Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Anshari Ritonga: "Bohong kalau Cek itu untuk Pak Aberson"

30 September 2001 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SELEMBAR cek perjalanan terbukti lebih membuat Anshari Ritonga pusing ketimbang ratusan lembar perhitungan rumit anggaran negara. Karena cek senilai Rp 10 juta yang dikeluarkannya tercecer di Gedung DPR, ia dituding menyuap wakil rakyat. Benarkah? Wartawan TEMPO Andari Karina Anom mewawancarai Direktur Jenderal Anggaran Departemen Keuangan itu, di kantornya, pekan lalu. Petikannya: Bagaimana cek Anda bisa tercecer di Gedung DPR? Ini bermula dari Pak Aberson yang membutuhkan fotokopi rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pengalihan Tugas dan Wewenang Badan Penyehatan Perbankan Nasional dari Menteri Keuangan ke Menteri Negara BUMN. Saya berjanji memberikan berkas itu kepadanya. Kapan tepatnya Anda memberikan fotokopi itu? Rabu, 12 September lalu, saya berada di DPR dari pukul 10. Lalu, saya ingat janji itu dan langsung menelepon Elly, sekretaris saya. Saya meminta agar ada staf yang membawa berkas untuk Pak Aberson. Saya juga minta sekalian disediakan uang karena mungkin saya langsung ke rumah sakit kalau rapatnya cepat selesai. Akhirnya, staf saya memang datang ke DPR dengan membawa map berisi 10 lembar kertas dan sebuah amplop bertuliskan nama saya. Karena di ruang Komisi IX tak ada orang, staf itu menuju ruang Pak Aberson di lantai 8. Di situ juga tak ada orang. Dia pergi ke Nusantara V dan menunggu di luar. Kebetulan, saya keluar ke kamar kecil, dan saat itulah dia memberikan berkas itu, lalu saya kembali ke ruangan. Selesai rapat, saya kembali ke kantor. Saya tanya di mana uangnya karena besoknya saya mau ke rumah sakit. Waktu itu saya tidak tahu kalau bentuknya cek perjalanan (traveler's cheque). Dia bilang sudah diserahkan ke saya di DPR tadi. Saya pikir cek itu mungkin jatuh di mobil, tapi saya tidak langsung mengecek saat itu. Kapan Anda menyadari cek itu tidak ada? Kamis, pukul 6 pagi, saya sudah tiba di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD), di kamar 303, Paviliun Kartika. Saya sudah sadar ceknya tidak ada. Lalu, bagaimana cek itu bisa ditemukan lagi? Sekitar pukul 9, ada orang dari DPR (maksudnya Sandi, karyawan DPR) datang ke kantor mau ketemu saya tapi tidak bilang maksudnya. Siangnya, dia menelepon lagi Elly, bercerita bahwa ia menemukan cek atas nama saya. Saat itu Elly tidak mengatakan apa-apa. Bohong kalau dibilang Elly mengatakan cek itu untuk Pak Aberson. Lalu, Kamis sore, Elly menelepon Sandi supaya datang ke kantor, tapi Sandi tidak mau kalau tidak bertemu dengan saya. Apa benar sehari kemudian Aberson menelepon Anda? Jumat pagi, Sandi menelepon lagi. Dan sorenya, kebetulan Pak Aberson menelepon Elly karena sebelumnya dia sudah mengirim pesan di telepon genggam saya. Dia menanyakan soal demo guru dan fotokopi peraturan pemerintah tadi. Elly tanya apakah Pak Aberson tahu yang namanya Sandi dan minta tolong disampaikan kepada Sandi supaya dia mengantar cek itu karena mau dipakai untuk biaya berobat. Pak Aberson lalu meminta dia menyerahkan cek itu, biar sekretariat yang mengurus. Berpindahlah cek itu ke Pak Aberson. Jumat sore, cek itu diantar ke kantor saya oleh sekretaris Pak Aberson. Jadi, tidak pernah ada konfirmasi dari Elly bahwa cek itu untuk Pak Aberson. Itu namanya bohong tidak ketulungan. Mengapa Anda perlu memeriksa diri di rumah sakit? Sekitar dua pekan sebelum hari itu (maksudnya Kamis, 13 September), saya melakukan general check-up. Dari hasil rekaman irama jantung, ditemukan sesuatu yang menyimpang. Dokter bilang mungkin ada penyumbatan atau pengapuran. Untuk itu, saya harus menginap pada Selasa malam, sehingga Rabu pagi bisa diproses. Karena sedang sibuk soal APBN di DPR, saya baru bisa masuk rumah sakit pada Kamis. Kami sudah mengecek, biaya general check-up di rumah sakit tersebut tidak semahal itu…. Silakan saja orang menuduh. Mereka tak tahu permasalahan. Yang di-bayar pemerintah itu hanya general check-up. Kalau ada kelanjutannya, harus saya bayar sendiri. Tadinya saya perkirakan biayanya Rp 7,5 juta, ternyata sampai Rp 9,1 juta. Karena ceknya tidak ada, akhirnya saya bayar sendiri. Ini sudah dijadwalkan sebelumnya. Kami juga mendapat informasi bahwa RSPAD tidak menerima cek perjalanan untuk pembayaran. Saya belum memakainya, tapi biasanya bisa pakai cek perjalanan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus