Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Angka Buta Aksara di Papua Capai 19 Persen, ini Langkah yang akan Dilakukan Disdik

Angka buta aksara secara nasional itu mencapai 1,8 persen.

17 Januari 2024 | 14.31 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Sejumlah siswa bermain di Lapangan SMP Negeri 1 Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua, Rabu, 9 Oktober 2019. Aktivitas di sejumlah sekolah Kota Wamena masih berfokus pada pemulihan trauma pada siswa pascaaksi unjuk rasa yang berujung anarkis pada 23 September 2019 lalu. ANTARA

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Pemberantasan buta aksara menjadi pekerjaan rumah bagi Pemerintah Provinsi Papua. Angka buta aksara di provinsi timur Indonesia itu berada di atas angka nasional, yaitu 19 persen.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Buta aksara masih menjadi pekerjaan rumah dan harus segera diselesaikan di 2024 ini,” kata Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Papua Christian Sohilait, Rabu, 17 Januari 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Christian, pihaknya menargetkan penurunan angka buta aksara sebesar lima persen. Target itu pun menjadi salah satu fokus program kerja di 2024.

Christian menyebut angka buta aksara secara nasional itu mencapai 1,8 persen. Maka, tahun ini Papua harus turun dua sampai lima persen dan sudah menjadi target yang diharapkan dapat terpenuhi.

“Guna menurunkan angka tersebut kami akan menyiapkan guru untuk memberikan latihan baca tulis kepada anak-anak yang membutuhkan,” kata Christian.

Sebagai target awal, Dinas Pendidikan akan menyasar anak-anak yang tinggal di daerah terpencil dan sulit di jangkau sehingga kini sedang mempersiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) agar lebih tepat sasaran. “Dengan kerja sama dari pihak lainnya baik di kabupaten dan kota maka target menurunkan buta aksara pasti selesai,” kata dia.

Selanjutnya, dinas akan mengatur jadwal pelajaran sekolah menjadi fleksibel. Tujuannya agar  waktu pelatihan secara individu di rumah lebih banyak ketimbang di sekolah.

“Sehingga jika guru tidak bisa memberi pelatihan secara fisik di sekolah, maka harus datang mengunjungi dari rumah ke rumah kemudian guru juga harus memiliki waktu yang cukup dalam memberikan pelatihan baca tulis kepada anak-anak di luar jam sekolah,” kata Christian.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus