pada pagi ini Anas Urbaningrum statusnya sudah sebagai Ketua Umum PKN.
"Oh ya pasti. Kan beliau sudah punya tahapan-tahapan perjalanan dan besok beliau statement-nya kan sudah sebagai Ketua Umum PKN," Ujarnya.
Selanjutnya, jerat KPK terhadap Anas
Anas Urbaningrum tak hanya terjerat kasus korupsi P3SON Hambalang. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjerat Anas dalam berbagai proyek.
Pada persidangan, jaksa KPK mengajukan tiga dakwaan terhadapnya. Dalam dakwaan pertama, jaksa KPK menyebut Anas selaku Anggota DPR RI menerima Toyota Harrier senilai Rp 670 juta, Toyota Vellfire senilai Rp 735 juta, Survei Pemenangan senilai Rp 478 juta, uang Rp 116,525 juta dan USD 5,261,070.
Pemberian tersebut berasal dari berbagai pihak. Mulai dari PT Adhi Karya sebagai penggarap proyek Hambalang hingga koleganya di Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin, pemilik perusahaan Permai Group yang juga terlibat dalam banyak korupsi proyek.
Jaksa menyatakan suap tersebut dilakukan untuk Pengurusan proyek Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah Olah Raga Nasional (P3SON) Hambalang di Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora), proyek-proyek di perguruan tinggi Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) dan proyek-proyek lain yang dibiayai APBN yang didapatkan Permai Group.
Anas disebut menggunakan posisinya sebagai Ketua DPP Bidang Politik Partai Demokrat dan Ketua Fraksi Partai Demokrat di DPR RI untuk mengatur proyek-proyek pemerintah yang sumber pembiayaannya berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (APBN) tersebut.
Istri Anas tercatat sebagai pemilik saham di perusahaan yang ikut garap Hambalang
Nama Anas disebut masuk dalam beberapa perusahaan yang terafiliasi dengan Permai Grup seperti PT Panahatan. Istri Anas, Athiyah Laila, juga disebut masuk ke dalam daftar pemegang saham PT Dutasari Citra Laras dan juga sebagai komirasir. Athiyah disebut memiliki saham sebesar Rp 1,625 miliar dalam akta perusahaan tersebut.
Dutasari mendapat proyek elektrikal dan mekanikal dari kerja sama operasi PT Adhi Karya-Wijaya Karya, kontraktor Hambalang, senilai Rp 324 miliar. Dutasari menerima pembayaran Rp 170,3 miliar meski pembangunan fisik belum dimulai.
Anas sempat menyatakan bahwa Athiyah mundur dari PT Dutasari pada 2009, sebelum proyek Hambalang dimulai. Tetapi dalam sidang kasus P3SON Hambalang dengan terdakwa Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Andi Mallarangeng terungkap bahwa perubahan akte perusahaan itu dibuat bertanggal mundur.
Direktur Keuangan PT Dutasari Citralaras (DCL) Roni Wijaya mengaku sempat diminta Machfud Suroso, Direktur Utama PT Dutasari, untuk mencari notaris dalam pengurusan akte perusahaan tersebut. Perubahan itu, menurut Roni, terjadi pada 2011. Dia mengaku tak paham maksud dan tujuan kenapa perubahan akta perusahaan itu dibuat bertanggal mundur.
"Maksudnya, tujuannya apa tidak tahu. Tetapi, terus terang saya memang disuruh mencari notaris yang bisa membuat mundur (akte perusahaan)," jawab Roni.
Selanjutnya, Anas dituding cuci uang Rp 20,880 miliar
Selain itu, dalam dakwaan kedua, jaksa KPK menyebut Anas melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) senilai Rp 20,880 miliar. Anas disebut membeli tanah di wilayah Duren Sawit, Jakarta Timur dan Yogyakarta dari uang hasil korupsi.
Dalam dakwaan ketiga, jaksa KPK menjerat Anas soal pencucian uang sebesar Rp 3 miliar yang bersumber dari Permai Group untuk pengurusan izin usaha pertambangan atas nama PT Arina Kota Jaya seluas 5 ribu - 10 ribu hektare di Kalimantan Timur.
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta memvonis Anas Urbaningrum terbukti bersalah seperti dalam dakwaan pertama dan kedua pada 24 September 2014. Majelis hakim menjatuhkan hukuman 8 tahun penjara dan denda Rp 300 juta saat itu.
Anas juga dihukum membayar uang pengganti Rp 57.592.330.580 dan USD 5.261.070 subsider dua tahun penjara. Sementara untuk dakwaan ketiga, hakim menilai tak terbukti.
Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperingan hukuman kepada Anas di tingkat banding. Hukumannya didiskon menjadi 7 tahun penjara saja sementara denda dan uang pengganti tetap.
Di tingkat kasasi, Mahkamah Agung justru menambah berat hukuman terhadap Anas Urbaningrum. Majelis Hakim yang dipimpin oleh Artidjo Alkostar menyatakan menghukum Anas Urbaningrum 14 tahun penjara.
Artidjo cs juga menambahkan hukuman kepada Anas berupa pencabutan hak untuk dipilih dan memilih dalam jabatan publik. Hukuman itu berlaku selama lima tahun usai Anas menyelesaikan masa hukuman penjara.
Anas kemudian mengajukan Peninjauan Kembali pada 2018. Di tingkat PK inilah MA kemudian kembali memotong hukuman Anas kembali menjadi 8 tahun penjara. Dia pun dinyatakan bebas murni pada Senin, 10 Juli 2023.
Rentetan korupsi ini tak hanya menjerat Anas Urbaningrum. Sejumlah kader Partai Demokrat lainnya pun ikut terseret seperti Andi Malarangeng, Muhammad Nazaruddin dan Angelina Sondakh. Ketiganya pun kini telah keluar penjara.